|
SELAMAT MEMBACA!!
.
• bab lima •
Sebuah Rahasia.
|
Friss memasuki rumahnya dengan langkah lunglai, lalu menaruh tas ranselnya serta sebungkus plastik hitam di atas meja dan segera mengambil gelas plastik mengisinya dengan air putih.
Dan langsung meminumnya dengan sekali tenggakan, ia menghembuskan napasnya kasar. Kakinya terasa lemas dan perlahan tubuhnya merosot ke bawah, matanya memanas dengan jantung yang berdetak kencang. Tangannya sedikit bergetar, perasaan takut seketika menyelimuti dirinya.
"Kak?"
Seorang gadis berusia 13 tahun mendekati Friss yang terduduk di lantai dengan khawatir dan menepuk pundaknya pelan. Carissa Jesslyn, adiknya.
"Kakak kenapa?"
Friss sontak menoleh melihat ke arah Carissa yang terlihat panik, dengan cepat ia menggelengkan kepalanya dan tersenyum yang sedikit dipaksakan.
"Gak apa-apa." jawab Friss sambil berdiri menghampiri plastik yang tadi ia bawa dan duduk di lantai, mengeluarkan dua bungkus nasi uduk serta mengambil dua sendok dari lemari.
"Kamu udah makan?"
"Belum kak." jawab Carissa sembari memegang perutnya yang lapar.
"Sini, kakak bawa makanan."
Gadis itu segera mendekati Friss dan membuka satu bungkus nasi, memakannya dengan sangat lahap membuat Friss tersenyum tipis.
"Maafin kakak ya." ucap Friss tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangannya kepada adik nya.
"Maaf kenapa kak?"
"Maaf, kakak belum bisa beliin kamu makanan yang enak."
"Gak kok, ini aja udah enak banget tau kak. Caca suka."
Mendengar sahutan ceria dari adik nya membuat Friss tersenyum lega, segala bebannya terasa meluap entah kemana setelah melihat senyum polos adik nya. Kemudian ia membuka satu bungkus nasi uduk untuk dirinya dan memakannya.
Ponselnya bergetar sebuah pesan masuk, dengan segera ia mengambil benda itu dari dalam tas ranselnya.
Gue di depan rumah lo.
Dengan cepat Friss mencuci tangannya di kamar mandi sebelum akhirnya berjalan keluar rumahnya.
"For you!"
Seorang laki-laki dengan senyum lebar sembari mengangkat sebuah box berisikan martabak manis, Friss menghela napasnya pelan melihat laki-laki itu. Abintara Danish Cakra, sahabat kecilnya.
"Gak perlu bawain makanan terus, Bin." tolak Friss, ia merasa tidak enak dalam hatinya.
"Gak apa-apa El, lagian ini tadi habis balik futsal gak sengaja liat gerobak martabak langganan gue, terus keinget lo sama Caca jadinya gue beli." jelas Abin sebelum memasuki rumahnya, laki-laki itu selalu begitu menganggap rumahnya seperti rumah sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA
Teen Fiction(FOLLOW DULU SEBELUM BACA) Seperti apa kehidupan remaja usia 17 tahun pada umumnya? Pastinya di tahun itu seorang remaja telah bisa memilih keputusan serta bertanggung jawab atas pendewasaan. Bagi orang awam mengatakannya mereka mulai mencari jati d...