"I don't like that falling feels like flying 'til the bone crush.
Everybody wants you,
But I don't like a gold rush."gold rush - Taylor Swift
Seorang pria yang mungkin berada di penghujung tiga puluh berjalan ke arah Mika dan Lola yang baru saja memasuki lobi. "Selamat datang, Bu Lola!"
Kantor itu tidak sebesar kantor yang ada di Bandung, tetapi terlihat nyaman untuk bekerja bagi Mika dengan warna-warna lebih beragam dan lebih cerah dari tema dark minimalists yang dipakai di kantor pusat. Namun, bagi Lola sepertinya kebalikannya, bosnya itu suka ruangan yang redup dan tidak terlalu terang. Kantornya pun memiliki gorden walau pemandangan corner office milik Lola begitu sayang untuk tidak ditengok setiap hari.
Mika melihat Lola mengangguk dan pria di hadapan mereka mengulurkan tangan. "Saya Nyoman, yang akan jadi bantu Bu Lola selama menyesuaikan diri di sini."
Lola hanya mengangguk dan menjabat tangan dalam diam, seperti akan mengatakan sesuatu, tetapi mulutnya tidak mengeluarkan suara. Mika melihat gerak-gerik Lola dan memahami maksud wanita itu, mengucapkan apa yang Lola belum sanggup katakan. "Makasih, Pak Nyoman. Mohon bimbingannya."
Mata Pak Nyoman bergerak ke arah Mika dan tersenyum. "Bapak ...?"
Mika tertawa kecil dan memperkenalkan dirinya bahwa dia adalah asisten pribadi Lola. Memanfaatkan situasi akan kemungkinan bonus dari Lola dan sepertinya Lola tidak keberatan. Justru, Lola langsung ikut tersenyum dengan kaku dan berterima kasih pada Pak Nyoman.
"Sama-sama, Bu. Saya senang ada Ibu dari pusat menjadi pengganti Pak Ruswan yang baru pensiun. Pegawai di sini belum ada yang siap gantiin beliau," jelas Pak Nyoman sembari tersenyum, mendahului Lola dan Mika menuju lift karena hendak menunjukkan kantor baru Lola.
Kantor itu tidak memiliki banyak lantai, hanya empat lantai dengan lantai paling atas sebagai musala kecil. Dengan kafe dan tempat istirahat bersama perpustakaan kecil berada di lantai dua. Kantor Lola sendiri berada di lantai tiga dan cukup luar dibandingkan dengan kantor-kantor lainnya. Mika sendiri mendapatkan bilik yang hampir sama luasnya dengan bilik Mika di kantor Bandung.
Lola melihat kantor barunya dan mencoba duduk di kursinya yang baru. "Semisal Ibu kurang suka kursinya atau ingin meja yang baru, Ibu bisa hubungi saya."
"Gak perlu, Pak Nyoman ... terima kasih."
Mika menggigit bibir bawahnya, melihat Lola tersenyum dan mengucapkan terima kasih yang hampir terlupakan dengan kaku seakan jadi hiburan bagi Mika. Ia tidak menyangka mengucapkan hal dasar tata krama sesulit itu untuk Lola.
Entah menyadarinya dari mana, Lola memberi Mika tatapan tajam, seperti mengetahui dengan jelas isi kepala Mika. Namun, bukannya takut, hal itu malah membuat Mika ingin tertawa dan akhirnya berdeham. Pak Nyoman sepertinya kebingungan karena Lola maupun Mika tidak bicara setelah mereka berada di sana hampir tiga menit. Lola akhirnya memecah keheningan, "Hands off Pak Ruswan yang saya minta apa sudah selesai?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man ✔
Chick-LitHampir tiga tahun menjadi sekretaris direktur muda di perusahaannya, Mikael tidak sengaja menyaksikan sang bos, yang selama ini dikenalnya galak dan tidak berperasaan, patah hati. Mengambil hal itu sebagai kesempatan untuk mengubah sifat Lola sang d...