"The night we couldn't quite forget,
When we decided to move the furniture so we could dance.
Baby, like we stood a chance."Out of the Woods - Taylor Swift
"See you tomorrow?"
Lola menatap Mika dengan senyum di matanya, menyampaikan bahwa mereka akan bertemu kembali besok hari sesuai janji untuk menonton salah satu film yang baru saja diputar di bioskop sebelum lanjut makan malam. Mika baru saja akan pamit dan berdiri di depan meja Lola sementara bosnya sedang menandatangani lembar rencana keuangan. Perasaan tidak enak Mika sebenarnya berlanjut sejak kemarin, sejak munculnya Yūya. Namun, Mika belum mengatakannya sama sekali. "Lola ...."
Wanita di depan Mika menjawab singkat, "Ya?"
"Soal Yūya." Mika menelan ludahnya, ada keengganan bertanya, tapi Mika memaksakan diri agar bisa tidur lelap malam ini. "Gimana perasaan kamu?"
Wajah Lola yang awalnya dipenuhi tanya berubah menjadi penuh pemahaman. Lola mengembuskan napas, lalu tersenyum pada Mika. "Soal dia yang dipilih Pak John atau soal masa lalu aku dan Yūya?"
Kedua bahu Mika terangkat, menyerahkan keputusan pada Lola mengenai bagian perasaan yang ingin wanita itu jelaskan atau tidak ingin jelaskan. Lola menyandarkan tubuhnya ke kursi, lalu mulai berkata, "Soal Pak John, aku percaya apa yang Yūya bilang kemarin. Ketika putus, kita berpisah dengan keadaan baik dan sejauh yang aku tahu, Yūya gak pernah bohong sama aku."
Sekali lagi, Mika menelan ludah. Memang bagus dengan apa yang baru saja dijelaskan Lola, karier Lola terdengar aman, meski hati Mika tidak.
"That's it?" tanya Mika. Lola menggigit bibirnya untuk menahan senyum sembari mengangguk, jelas sekali menjahili Mika yang penasaran setengah mati. Mika menghela napas dan melangkah pergi. Namun, baru saja sampai di pintu, Mika mendengar Lola memanggil namanya. "Aku berpikir dua hari ini, pertanyaan yang sama dengan yang kamu tanya."
Ketika Mika berbalik, Lola sudah tersenyum manis ke arahnya. "Gak ada, Mika. Aku hanya senang bisa ketemu dengan teman lama."
Mika merasa pipi kirinya terangkat oleh senyum yang terbentuk di bibir setelah mendengar penjelasan Lola. "Thank you, Lola."
Kemudian Mika pergi untuk mengambil jaketnya sebelum berjalan menuju lift. Pikirannya terasa lebih ringan setelah Lola menjawab keraguannya, tapi jika Yūya akan tetap bekerja di Bandung, Mika tidak yakin hati Lola tidak akan berubah. Maka pertanyaan pun mulai bermunculan, apakah Mika harus membuat hubungan mereka resmi? Sepertinya, tidak. Baru saja beberapa hari lalu Mika dan Lola menyetujui kesepakatan untuk menunda hubungan yang serius, tetapi perasaan Mika terdesak situasi karena posisinya yang tidak aman ini.
Tangan Mika baru saja akan menyentuh tombol lift ketika namanya dipanggil. Sosok sekretaris Pak John—Kika—berdiri tidak jauh dari Mika. Mika tidak kenal sama sekali kecuali melihatnya ketika melewati kantor Pak John, wanita yang seumuran dengannya itu benar-benar manusia jelmaan robot; bekerja dengan sangat baik dan efisien, wajahnya selalu serius tanpa emosi, dan tidak ada yang tahu mengenai kehidupan pribadinya. Berbeda dengan Mika yang bahkan dirinya sendiri mengakui cukup mudah berkenalan dengan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man ✔
ChickLitHampir tiga tahun menjadi sekretaris direktur muda di perusahaannya, Mikael tidak sengaja menyaksikan sang bos, yang selama ini dikenalnya galak dan tidak berperasaan, patah hati. Mengambil hal itu sebagai kesempatan untuk mengubah sifat Lola sang d...