"Besok dokter sudah mengizinkanmu untuk pulang."
"Berarti kondisi udah membaik, dong?"
"Aku pikir demikian, tadi dokter bilang harus tetap dalam pengawasan."
"Kamu nggak mau apa ngerayain ke mana gitu?"
"Maksudnya?"
"Kan, besok aku udah bisa pulang dari rumah sakit, aku pikir kita bisa jalan-jalan sebentar?"
"Nggak perlu, aku ada pekerjaan yang harus diselesaikan."
"Aku bisa membantumu, bukankah setelah kita nikah, aku belum pernah memanjakanmu?"
"Nggak perlu, nggak penting juga, lagian kita menikah tanpa cinta. Kenapa kamu harus memanjakanku?"
"Konsep menikah tanpa cinta itu nggak ada, yang ada kita belajar untuk mencintai."
"Terserah, yang penting sekarang aku udah berusaha menjadi Sarah yang lebih baik, sesuai dengan apa yang mamaku mau. Jadi, nggak usah minta lebih karena kamu bukan siapa-siapaku dan nggak akan pernah bisa mengubah hidupku!"
Andre hanya tersenyum simpul melihat istrinya kembali emosi. Dia seperti memahami apa yang terjadi pada diri Sarah. Bahkan tidak marah ketika istrinya itu kembali mengungkit tentang ikatan pernikahan tanpa cinta.
Nyatanya dalam hati Sarah ada dua gejolak yang mulai hadir. Pertama karena pernikahan tanpa cinta bersama dengan Andre dan kedua kondisi pembengkakan jantung pada suaminya itu. Se-nggak-cintanya Sarah dengan Andre, dia masih memiliki hati nurani dan tidak ingin membuat orang yang selama ini memahaminya itu sakit dan tersiksa.
"Oh, ya, aku mau bilang, untuk sementara bagaimana kalau kita tinggal di rumahku?"
"Apa, tinggal di rumah?" pertanyaan Sarah terdengar sangat mengagetkan lantaran Andre membahas tentang tempat tinggal sepulang dari rumah sakit.
"Iya, aku mau beberapa waktu melepas rindu sama mama dan papa sebelum mereka berangkat ke Belanda."
"Klasik, alasan yang gak masuk akal banget bagiku. Kamu tuh dia dewasa, bahkan udah nikah, emang masih bisa kangen-kangenan tinggal di rumahmu yang lama?"
Jelas saja jika benar mereka tinggal di rumah Andre pasti setiap hari terjadi percekcokan antara menantu dan mertua. Dari awal pernikahan Sarah kurang begitu menyukai mertuanya yang terkesan otoriter dan selalu memberikan perintah kepada Andre. Dapat dilihat di sisi lain, jika Sarah memang tergolong istri yang egois dan memiliki idealisme yang kuat, hal ini membuat mertuanya tidak begitu menaruh empati padanya.
"Kau tinggal di apartemen itu sepi, apalagi kita tidurnya di tempat yang berbeda."
"Ya, aku tuh harus bisa menyesuaikan diri. Kita belum pernah berkenalan cukup dekat, tapi tiba-tiba nikah, terus kamu pengen aku care dan hubungan pernikahan ini berjalan baik-baik aja?"
"Mustahil, itu hal yang sangat langka," jawab Andre sesuai dengan tipe Sarah yang lebih memilih realistis daripada impian semu.
"Bagus, itu kamu paham dan bisa jawab. Intinya semua butuh proses, aku nggak akan mau tinggal di rumahmu."
"Kenapa, kita tinggal bersama kan enak, kita bisa berbagi banyak hal satu sama lain."
"Halo, ini bukan mesin ATM, Andre, yang kita bisa berbagi dengan semua orang."
Andre tertawa lepas mendengarkan jawaban dari istrinya yang terlalu kocak. Sarah yang selalu terlihat serius dan terkesan menakutkan, ternyata masih bisa diajak bercanda dengan hal-hal receh di sekitar mereka.
"Aku nggak salah ya milih kamu sebagai istriku. Eh, sekarang juga udah jago ngelawak lagi," puji Andre seakan menyudutkan Sarah yang kali ini menatap tajam suaminya tanpa berucap hingga beberapa menit berlalu.
"Terserah mau ngomong apa, intinya aku nggak akan mau tinggal di rumahmu. Asal kamu tahu ya, barang-barangku aja udah aku pindahkan ke apartemen, kok, malah kamu punya inisiatif pindah ke rumahmu, enak banget, dong."
"Ya, wajar dong, Sayang, setelah kita nikah belum pernah berkunjung ke rumahku," ucap Andre protes lantaran pasca menikah mereka belum sempat bermain ke rumah masa kecil Andre.
"Hello? Kamu panggil aku apa? Sayang?"
Andre mengangguk dengan pasrah. Kemungkinan terburuk yang ada di depan matanya sudah terpikirkan baik-baik. Lelaki tampan itu akan berusaha menerima apa pun yang menjadi keputusan istrinya kalau itu benar dan tidak melanggar norma kehidupan.
"Udah berapa kali sih kubilang jangan pernah panggil aku 'Sayang'. Aku tahu kita udah nikah, itu hanya sebuah hubungan diatas kertas."
"Kalau ngomong tuh bisa ngasih dijaga, jangan asal bicara nanti lawan main mu bisa tersinggung."
Andre berusaha untuk menyadarkan istrinya betapa panggilan 'Sayang' itu menjadi doa agar kedepannya hubungan mereka semakin baik layaknya suami istri yang penuh cinta. Dia tahu tidak mudah untuk membuat Sarah bisa menerima dirinya apa adanya, namun tidak yang tidak mungkin. Andre yakin suatu saat pintu hati Sarah akan terbuka dan menerima segala perhatian, cinta, dan sayang dari sang suami.
"Sayang, aku janji nggak akan pernah mengecewakanmu dan menunggumu sampai bisa menerima aku apa adanya, bukan ada apanya."
"Kita lihat aja nanti, benteng hati siapa yang kuat untuk mempertahankan pendirian atau menyerah dengan keadaan saat ini?"
Tantangan dari Sarah dianggap Andre sebuah lelucon belaka. Selangkah demi selangkah apa yang menjadi mimpi Andri akan segera terwujud.
"Pernikahan itu bukan ajang untuk mengubah seseorang atau membuat dia berbeda dengan kehidupannya di masa lalu. Karena menikah sejatinya kita belajar gimana memahami pasangan satu sama lain agar pernikahan itu menjadi sempurna bukan retak."
"Dih, sok pinter banget sih ngomongnya. Baru juga kita nikah empat hari, udah kayak nikah empat puluh tahun aja," ledek Sarah yang merasa suaminya terlalu percaya diri dalam mengungkapkan segala argumennya di depan umum.
"Terserah Sayang, intinya aku akan tetap memahamimu dan kita jadi kan pulang ke rumahku setelah pulang dari rumah sakit?"
"Jangan mimpi di siang bolong! Aku nggak akan tinggal di rumahmu, kan, kamu punya apartemen, ngapain harus tinggal di rumahmu lagi?"
"Hanya untuk sementara, nanti juga bakal balik ke apartemen."
"Ogah, kalau kamu mau tinggal di sana ya tinggal aja di sana, dan aku juga akan tinggal di rumah mamaku. Jadi impas, kan?"
Masih seperti pendirian awal jika Sarah tidak mau tinggal bersama mertuanya untuk saat ini. Percekcokan di kali pertama perjumpaan mereka di rumah sakit membuat Sarah males untuk bertemu Ibu mertuanya. Apa lagi tinggal bersama di sana, sudah dipastikan hidup Sarah akan sangat menderita karena tidak cocok dengan mertuanya.
"Cuma untuk beberapa saat sampai aku benar-benar sembuh, lagian kan kalau tinggal di rumahku nanti ada yang ikut menjagaku biar kamu nggak terlalu repot."
"Kata siapa aku repot? Aku bisa ngatur semuanya dengan baik. Kalau aku pikir kamu udah punya rumah sendiri, ngapain tinggal di rumah lamamu?"
"Serah, deh, ngomong sama perempuan itu sulit banget untuk bisa dicerna dan dipahami. Tapi, aku nggak peduli, aku akan tetap sayang pada istriku yang cantik kalau lagi marah," puji Andre sambil menarik selimutnya untuk menenggelamkan diri, takut saja omelan dari Sarah semakin menjadi-jadi dan membuatnya migrain.
"Susah ya punya suami yang manja," ungkap Sarah sambil mengecup kening suaminya beberapa detik dengan sangat cepat lalu berjalan santai seakan tidak terjadi sesuatu yang luar biasa.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Karma Manis Cinta Satu Malam ✓ (TAMAT)
Storie d'amoreKehidupan wanita ini berubah seratus delapan puluh derajat sejak kali pertama kembali bertemu lelaki asing itu. Namun, semua tidak berjalan seimbang lantaran ego mereka sama-sama tinggi. Nyatanya mereka saling menyimpan rasa hingga hal tidak terduga...