27|The One

7.7K 328 32
                                    

"In my defense, I have none,
For never leaving well enough alone.
But it would've been fun,
If you would've been the one."

the one - Taylor Swift

"Iya, gak apa-apa, gak usah di-cancel, Pak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Iya, gak apa-apa, gak usah di-cancel, Pak. Makasih," ujar Mika, lalu menutup sambungan telepon sementara kakinya terus melangkah hingga tepat berada di depan Lola. Mata Lola yang melebar ketika melihat Mika semakin dekat, hampir mengambil langkah mundur jika Mika tidak menahan lengannya.

Dari semua perasaan Mika yang tahan, cinta, hingga rindunya untuk Lola. Mika hanya merasakan amarah di tiap sudut pikirannya. Lola yang dengan angkuhnya meminta Mika dan Yūya pergi, kini malah wanita itu yang menatapnya seakan merasa kesepian selama ini, seakan Mikalah yang memilih meninggalkannya. "Kenapa kamu lihat aku kayak gitu?"

"Eh?" Lola mengerjapkan mata, sepertinya terkejut akan pertanyaan Mika.

"Kenapa kamu ngeliat aku seperti aku yang nyakitin kamu terakhir kali kita ketemu?" Mika memperjelas pertanyaannya dan Lola mengalihkan pandangannya sambil mencoba melepaskan lengannya dari genggaman Mika. Namun, tidak Mika lepaskan kali ini, ia sudah lelah mengalah dan menyerah, sudah muak menjalani harinya tanpa Lola jika hanya berakhir dengan wanita yang dicintainya terlihat seperti ini.

"Ikut." Kaki Mika mulai berjalan menuju ke tempat parkir yang disediakan khusus untuk jabatan tinggi seperti Lola. Lola yang terpaksa mengekor di belakang Mika sempat memanggilnya beberapa kali, tapi Mika tidak menjawab. "Buka kuncinya," ujar Mika kemudian setelah mereka sampai di samping mobil Lola.

Lola menggelengkan kepalanya dan berkata bahwa wanita itu tidak mau, kemarahan Mika hampir meledak saat itu juga. Ia mengembuskan napas kasar dan tangannya meraih pipi Lola. "Kamu mau kita bicara di luar sini? Aku gak masalah soal itu."

Tubuh Lola membeku ketika matanya menangkap tatapan Mika. Entah apa yang dilihat Lola saat itu, tapi kemudian Lola menurut dan memberikan kunci mobilnya pada Mika. Mika membuka kursi belakang dan meminta Lola masuk sebelum menyusulnya. Lola tampak merapatkan tubuhnya ke sisi lain mobil dan tidak ingin menatap Mika.

"Kenapa kamu ada di sini, Mika?" bisik Lola saat Mika menarik lengan Lola sekali lagi dan bergerak mendekat. Cahaya dari luar tidak terlalu terang ketika masuk melalui jendela mobil, tetapi cukup terang untuk melihat Lola yang tampak takut. Mata Mika melihat sekilas tangan Lola yang meraba-raba pintu, sepertinya mencari inner handle.

Tiba-tiba cahaya dari luar masuk saat Mika membuka pintu di belakang Lola dan wanita itu hampir saja terjengkang ke belakang jika Mika tidak menahan lengannya. Saat Lola sudah kembali duduk dan mendapatkan keseimbangannya, Mika melepaskan lengan Lola.

"Kamu boleh keluar," ujar Mika. Dari sisa pandangannya yang mulai kabur, tampaknya baru sekarang Lola melihat jelas wajah Mika. Pupilnya terlihat melebar dan bibirnya hampir menyebutkan nama Mika jika tidak Mika sela, "Kalau kamu pikir kebahagiaan kamu ada di luar sana, kita pergi dari mobil ini sekarang juga, ... tapi aku gak akan pernah coba temui kamu lagi. Selamanya."

Mika tidak percaya ia bisa seemosional di hadapan Lola. Mungkin, dulu memang terpikirkan jika sampai Lola memecatnya saat Mika masih menjadi sekretaris, tapi sekarang penyebabnya adalah hal yang benar-benar berbeda.

Lola yang masih terpaku di tempatnya membuat Mika memalingkan muka, rasa sakit ketika Lola menolak ajakannya dua minggu lalu seakan berlipat ganda. Kepalanya mulai pening, memikirkan kemungkinan bahwa Lola akan keluar dan pergi meninggalkan mobil. Meninggalkan Mika.

Namun, Mika mendengar suara pintu mobil yang tertutup dan merasakan lengan Lola merengkuhnya, membawa Mika ke pelukan Lola. Mika pun memeluk tubuh yang familier itu, setelah rasanya begitu lama.

"Jangan nangis, Mika," bisik Lola, yang justru membuat Mika mempererat pelukannya di sekeliling Lola karena tidak mau melepas wanita itu lagi.

"Kenapa kamu biarin aku pergi kalau akhirnya kamu sendirian?" tanya Mika, akhirnya menyampaikan amarahnya yang tertahan.

"Karena aku cuma bisa nyakitin kalian, kamu dan Yūya," jelas Lola. "Kalau kalian udah jalanin hidup kalian sendiri, mungkin kamu dan Yūya akan ketemu orang baru."

Mika yang tidak habis pikir dengan pernyataan Lola, sempat ragu untuk bertanya meski mengetahui jawabannya, "Dan kamu ... gimana?"

Lola tidak menjawab, tangannya menggapai wajah Mika sementara hanya untuk menghapus setetes air mata yang lolos dari kelopak mata. Justru pemandangan di hadapan Mika membuatnya menjauhkan tangan Lola. Mata Mika menatap senyum kecil di bibir Lola lalu beralih ke mata wanita itu, tetapi mereka bukan jenis senyum atau tatapan yang membuat Mika senang. "Kamu itu, saking pinternya kadang-kadang jadi bodoh, ya."

Mika mendengar Lola terkesiap sesaat sebelum bibir mereka bertemu. Lola yang asalnya terdiam kaku, kemudian menaruh tangannya di pundak Mika dan menjalar ke leher kemudian tengkuk demi menutup jarak yang hampir tidak tersisa di antara mereka.

Sewaktu tautan bibir mereka terlepas dan Lola terlihat mengisi kembali paru-parunya, Mika mencium kening, lalu kedua mata Lola. "You're always trying so hard to be the man, untuk urusan cinta sekali pun. Cowok sehebat Yūya aja kesulitan seimbaingin langkahnya sama kamu."

"Sekarang ini, aku rugi banget udah ngelepas Yūya buat kamu, ya?" tanya Lola setelah terdiam beberapa saat dan membuat Mika jengkel, wanita di hadapan Mika tertawa kecil dengan isi pikirannya sendiri yang entah apa.

Baru saja akan membalas candaan Lola, Mika mendengar dering ponselnya di saku. Ia berniat mematikan telepon jika saja bukan nama yang baru saja Lola sebut yang muncul di layar ponselnya. Namun, baru saja akan diangkatnya, telepon itu mati dan menampilkan notifikasi pesan masuk dari Yūya. Lola yang menenggelamkan wajahnya ketika menunggu Mika mengambil ponsel membuat Mika memutuskan untuk melihat sekilas isi pesan Yūya.

Tidak Mika kira pesan itu berisi foto Mika dan Lola yang sedang berjalan menuju parkiran beberapa saat lalu, kemudian pesan singkat baru saja muncul. Satu kalimat permintaan yang diucapkan Yūya pagi ini, yang sebelumnya tidak bisa Mika sanggupi.

"Iya, kamu rugi karena ngelepas Yūya," bisik Mika, membiarkan ponselnya jatuh ke karpet mobil saat melerai pelukan Lola. Wanita itu melihat Mika dengan tatapan penuh tanya. "Tapi, aku gak peduli lagi walau takdir kamu seharusnya sama dia. Akan aku buat kamu kelewat bahagia sampai Tuhan tulis ulang takdir kamu ...."

Mika tersenyum ketika bibir mereka hampir kembali menggores satu sama lain, dalam pikirannya berjanji akan menjaga Lola seperti yang diminta oleh Yūya. Meski bukan karena Yūya memintanya, tetapi karena Mika mencintai Lola.

"Dan berakhir sama aku."

TAMAT

TAMAT

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Man ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang