Sebelum baca, komen dulu :)
~JENTAKA~
Semakin besar usia kandungannya, maka semakin sering pula Jungwon berpikiran negatif. Sekarang tubuhnya sudah tidak seperti dulu lagi, terutama pada bagian pipinya yang semakin menggempal.
Sudah delapan bulan, hanya tinggal satu bulan lagi sebelum mereka mengakhiri masa remaja dan menjadi orang tua yang baik. Tanggung jawab yang begitu besar menanti mereka untuk diemban bersama-sama.
"Jay!"
Jungwon berteriak sambil mengguncang bahu Jay agar cepat bangun. Sudah lima menit lebih dia menggunakan berbagai cara untuk membangunkan Jay yang harusnya bersekolah.
"Jay, kamu bangun atau nggak boleh peluk aku seminggu!"
Berhasil.
Jay bergegas bangun dan mengumpulkan kesadaran sebelum bangkit pergi ke kamar mandi. Ancaman Jungwon selalu menjadi yang terbaik, Jay tidak akan bisa tahan seminggu tidak memeluk Jungwon.
"Sini deketan, aku pakein dasi."
Jay mendekat dan memberikan dasinya pada Jungwon, pemuda itu memakaikan dasi ke lehernya dengan telaten. Dari jarak sedekat ini Jungwon terlihat bercahaya, aura ibu hamil katanya memang sangat memikat.
"Dua minggu ini kamu sekolah gimana?" Jungwon bertanya sambil membuat simpul.
"Nggak menarik, biasa aja. Anak cewek kecentilan, yang cowok sok jagoan. Persis di sekolah lama kita, yang beda paling makanan di kantinnya aja."
Jungwon terkekeh, saat seperti ini Jay malah membahas makanan kantin. Dia menjauhkan tubuhnya begitu selesai memakaikan Jay dasi sekolah, Jungwon menuntun jari-jarinya untuk membetulkan rambut Jay yang berantakan.
"Nggak mau pake pomade?" tanyanya.
"Nggak usah, deh. Aku lebih suka acak-acakan begini soalnya," jawab Jay seraya menarik simpul senyum.
"Aku pengen sekolah juga, tapi kan.." Jungwon menggantung ucapannya.
"Jangan begitu, nanti kalau Jean udah lahir.. Kamu boleh lanjut sekolah di rumah, kok." Jay memegang kedua pundak Jungwon.
"Ah, iya. Aku jadi terbawa suasana begini, sana kamu berangkat sekolah!" Jungwon mendorong kecil tubuh Jay keluar pintu kamar.
Jay dengan mudah menahan pergelangan tangan Jungwon agar berhenti. Dia menundukkan sedikit kepalanya dan menempelkan bibir keduanya, hanya sekedar menempel saja, tapi dalam waktu yang lama. Jay melumatnya sebentar dan menjauhkan jarak mereka.
Sekarang Jay membawa tangannya untuk mengelus perut buncit Jungwon. Ini adalah rutinitasnya selama berangkat sekolah, dimana Jay akan berpamitan juga dengan anaknya.
"Papa berangkat sekolah dulu, ya, Nak. Nanti kita ketemu lagi pas Papa pulang. Kamu jadi anak baik dan jangan repotin Mama terus, paham jagoan?"
***
Sesampainya di sekolah, Jay masih bisa masuk karena pagar belum sepenuhnya tertutup. Satpam memberikan jalan untuk Jay masuk, lalu menguncinya dengan gembok.
Jay melempar tasnya ke kursi dan mendaratkan bokongnya malas. Beruntungnya belum ada guru yang masuk ke kelas ini, padahal alarm pelajaran pertama sudah terdengar sejak Jay baru melewati pagar.
Sebenarnya bukan dirinya sekali jika harus terburu-buru seperti ini. Dulu di sekolah lama, Jay terbiasa membolos jam pelajaran pertama dan baru sampai di kelas di jam pelajaran kedua.
"Apaan, sih."
Jay mengeluarkan seluruh kertas yang ada di kolong mejanya dengan kesal, Jay berniat langsung membuangnya ke tempat sampah. Tidak tahan jika duduk di tempat yang memiliki banyak sampah, anak-anak kelasnya juga seperti tidak begitu perduli dengan apa yang dia lakukan.
Baguslah kalau begitu. Jadi Jay tidak terlalu dikejar-kejar oleh penggemar. Karena rata-rata orang satu sekolah ini tidak tahu siapa dia, disusul penghapusan seluruh berita yang melibatkan namanya. Semuanya, termasuk fotonya yang ada di situs berita perusahaan papanya.
Tidak ada bukti apapun jika mereka mengiranya anak dari usahawan sukses. Dia tidak menyesal karena disekolahkan di tempat biasa seperti ini, karena dengan begitu Jay bisa mencari suasana dan rasa baru dengan berteman pada orang biasa saja. Tidak seperti sekolah lamanya yang pasti diisi oleh orang sultan, seperti anak pejabat atau anak pembisnis sukses sepertinya.
"Nyusahin banget, sialan," umpat Jay muak. Itu pasti bukanlah ulah penggemarnya, melainkan saseorang di kelasnya yang sangat menyebalkan sejak pembagian kursi.
"SELAMAT PAGI DUNIA, ADIT DATANG DENGAN KETAMPANAN YANG TIADA DUA, EAEAEA."
Jay melempar kertas sisa di tangannya ke arah wajah orang yang baru saja masuk ke kelas. Dasar mulut toa, tidak bisa sehari saja diam tanpa berteriak-teriak seperti manusia primitif!
"Galak amat, Dira. Nanti dapet bini galak, baru tau rasa!"
"Haechan Bangsat Adityawarman!" Jay berteriak, sebagian murid mulai memperhatikan mereka berdua. Termasuk juga orang di pojok kelas.
"Heh, sejak kapan nama gue pake bangsat?! Ngajak ribut lo, jing." Haechan berlaga menggulung bajunya. Padahal dia sedang memakai seragam pendek, ada saja kelakuan..
Jay melayangkan tatapan silet pada Haechan agar berhenti memancing emosinya.
"Bilangin ke pacar lo, jangan nyampah kertas di meja orang." Jay berkata ketus pada Haechan, kebetulan Haechan adalah kekasih dari dalang puluhan robekan kertas di kolong mejanya.
"Lah, si Sanu bener-bener." Haechan berjalan ke meja pojok dan menjambak rambut orang bernama lengkap Mark Sanu Jenggala itu hingga terjerembab ke belakang.
"Sanu, kan gue udah bilang jangan banyak gaya sama anak baru!"
"Aduh-aduh! Adit, stop!" Mark meronta, karena rambutnya masih dijambak cukup kuat oleh Haechan.
"Yaudah, iya! Gue nggak bakal ngerjain dia lagi, lagian juga gue udah puas ngerjain dia dua minggu kemarin!"
Dengan begitu Haechan melepas jambakannya dan tersenyum lebar. "Nah, ini baru Sanu-nya Adit. Eh, tapi bener loh ... Kalo sampe bohong nanti gue bakal selingkuh sama anak sebelah."
"Ngancem lo jelek banget, Dit." Mark mendengus lalu kembali menyampirkan earphone di telinganya.
Haechan kembali menghampiri Jay dan membantu lelaki itu membersihkan kolong mejanya yang super berantakan. Ternyata isinya bukan hanya kertas, tapi juga berbagai bungkusan makanan yang semakin membuat Jay ingin men-kick Mark dari dunia.
Haechan juga mengelus dada melihat kelakuan pacarnya yang sangat suka menjahili murid baru sejak kelas sepuluh. Bahkan, ada beberapa yang sampai keluar karena tidak kuat dengan kelakuan Mark.
"Maafin Mark, ya. Dia emang gitu sama anak baru, tapi dia baik kok orangnya."
"Ya, dia baik banget sampe minggu kemaren basahin lantai biar gue jatoh," sindir Jay geram.
"Itu karena lo belom kenal aja. Mark itu asik banget, humble, friendly, playboy juga sih," tambah Haechan sedikit mencairkan suasana.
"Lo ngomong begini supaya gue mau temenan sama bocah edan itu? Ngimpi aja sana."
Akhirnya mereka selesai dengan membereskan kolong meja Jay. Ponsel di saku Jay bergetar beberapa kali, pasti ada pesan dari seseorang. Karena belum ada guru yang mengajar, akhirnya Jay mengeluarkan ponselnya dan melihat isi notifikasi itu.
Jungwon
| Aku abis ngehias kamar Jean, loh!
| Aku bingung banget mau taruh box bayinya dimana, nanti kamu yang atur, ya?Jay membola. Padahal kandungan Jungwon sudah sangat besar, tapi Jungwon seperti tidak mempedulikan itu, dia malah menghias kamar anaknya sendiri tanpa takut terjadi apapun.
Jay
Jangan dilanjutin lagi, kamu istirahat.|
Aku yang ngeri kamu kenapa-napa.|
~JENTAKA~Kapal baru, ehehehe. Markhyuck stan mana suaranya??
Maaf juga kalo yang nggak ngestan bisa bayangin pake kapal lain kok ^^
![](https://img.wattpad.com/cover/288268327-288-k680821.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jentaka ; Jaywon (DIBUKUKAN)
Fanfiction"Denger, ya. Gue cuma mau anak itu yang mati, bukan lo." *** Jungwon Baskara, siswa kelas 2 SMA, anggota ekskul taekwondo yang mumpuni dari segi kepintaran, juga merupakan murid beasiswa. Sebuah kejadian saat acara study tour membuatnya terancam dik...