Arfateena 6

8 9 1
                                    

" Rajin ibadah ga? Engga!? Yakin mau bahagia?"
~ Arkanza Arisha Putri~

--------------------------------------------------------

Pagi ini sepertinya terasa lebih tenang dari pagi biasanya, terbukti sekarang Teena sedang berdiri di balkon kamarnya menikmati semilir angin pagi yang menerpa.

Teena memejamkan matanya, mencoba mengingat kenangan-kenangan manisnya bersama Axel. Sungguh ia sangat merindukan sosok itu, sosok yang selalu ada untuknya, dengan segala tingkah manisnya.

Sosok yang memberikan cahaya untuknya, tapi sekarang itu hanyalah angannya saja. Sosok itu telah pergi jauh meninggalkannya.

Tanpa terasa bulir air matanya mengalir membasahi pipi chubby nya. Ia hanya ingin bahagia bersama orang yang ia sayang, apakah sulit? Apakah tuhan tidak bisa mengabulkannya?

Dia lelah menghadapi hidupnya yang sudah berantakan, sosok yang ia harapkan untuk bisa bersama menemaninya pun pergi meninggalkan luka yang teramat dalam dihatinya.

Bahkan sosok ayah yang katanya adalah cinta pertama bagi seorang anak perempuan pun tak pernah ia dapatkan, keluarga yang harmonis hanyalah mimpi baginya. Semuanya telah rusak, terutama hati dan batinnya.

" Teena!" Panggil seseorang dari luar kamarnya, sepertinya itu suara Angga. Mengapa mendapatkan ketenangan sangatlah sulit baginya?

Teena mencoba mengatur nafasnya, ia mengusap wajahnya kasar. Cewek itu berjalan membuka pintu kamar dengan tatapan datar.

"Masak, gue laper!" Teena hanya mengangguk, ia menutup pintu kamarnya pelan. Berjalan melewati Angga yang kini menatapnya sinis.

"Sakit lo?" Tanyanya.

"Bukan urusan lo." Sahutnya malas.

Angga memutar bola matanya jengah.

"Habis ini ambilin laundry an gue, bayar sekalian!" Teena hanya diam, ia fokus memasak sop nya. Merasa didiamkan, Angga menoleh kearah Teena.

"Lo denger gue ngomong nggak sih, tuli lo!?" Tanyanya geram.

"Mata lo buta? Nggak lihat gue masih punya telinga?" Balasnya santai, sungguh ia malas berdebat di pagi hari. Angga berjalan mendekati Teena.

"Ngomong apa lo barusan?" Desis Angga sembari menatap Teena tajam.

"Diem, gue males debat!" Bentaknya membuat Angga terlonjak, baru kali ini ia mendengar Teena berbicara sekeras itu padanya.

Angga menarik rambut Teena kasar membuat Teena meringis kesakitan.

"Nggak pernah diajarin sopan santun lo!? Gue itu abang lo!" Teriaknya tepat disebelah telinga Teena.

"Salah apa gue sama lo hah?" Tanya Teena dengan mata yang sudah berair, ia benci terlihat begitu lemah di hadapan seseorang, apalagi ini kakaknya.

Mendengar hal itu, Angga tertawa sumbang.

"Salah apa kata lo? Lo itu nggak berguna, nggak ada yang harapin kehadiran lo! Lo pembawa sial, Lo pembunuh Teena. Lo pembunuh!" Teriak Angga membuat telinga Teena berdengung.

Teena menggelengkan kepalanya, bukan! Dia bukan pembunuh!

"Gue bukan pembunuh! Bukan gue!!!" Teriaknya frustasi, ia meremas rambutnya keras. Tubuhnya kini melemas.

"Nggak ada yang mau deket sama lo! Apa sih yang bisa lo banggain dari diri lo? Apa hah!?"

"Diem Angga!" Pekiknya. Tanpa memperdulikan Angga dan masakan nya, Teena segera berlari menuju kamarnya.

ARLOJITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang