Bunda Zanna tiba di rumah pada pukul 7 malam, Nava dan Clara pamit pulang ketika Bunda sudah sampai di rumah, karena harus mengikuti kelas pada pagi hari ini, bahkan cuaca sedang mendung tak secerah hari kemarin. Setelah mendengar semua penjelasan Nava dan Clara akhirnya Bunda mengerti lalu membujuk Zanna untuk makan, karena sampai detik ini Zanna hanya mengurung diri di kamar.
Bunda berjalan membawakan roti bakar serta susu hangat untuk Zanna, sudah kesekian kalinya Bunda melihat Putri cantiknya ini terpuruk sedih, tidak tega namun inilah resiko dalam sebuah percintaan, jika mau membangun sebuah hubungan maka harus siap pula merasakan sakitnya.
Bunda mengetuk pintu kamar Zanna yang ternyata tidak dikunci, Bunda memutar kenop pintu lalu berjalan masuk meletakkan nampan yang sudah dibawanya. Bunda duduk dipinggir kasur mengelus lembut rambut Zanna yang terurai panjang.
"Nak sarapan ya, mau Bunda suapin?" tanya Bunda dengan nada lembut, bahkan tatapan tulus kini terpencar begitu nyata dari sorot mata Bunda.
Zanna memeluk kakinya seraya menundukkan kepalanya, sampai hari ini perutnya tidak merasakan lapar, semua justru terasa hampa dan kosong, meski dirinya sudah berusaha melupakan kenangan tentang Abian tapi tetap saja terasa sulit, semua seakan memenuhi pikirannya hingga membuat kepalanya sedikit pusing.
Zanna memijat pelipisnya untuk meredakan pusing yang sudah mulai menyerang kepalanya. Bunda menjadi panik ketika Zanna mulai menumpu kepalanya, buru-buru Bunda menyodorkan segelas air putih, Bunda membuka nakas Zanna lalu mengambil obat sakit kepala dari Dokter spesialis syaraf Zanna lalu memberikannya kepada anaknya itu.
"Diminum dulu obatnya Nak supaya sakitnya hilang," ucap Bunda merasa khawatir dengan kondisi Zanna.
"Kamu lupa ya Nak sama apa yang pernah Dokter bilang waktu itu?"
Zanna menggeleng pelan, karena dia tentu sangat mengingat jelas apa saja yang dikatakan Dokter spesialisnya. Dokter bilang Zanna tidak boleh terlalu stres karena jika sudah stres akan berakibat fatal, gangguan yang ada pada syarafnya bisa kembali kambuh jika terlalu banyak memikirkan sesuatu, ditambah Zanna mempunyai penyakit lambung yang ketika kambuh akan berakibat parah, itu alasan mengapa Zanna sering melakukan healing agar otaknya jauh lebih fresh dan tidak stress.
"Kalau kamu inget artinya kamu tau harus apa, jangan dibawa stress, Bunda tau ini gak mudah tapi coba untuk selalu bersyukur atas setiap kejadian, beruntung kamu tau ini sekarang daripada nanti, iya kan?"
Zanna hanya membalasnya dengan anggukan pasrah, setidaknya nyeri dikepala Zanna sudah sedikit mereda. Bunda mengelus lembut rambut Zanna setelah itu Bunda memeluknya dengan penuh kehangatan, usapan lembut dipunggung Zanna selalu bisa membuat Zanna tenang.
"Bunda gak mau liat kamu sedih terus, ayo Nak bangkit jangan bikin Bunda khawatir, kamu itu satu-satunya harta paling berharga yang Bunda punya," ucap Bunda seketika membuat Zanna tersenyum bahagia meski air matanya masih terus menetes, antara sedih dan bahagia kini campur menjadi satu.
"Ternyata gini rasanya diselingkuhi ya Bun, dari Bunda aku belajar bagaimana kita harus bangkit dan tunjukkin kalo kita bisa mandiri tanpa laki-laki."
Zanna kini mengerti bagaimana sakit hati yang Bunda rasa dan tahan selama ini, sejak kecil Zanna sudah menyaksikan pertengkaran antara Ayah dan Bundanya, karena masalah perselingkuhan yang dilakukan oleh Ayahnya.
Bahkan sosok Ayah bagi Zanna adalah laki-laki pertama yang membuatnya trauma, kalau orang lain mengatakan bahwa cinta pertamanya adalah seorang Ayah, tidak dengan Zanna yang menganggap bahwa Ayahnya merupakan patah hati pertamanya.
"Setelah ini jangan terlalu percaya dan menaruh harapan besar terhadap laki-laki, harus lebih hati-hati dalam memilih, Bunda gak mau liat kamu sedih," ucap Bunda memperingati, Zanna kini mengangguk paham, seketika hatinya berubah tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCARS [SELESAI] ✅
RomanceIni adalah kisah seorang gadis yang hidup penuh pengorbanan yang tak mudah, bahkan ia kerap kali jatuh dan terluka, tetapi ia dipaksa bangkit dan kuat oleh harapan, dikuatkan oleh impian yang belum secara utuh berada digenggamnya, berdiri tegak mela...