"Don't blame me, love made me crazy,
If it doesn't, you ain't doin' it right.
Lord, save me, my drug is my baby I'd be usin' for the rest of my life."Don't Blame Me - Taylor Swift
Mika berada di apartemen Lola pagi itu, sudah lima belas menit beradu argumen. Tidak ada yang menang ketika dua orang yang sama-sama keras kepala berdebat dan masuk ke dalam argumen pun sudah menandatangani kekalahan masing-masing. "Kaki Ibu masih gak boleh dipakai jalan. Kalau sekarang kita periksa dan dokter bilang boleh, baru Ibu boleh ke kantor."
Lola mengerutkan dahi, tampak tidak suka dengan larangan Mika. "Kemarin, saya di kantor cuma duduk di kursi, sama aja kayak saya duduk di sini."
"Tapi, nanti kalau Ibu ke toilet—"
"Ngapain kamu urus urusan kamar kecil saya, Mika?" Lola tampaknya mulai geram. Mika sendiri frustasi karena keinginannya mulai tidak masuk akal. Tentu Lola baik-baik saja, sudah dua hari ini Lola ke kantor tanpa ada masalah, tapi masalahnya ada di Mika. Semua pria di kantor tampaknya giat sekali menarik perhatian Lola setelah Mika mengklarifikasi ia dan Lola tidak ada hubungan apa-apa.
Siapa juga yang gak mau punya pacar direktur muda, cantik banget lagi.
Mulai dari memberikan bunga semoga cepat sembuh, makanan dan minuman, obat, bahkan ada yang terang-terangan menawarkan diri untuk menemani Lola ketika akan makan siang. Lola tampak tidak menaruh perhatian lebih pada semua itu, hanya berterima kasih dengan senyum manis. Wanita itu bilang, dia menganggap orang-orang begitu khawatir dan perhatian padanya karena Lola merubah sikap, karena itu Lola dengan senang hati menerima. Sementara Mika yang hanya bisa melihat semua itu dari bilik kerjanya serasa ingin membeli dan membawa taser ke kantor.
"Saya bisa bawain kerjaan Ibu, kayak waktu itu," jelas Mika, masih tidak mau kalah bagai menjaga harta karun dari bandit. "Nanti kalau luka Ibu kebuka lagi, makin lama sembuhnya."
"Ini udah mau sembuh, Mika. Kemarin-kemarin juga saya gak apa-apa." Lola menunjuk kakinya yang tidak lagi terlilit perban, hanya kain kasa yang ditempelkan menggunakan plester luka.
"Bu ...," Mika memelas sekarang, sudah kehabisan bahan untuk melawan keinginan Lola.
Lola memerhatikan Mika sambil menyangga kepala pada lengan sofa. "Kamu males ke kantor?" tanya Lola, kemudian Mika menggelengkan kepalanya. Setelah itu, Lola mulai menanyakan pertanyaan aneh, mulai dari Mika yang ribut dengan pacar di kantor, dikejar rentenir, mobil rental dirusak Mika tanpa sepengetahuan Lola, hingga identitas rahasia Mika sebagai penjahat dibongkar dan sekarang sedang jadi buron.
"Enggak, Bu!" seru Mika, lelah menjawab pertanyaan-pertanyaan aneh Lola. Mengembuskan napas, Lola akhirnya bertanya, "Jadi, sebenernya kenapa kamu gak mau ke kantor? Kalau bukan hal yang penting buat saya, mau gak mau kita harus berangkat. Ada proyek baru yang harus saya cek proposalnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man ✔
Literatura FemininaHampir tiga tahun menjadi sekretaris direktur muda di perusahaannya, Mikael tidak sengaja menyaksikan sang bos, yang selama ini dikenalnya galak dan tidak berperasaan, patah hati. Mengambil hal itu sebagai kesempatan untuk mengubah sifat Lola sang d...