Summer Vibes in Autumn-END

551 40 2
                                    


Mari sedikit menyibak tirai panggung, menjulurkan kepala dan memfokuskan mata untuk mengintip lakon di baliknya. Di sana, di halaman kampus di kota Vienna, kedua remaja duduk berdampingan di kursi kayu. Tepat di bawah pohon besar dengan beberapa helai daun sewarna senja bertahan di ranting yang berkerut; pertanda musim gugur.

Seungcheol dan Jeonghan tengah menikmati santainya sebelum kelas selanjutnya dimulai. Seperti biasa, Seungcheol akan menjadi pihak yang hanya duduk manis mendengarkan Jeonghan yang tiba-tiba beralih profesi menjadi story teller.

Ditemani pain viennoise chocolate, vanilla late, ransel lusuh milik Seungcheol, dan biola Jeonghan yang teronggok memenuhi meja di depan mereka. Seungcheol bertumpu dagu, menatap Jeonghan yang asik bercerita. Tak elak lagi, Seungcheol rasanya akan jatuh tertidur kalau saja Jeonghan buruk dalam berekspresi. Beruntung, pria yang lebih muda darinya itu begitu mahir membuat berbagai macam ekspresi hingga kelopak mata Seungcheol enggan menutup.

"....lalu sebelum kastil itu selesai dibangun, Louise yang memang sudah sakit ternyata ingin cepat-cepat menikmati surga. Jadi, merasa tidak ada alasan karena pusat hidupnya pergi, akhirnya Boldt menghentikan pembangunan. So, please tell me, Cheol! Bukankah menurutmu kisah di balik Boldt Castle itu romantis dan tragis? "

Melihat begitu menggebunya Jeonghan melontarkan pertanyaan, Seungcheol otomatis menegakkan tubuhnya. "Yaa aku setuju." katanya sambil mengusap matanya.

"Setuju apa? Bagian mana yang membuatmu setuju?" mata Jeonghan memicing, ekspresi penuh semangatnya luruh tergantikan wajah berang yang terlihat lucu. "Tuh kan! Lagi-lagi aku cerita nggak didengerin." teriaknya kesal.

Seungcheol meringis, mengusap pelan lengan Jeonghan yang terbalut sweater rajut. "Dengerin kok...tapi jujur it's not romantic at all."

"Apa? Coba bayangkan, Cheol! Dia bangun kastil di atas pulau untuk istrinya, terus pulau itu berbentuk hati! Oh God... he loves his wife so dearly that he's willing to create a paradise for his wife." Jelas Gun dengan mata berbinar, bahkan sampai mengatupkan kedua tangannya di depan dada. Menatap Seungcheol meminta persetujuan.

"Biasa saja. Dia mungkin hanya bingung menghamburkan uangnya." tanggap Seungcheol seadanya. Kemudian mendongakkan kepalanya, menatap langit Vienna yang cerah.

Melihat itu, Jeonghan mendecih. Melemparkan tatapan sinis pria yang sudah menjadi temannya itu selama tiga tahun. Tidak ingin suasana hatinya semakin terbakar amarah, Jeonghan menyambar roti viennoise chocolate-nya dan memakannya dengan wajah bersungut-sungut.

Mendengar suara grasak-grusuk di sampingnya, Seungcheol menjatuhkan padangannya dan menoleh. Sudut bibirnya terangkat, mengulum senyum melihat bagaimana lucunya Jeonghan yang merajuk saat makan. Pipinya menggembung lucu, kacamata berbingkai emas sesekali jatuh menuruni hidungnya, dan surai pirangnya yang disapa oleh angin musim gugur Vienna memberi efek mempercantik figurnya.

"Hei, Han..." suara Seungcheol mengalun, meminta atensi.

"Apa panggil-panggil segala?!" semburnya masih dengan mulut yang mengunyah roti.

Jeonghan kembali menatap sangsi saat Seungcheol tidak juga menjawabnya, namun malah menatapnya dengan tersenyum lembut. Membuat Jeonghan semakin mengerutkan dahinya.

"Gila ya kamu?"

Gelak tawa Seungcheol mengudara begitu saja mendengar pertanyaan Jeonghan.

Jeonghan meraih kopi milik Seungcheol dan meminumnya, lantas memutar badan menghadap Seungcheol sepenuhnya. "Hei dengar ya, Cheol. Kamu ini sudah tidak romantis, perusuh menyebalkan, dan not a really good listener. Jadi, kamu jangan gila! Nanti poin minusmu bertambah tahu!" omel Jeonghan dengan ekspresi lucunya.

"Memangnya kenapa kalau itu menambah poin minusku?"

"Ya....nothing sih. Cuma kasihan aja sama orang yang bakal kamu suka nantinya. For real, I pity whoever that person is."

"Well... go pity yourself then."

"HAH?!"

Alih-alih menjelaskan, Seungcheol berdiri dan meraih tas ranselnya. Merogoh saku jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah kotak kayu berukuran kecil. Meraih telapak tangan Jeonghan, dia meletakkan benda itu di tangan si manis. Jeonghan terkejut melihat namanya terukir di kotak kayu berisi rosin untuk biolanya.

"Cheol..."

Seungcheol tersenyum tulus, mendekatkan wajahnya dan membisikan kalimat yang membuat Jeonghan menahan napas. "Han, the moon is beautiful, isn't it? Juga...kamu cerewet sekali, but I swear! you sound like a love song."

Menatap punggung Seungcheol yang menjauh, Jeonghan yang belum sepenuhnya sadar dari keterkejutannya harus terkesiap saat sehelai daun jatuh dan merebah di pangkuannya. Manik matanya lantas melirik ke arah kotak kayu yang ada di telapak tangannya. Mengelus pelan ukiran nama di kotak tersebut, sebuah senyum malu terbit di sudut bibirnya.

"Si Bodoh itu! Berani-beraninya membuatku gerah! Ish ini kan belum musim panas!" gerutu Jeonghan yang sibuk mengipasi pipinya yang terasa begitu panas. Ish dia malu sekali!

THE END

The moon is beautiful, isn't it?= I love you

Rosin: Benda yg digesekkan ke hair bow biola biar gak licin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 14, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Come to My HellTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang