Bagian 6

528 55 7
                                    

Begitu sampai di kamarnya, Win menangis keras. Sejadi-jadinya. Yah, siapa yang tidak menangis jika kesuciannya direnggut orang? Apalagi orang itu adalah orang yang dibenci.

Win melangkah menuju kamar mandi dan membuka keran air. Kemudian ia duduk di lantai kamar mandi dan membiarkan dirinya tersiram air yang mengalir dari keran itu. Wajahnya ikut basah tersiram air, menyamarkan airmatanya yang juga mengalir deras.

Hatinya sakit, sakit sekali. Ia merasa kotor. Di kepalanya terngiang wajah sang Pho, dan juga pesan untuk pemuda itu.

'Kau harus bisa menjaga dirimu, Win. Karena Pho tidak bisa lagi menjagamu.'

Pesan yang sangat berarti untuk Win, karena tak lama setelah mengucapkan pesan itu sang Pho pergi meninggalkannya. Pergi untuk menghadap Yang Maha Kuasa.

'Maafkan aku , Pho. Aku tidak bisa menjalankan amanatmu dengan baik. Aku sudah kotor sekarang. Apa yang harus aku lakukan, Pho?'

Setelah mengguyur diri berjam-jam lamanya, perlahan Win bangkit. Tak dipedulikannya kulitnya yang nyaris membiru kedinginan. Ia melangkah ke kamar mungilnya dan berganti pakaian. Kemudian Win menjatuhkan dirinya diatas kasur, dan mulai memejamkan matanya yang terasa berat dan bengkak. Berharap ketika terbangun nanti ia akan baik-baik saja dan semua kejadian ini hanyalah mimpi.

Rasanya baru beberapa menit Win tertidur, namun kini ia terpaksa bangun. Dering ponselnya yang nyaring membuatnya mau tak mau membuka mata. Nomor tak dikenal muncul dilayar ponselnya. Win berniat mengabaikannya, tetapi kelihatannya si penelepon tak menyerah. Win ragu-ragu menekan tombol untuk menjawab.

"Hallo?"

Astaga, suaranya bahkan sampai serak seperti ini?

"Metawin."

Win membeku. Bahkan ketika mendengarnya melalui telepon seperti ini, Win masih mengingatnya dengan baik. Suara bass dengan nada rendah itu. Win mendudukkan dirinya secara mendadak.

"Aaakh!"

Tanpa sadar ia mengerang pelan. Bagian pinggang ke bawahnya terasa sakit, ngilu sekali.

"Metawin, kau baik-baik saja?"

Suara bass itu terdengar lagi dari seberang sana. Win tersentak mendengar suara itu lagi, ia memandang ngeri layar ponselnya. Dengan cepat ia memutuskan sambungan teleponnya.

"U-untuk apa dia meneleponku? Apa masih belum cukup dia menyakitiku?" gumam Win ketakutan.

Ponselnya yang kembali berdering membuat Win terlonjak. Tanpa mengangkat ponselnya, Win melihat siapa yang meneleponnya sekarang. Nomor yang tadi lagi.

Win semakin ngeri, kemudian ia meraih ponselnya dan melepas baterai didalamnya. Pemuda itu kembali membaringkan tubuhnya yang terasa sakit dengan perlahan.

Ternyata semuanya bukan mimpi. Rasa sakit ditubuhnya terasa nyata, ditambah orang yang meneleponnya barusan. Win menarik selimut tipisnya yang sudah usang, memakainya untuk menyelimuti tubuhnya yang menggigil. Win kembali memejamkan matanya, mencoba kembali tidur walaupun dibayangi ketakutan.

Win diam-diam merasa menyesal karena sudah menantang seorang Bright Vachiravit. Katakanlah ia naif, karena nyatanya Bright sudah membalasnya sekarang. Hal ini membuat tidur Win tidak tenang, karena ia terus mendengar suara bass itu didalam tidurnya. Memanggil-manggil namanya dengan nada rendahnya yang biasa.

"…Win…"

Win semakin gemetar, walaupun matanya masih terpejam. Ya Tuhan, enyahkan suara pria itu dari kepalanya!

MY PRECIOUS MAN (REMAKE) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang