Hampir tiga tahun menjadi sekretaris direktur muda di perusahaannya, Mikael tidak sengaja menyaksikan sang bos, yang selama ini dikenalnya galak dan tidak berperasaan, patah hati. Mengambil hal itu sebagai kesempatan untuk mengubah sifat Lola sang d...
"You know I didn't want to have to haunt you, But what a ghostly scene. You wear the same jewels that I gave you, As you bury me."
my tears ricochet - Taylor Swift
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Saat Yūya tiba di pintu apartemen Lola, telepon wanita masih itu masih belum diangkatnya. Yūya membiarkan dirinya masuk menggunakan kartu apartemen Lola dan memasukan nomor digit kunci yang Lola berikan dan beri tahu padanya. Namun, baru saja akan melewati pintu, kaki Yūya tidak sengaja menginjak sesuatu. Sebuah jepit rambut yang tidak pernah dilihat Yūya sebelumnya.
Yūya mengambil benda itu dan mengamatinya sembari masuk ke ruang tengah hanya untuk melihat pakaian yang tercecer. Satu jaket pria yang berada di dekat kakinya, Yūya ambil. Jelas sekali milik siapa karena Yūya melewati sang pemilik yang memakainya kemarin malam.
Ia tahu, perasaan Lola untuk Mikael masih tergambar jelas. Namun, setelah Lola memutuskan untuk bersama Yūya pada akhirnya, Yūya mempercayai itu. Menyiapkan segala sesuatunya, bergantung pada harapan bahwa Lola memilihnya. Jadi, Yūya mempercayai Lola, bahkan ketika Yūya membawa satu koper berisi pakaian Lola yang akan disimpan di rumah John, tempat mereka akan tinggal setelah menikah, melewati orang yang Lola cintai dan membiarkan mereka menyelesaikan apa yang tersisa.
Walau tampaknya, mereka akhirnya melakukan hal yang jauh dari bicara.
"Yūya?" Suara itu terdengar dari arah pintu kamar, Lola berdiri di sana dalam balutan baju tidur yang dipakainya tadi malam. Dalam redupnya cahaya lampu, Yūya dapat melihat jelas Lola mengalihkan pandangannya dari wajah Yūya ke jaket yang Yūya pegang.
Lola segera menghampiri Yūya, kemudian terdiam tepat di hadapannya. Yūya memilih menyampaikan kabar sebelum Lola dapat mengatakan apa pun, "Rumah sakit hubungi saya, ayah kamu sudah sadar."
"Kamu harus ganti baju." Mata Lola memancarkan rasa senang untuk sesaat, sebelum kembali meredup.Yūya menyerahkan jaket yang dipungutnya dari lantai ke tangan Lola dan Lola menerimanya, dengan tangan yang masih berhiaskan cincin dari Yūya. Apa yang Yūya lihat terasa seperti tinju di ulu hati dan matanya perih begitu menyengat. "Yūya, aku—"
"Enough," Yūya menghentikan perkataan Lola sebelum kata maaf atau alasan bisa terdengar. Ia tidak sanggup berpura-pura seakan semua baik-baik saja kali ini dan Lola seharusnya tahu itu. "Lola ... that's enough."
Setelah mengatakan ia akan menunggu di luar, Yūya terburu-buru melangkah pergi dan menutup pintu apartemen Lola di belakangnya. Kepala Yūya tersandar pada dinding di samping pintu, sedangkan matanya menatap lampu lorong apartemen. Namun, belum sempat Yūya memikirkan apa yang terjadi dan apa yang akan ia lakukan, dering telepon milik Yūya menarik perhatian.
Kika.
Yūya menerima telepon dan menanyakan ada apa karena saat itu terlalu larut jika harus membicarakan pekerjaan, tapi sebelum Yūya selesai dengan kalimatnya, Kika menyampaikan bahwa ayah Lola itu sedang dalam keadaan kritis dan sedang dalam penanganan darurat. Kemudian, sambungan telepon mati bersamaan dengan Lola yang menutup pintu apartemennya.