10. Flashback Yena

4 2 0
                                    

"Jadi begitu ceritanya guys," ucap Yena dengan wajah polosnya.

Emelie langsung melemparkan sebuah guling yang berada dipangkuannya menggunakan tenaga dalam, membuat Yena yang berada di pinggir kasur langsung terjungkal ke belakang dan bokongnya mendarat sempurna di lantai.

Gedeplak....

"Aduh, KENAPA LO DORONG GUE?!" ucap Yena tak terima sambil menyibakkan rambut yang menutupi seluruh wajahnya.

"LO BELUM CERITA TAI!" protes Emelie dengan mata melotot.

"HOOOY~ udah, makanya Nak jangan kebanyakan bercanda. Ayok duduk sini, lanjut cerita cepat." Akira menepuk pinggiran kasur yang tadi diduduki oleh Yena.

"Ya maap," lirih Yena. Ia bangkit dan melompat untuk naik kembali ke atas kasur. Memperbaiki posisinya menjadi duduk tak lupa memposisikan bantal dipangkuannya agar nyaman.

"Sampe mana tadi?" tanya Yena dan dihadiahi wajah datar dari keempat temannya.

"Lo. Belum. Ceritaaaaak!" ucap Ara penuh dengan emosi sambil meremas dan menggoyang-goyangkan bantal yang ia pegang seakan-akan itu adalah Yena yang ia aniaya.

"Iya, iya, maap." Yena menyengir dengan wajah tak bersalah. Ia kembali memposisikan duduknya.

"Jadi gini..."

••••••

Flashback On

"Siapa kamu berani duduk di kursi itu?" Sebuah pertanyaan terlontar dari seorang pria paruh baya yang sudah berumur puluhan tahun menggema ke seluruh ruangan.

Semua orang yang berada di ruangan itu hanya terdiam, tidak ada seorangpun yang berani menjawab, ataupun membela seseorang yang dimaksud si pria paruh baya itu.

Orang yang dimaksud mendongak untuk menatap yang lebih tua. "Yena 'kan Cucu Kakek, kenapa Yena tidak boleh duduk di sini?"

Lawan bicaranya menatap marah ke arah Yena, dengan tegas ia berbicara. "Kamu tidak pantas ku sebut sebagai Cucu, karena kamu adalah Anak pembawa sial!!" Yena hanya menatap sang kakek dengan wajah sendu.

"Lalu, Kakek ingin aku pergi dari sini?" Sang kakek tersenyum. "Baguslah kalau kamu sadar, sekarang angkat kakimu dan keluar dari ruangan ini!"

"Ayah! Yena masih kecil, kita ingin makan bersama sekarang. Lalu Ayah tega membiarkan Yena tidak makan, dan pergi begitu saja?!" sahut sang ibu tegas. Ia menatap marah ke arah sang ayah yang tega mengusir anak tengahnya itu.

Bagaimana tidak marah? Seluruh sepupu dan anaknya ikut serta dalam acara makan besar keluarga sekarang, sedangkan hanya Yena sendiri yang di usir.

Bahkan tak ada satupun yang membela atau menahan Yena agar tidak pergi dari ruangan itu, ibu mana yang tega melihat anaknya diperlakukan seperti itu?

"Diamlah! Aku hanya mengusir anak sialan itu, bukan dirimu."

"Apa kamu juga ingin jika suami bejadmu itu ku usir dan pergi dari sini hah?! Masih untung aku membiarkannya makan bersama kita sekarang." Ibunya bungkam, ia kembali duduk dan tak bergeming. Matanya tidak bisa bohong, mata itu terus melihat gerak-gerik sang anak dengan tatapan sendu.

"Tunggu sampai semua bukti-bukti itu terkumpul Nak..." batin seseorang

"Sekarang semuanya diam dan tunggu makanan kalian datang." Semua hanya fokus kepada sang kepala keluarga, mematuhi setiap perintahnya.

"Dan kamu, pergi sekarang juga dari sini-" Sang kakek terdiam sejenak.

"Nanti pelayan yang akan membawakanmu makanan," lanjut sang kakek yang membuang tatapannya ke arah lain, agar ia tidak tersentuh ataupun menjadi lemah karena tatapan sayu dan sendu yang mata Yena pancarkan.

Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang