5. Kelahi

46 10 2
                                    

"Bagaimana? Kalian masih ingin bertengkar lagi?"

"Tidak Pakk~"

"Ingin mengulanginya lagi?"

"Tidak Pakk~"

"Sudah cukup apa tidak hukumannya?"

"Sudah cukup Pakk~"

"Kalo Bapak suruh kalian berhenti itu ya berhenti, bukannya malah tambah jadi, dengar tidak?!"

"Dengar Pak!!"

"Mau Bapak tambah hukumannya?!"

"TIDAKK PAKK!!"

"Lah kok kalian malah ngegas?!"

Mereka semua hanya menampilkan cengiran lebar dan tawa hambar, tidak lupa menggaruk tengkuk mereka yang tidak gatal sama sekali.

Mereka semua dikumpulkan kembali di tengah lapangan, untungnya cuaca tidak panas, dan sepertinya matahari sedang berbaik hati kepada mereka dengan tidak memunculkan dirinya.

"Makanya Nak... Kalo Bapak bilang berhenti, ya kalian berhenti dan duduk kembali ke tempat semula. Sedangkan yang merasa dirinya ada keperluan, ya maju ke depan dan praktekkan langsung di depan teman-temannya sebagai bukti bahwa kalian bisa-"

"Jangan hanya karena terpancing emosi sedikit saja berujung kalian berkelahi seperti tadi, yang lebih buruknya lagi sampai masuk BK. Bapak tidak suka melihat Anak didik Bapak sampai masuk ruang BK."

Semuanya hanya menunduk, tak ada satupun yang berani mengangkat kepala. Antara merasa bersalah atau takut dengan wajah sangar yang tercetak jelas di wajah pak Tio.

"Janji tidak akan mengulanginya lagi ya?" tanya pak Tio, hanya di jawab dengan anggukan oleh ke sepuluh murid yang berada di hadapannya sekarang.

"Dan juga-" Sebelum kembali melanjutkan ucapannya, pak Tio berdehem pelan dan matanya menatap ke arah lain.

"Ekhem... Resleting kamu Stevan."

Stevan yang merasa namanya di sebut otomatis melihat ke arah celana yang ia kenakan, dan benar saja resleting celana miliknya sedikit terbuka.

Dengan cepat ia berbalik dan menaikan resleting celananya kembali, sedangkan yang lain menahan tawa termasuk keempat temannya. Yena yang emang humornya rendah pun tertawa hingga ia terduduk ke tanah.

"BWAHAHAHAAHAHHAAHAHA... ANYING!! SAKIT PERUT GUE!!! AHAHAHAAHAHAHAHAHAHHAHA."

Tawa Yena menggelegar ke seluruh penjuru sekolah, hingga menyebabkan murid yang sedang belajar di dalam kelas menjadi tidak fokus, dan mereka malah berkerumunan melihat ke arah jendela.

Hal itu menyebabkan semua yang ada di lapangan maupun di dalam kelas ikut tertawa, termasuk pak Tio yang tadinya memasang wajah sangar nan garang, kini terlihat seperti anak kecil yang tertawa keras akibat lelucon yang diberikan oleh orang tuanya. Brian? Ia hanya menyungging senyum kecil hingga beberapa detik, setelahnya ia kembali memasang wajah datar dan dingin seperti biasa.

Sedangkan orang yang menyebabkan Yena tertawa kesetanan malah ikut tertawa, sama sekali tidak merasa tersinggung.

Niat awal ingin menasehati anak muridnya, berujung perutnya terasa keram akibat terlalu banyak tertawa. Belum selesai berbicara pak Tio membubarkan mereka dan mengizinkan mereka masuk kembali ke dalam kelas.

Pak Tio mengambil cara aman saja, dari pada terus mendengar tawa Yena yang ikut menular ke dirinya sehingga membuat perutnya keram.

••••••

Keesokan harinya....

"Yaampun, semua bangun!! Kita kesiangan!!" ucap Ara yang terkejut saat melihat ke arah jam. Jam sudah menunjukan pukul 06:05. Tidak biasanya Ara terlambat bangun.

Love DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang