"The words that you whispered for just us to know.
You told me you loved me,
So why did you go away?"Last Kiss - Taylor Swift
Kata-kata Pak John hanyalah satu-satunya yang berada di dalam pikiran Mika saat ini. Kopi di depannya mulai dingin, secangkir kopi paling enak yang pernah Mika cicipi, kopi impor dengan seduhan V60 buatan Lola. Akhirnya Mika tahu kenapa Lola begitu pemilih soal kopi karena Lola pun cukup andal membuatnya sendiri. Dipelajari sewaktu kerja paruh waktu di Jepang, jelas Lola sewaktu Mika tanya. Mika sendiri menganggur hampir setahun setelah kelulusannya.
"Mika."
Mika tidak bisa memungkiri apa yang dikatakan Pak John itu benar. Di umurnya yang hampir menyentuh tiga puluh, Mika akan beruntung jika jabatannya bisa naik menjadi manajer level dua dalam lima tahun. Hampir tidak ada yang bisa ia berikan untuk Lola ketika wanita itu bisa memenuhi semua yang dibutuhkannya sendiri.
"Mika."
Apa yang bisa gue kasih buat Lola?
Tiba-tiba sebuah tangan berada di pipinya, lalu Mika merasakan bibir Lola bergerak pada miliknya, membuyarkan semua pikiran Mika. Saat Mika baru saja akan menarik leher Lola untuk membuat jarak mereka menghilang, Lola melepaskan ciumannya. Namun, tangan Lola masih berada di pipi Mika dengan mata cokelat Lola yang dipenuhi pertanyaan.
"Apa perlu aku tanya, atau kamu mau cerita?" Mika mengembuskan napas mendengar pertanyaan Lola. "Aku bicara sama Pak John."
Rasa terkejut yang terpancar di wajah Lola muncul dan menghilang dengan cepat. Wanita itu berdiri dan menjauh, meninggalkan Mika dengan udara dingin di sekelilingnya untuk kembali duduk di kursi seberang Mika.
"Soal apa?" tanya Lola, menggenggam lagi cangkir kopi miliknya dan menyesap pelan. Mereka bahkan belum membahas perihal Lola yang digunjingkan hampir satu kantor. Mika belum mau membahas perihal Pak John sekarang. "Aku ke sini mau bicarain soal gosip kita di kantor."
"Apa kamu diomongin hal-hal yang jelek?" tanya Lola lagi, beruntungnya tidak mengusik lebih jauh mengenai pembicaraan dengan ayah Lola. Mika menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab pertanyaan Lola, "Bukan aku, tapi kamu yang dianggap macam-macam."
Lola mengangkat kedua bahunya tak acuh. "Kalau kamu gak dibicarakan yang aneh-aneh, biarin aja."
Wanita di depan Mika mengisi ulang cangkirnya dengan kopi dari pitcher sementara Mika menatap tubuh yang terbalut kaus milik Mika yang dibawa Lola dari Bali. Lola hanya mengenakan itu dan celana pendek ketika Mika datang, rambut panjangnya setengah basah dengan handuk berada di sekeliling bahunya hingga sekarang. "Aku gak terima kamu diomongin kayak gitu, Lola."
"Memang kamu bisa apa?"
Pertanyaan itu lagi.
Lola menanyakannya dengan nada pelan, mungkin tidak ada niatan untuk menyakiti Mika dan memang itu adalah pertanyaan yang biasa diajukan ketika ada masalah. Namun, setelah pembicaraannya dengan Pak John, Mika merasa benar-benar tidak berguna. Mika mengembuskan napas dan menjawab, "You're right."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Man ✔
Literatura KobiecaHampir tiga tahun menjadi sekretaris direktur muda di perusahaannya, Mikael tidak sengaja menyaksikan sang bos, yang selama ini dikenalnya galak dan tidak berperasaan, patah hati. Mengambil hal itu sebagai kesempatan untuk mengubah sifat Lola sang d...