PART 6

310 128 178
                                    

Seperti biasa, setiap pagi Zanna selalu menghampiri Bunda yang sedang menyiapkan sarapan, perut Zanna sudah mulai keroncongan karena semalam tidak sempat makan, terakhir hanya satu cup ice cream yang dibelinya bersama Adara.

Zanna mengaktifkan gadgetnya berharap sudah ada chat dari Abian, namun ternyata belum ada kabar apapun dari Pria itu, entah kenapa tiba-tiba Abian hilang kabar, Zanna mendecak sebal lalu menopang dagunya di atas meja makan, rasanya sangat malas untuk beraktivitas pada hari ini. Semangatnya seakan hilang begitu saja, moodnya lagi-lagi dibuat hancur.

"Kenapa gak semangat Zan, kamu lagi nggak enak badan ya?" Tanya Bunda seraya menyentuh kening Zanna memastikan bahwa putrinya itu tidak sedang demam, namun suhu tubuh Zanna masih terbilang normal.

"Nggak Bun," jawab Zanna pelan.

"Terus kenapa lemes banget, lagi ada masalah di kampus? atau kamu lagi berantem sama Abian?" Tanya Bunda.

Zanna mengembuskan napasnya secara perlahan lalu menceritakan semua keresahannya tentang Abian, karena Zanna tidak bisa menahan semuanya sendirian, bahkan Abian sudah hampir dua hari tidak ada kabar. Zanna takut terjadi sesuatu dengan Abian, jujur dia merasa khawatir sekaligus bingung harus bagaimana.

"Kalau emang penasaran kenapa gak ke rumahnya, kamu kan tau alamat dia, lagian kamu ini pacarnya jadi gapapa kalau mastiin langsung ke rumahnya," usul Bunda.

Zanna sempat memikirkan ide ini beberapa kali, ia memang sempat berniat mendatangi rumah Abian namun semua niatnya langsung diurungkan. Zanna tahu saat ini Abian hanya berdua dengan Kakak laki-lakinya di rumah karena kedua orangtua Abian yang sedang berada di luar kota, jika ia ke sana rasanya tidak sopan dan terkesan lancang.

"Sekarang ini Zanna gak bisa Bun, kurang sopan aja karena Abian cuma berdua sama Kakak laki-lakinya, orangtua Abian lagi ke luar kota,"

"Itu terserah kamu sih, mau ke sana atau nggak, Bunda kan cuma kasih saran aja," ucap Bunda seraya melahap makanannya.

Zanna ikut menikmati makanan yang sudah tersedia di atas meja, namun seketika Zanna berhenti mengunyah lalu terdiam ketika teringat akan sesuatu, kepalanya kini menunduk.

"Kamu kenapa lagi?" Tanya Bunda kimi menatap mata Zanna.

"Bun, kenapa ya Zanna gak seberuntung anak lain?" Tanyanya.

Seketika Zanna melontarkan pertanyaan yang langsung membuat  hati Bunda tersentuh, kini Bunda  mengelus lembut puncak kepala Zanna.

"Kenapa juga Zanna gak bisa ngerasain kasih sayang seorang Ayah? Kenapa Ayah pergi ninggalin kita demi wanita lain Bun? Kenapa semua laki-laki itu jahat sih," tukas Zanna kembali bertanya dengan tatapan yang menyiratkan rasa kekecewaan.

Bunda menarik napas dalam-dalam, berusaha menahan sesak yang tiba-tiba menusuk ke seluruh ruang dalam dadanya. Mendengar pertanyaan itu membuat hati Bunda seakan dihantam benda tajam, rasanya sesak dan sungguh menyakitkan, namun sebisa mungkin Bunda tidak mau menunjukkan seberapa hancur hatinya selama ini.

"Semua Ayah itu baik, gak ada Ayah yang jahat, tapi kan Ayah kamu juga berhak memilih kebahagiaannya sendiri, kita cuma perlu berdoa buat kebaikan hidupnya, udah itu aja," jawab Bunda lembut seraya mengelus lengan Zanna berusaha menguatkan.

"Lalu, gimana sama kebahagiaan kita, apa Ayah gak bisa sekali aja mikirin itu? Ayah yang baik itu bakalan mikirin kebaikan keluarganya, bukannya malah lari dari tanggungjawab, artinya dia tuh egois," sahut Zanna dengan mata yang mulai memanas, air mata yang sejak tadi berusaha ia tahan akhirnya mengalir juga dikedua pipinya.

"Sudah ya Nak, masa anak cantiknya Bunda nangis sih, kan Zanna kuat jadi gak boleh sedih lagi, nanti cantiknya luntur lho," ucap Bunda mengusap air mata Zanna seraya tersenyum, Bunda dituntut menjadi sosok penguat untuk Putri satu-satunya yaitu Zanna.

SCARS [SELESAI] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang