Kriiiiiingg...
Bel masuk pun berbunyi. Di susul dengan kemunculan wanita paruh baya yang sedang membawa beberapa buku serta tas di tangannya.
"Selamat pagi!" sapa seorang guru yang mulai masuk ke ruang kelas.
"Pagi Buuu~" sapa balik para murid.
"Baik Anak-Anak. Hari ini kita belajar Seni Budaya-"
"Karena Bab kita kali ini mempelajari tentang menggambar, jadi seperti yang Ibu minta minggu lalu silahkan keluarkan buku gambar dan alat untuk menggambar kalian," pinta wanita paruh baya tadi yang bernama Bu Oliv sambil memajukan kedua tangannya mempersilahkan.
Ketika yang lain sedang membongkar isi ransel mereka untuk mempersiapkan alat yang di perintahkan wanita paruh baya di depan, ada beberapa murid yang terlihat gelisah.
"Bu!" potong Stevan sambil mengangkat tangan kanannya.
"Iya Stevan, ada yang ingin di tanyakan?" tanya Bu Oliv mengangkat kedua alisnya.
"Maaf Bu sebelumnya, kami 'kan murid baru, jadi kami tidak tau kalau-"
"Astaga ibu lupa," potong Bu Oliv yang menepuk dahinya.
"Kalian sudah tau nama Ibu?" Lima siswa yang dimaksud menggelengkan kepala.
"Belum Bu," jawab mereka.
"Kalau gitu perkenalkan nama Ibu Olivia Kartika Sari, sering dipanggil Bu Oliv." Mereka menganggukkan kepala.
"Maafkan Ibu ya. Sekarang kalian berlima silahkan beli buku gambar-" kelima siswa yang dipersilahkan pun mulai berdiri.
"Untuk mewarnai, kalian bisa untuk sementara meminjam kepada teman sebangku kalian." Tatapan sinis pun saling beradu ketika Bu Oliv melontarkan kalimat itu.
"Baik Bu, kami permisi." Satu persatu dari mereka berlima berjalan sedikit membungkuk ketika berada di depan Bu Oliv agar terkesan sopan.
"Baik Anak-Anak, perhatikan Ibu di depan sekarang!" tegur Bu Oliv sambil mengetuk papan tulis menggunakan spidol ketika semua murid melihat ke arah 5 siswa yang ingin membeli buku gambar. Semua murid kembali memperhatikan Bu Oliv di depan.
"Jadi materi kita hari ini adalah menggambar tema bebas, tapi sesuai imajinasi kalian."
Terlihat beberapa murid menunjukkan ekspresi senang bagi yang pandai menggambar. Dan sebagian menunjukkan ekspresi datar ataupun lesu karena tidak pandai dalam hal menggambar.
"Ibu mau lihat gambar apa yang ada di imajinasi kalian sekarang. TidAk boleh melihAt ataupun MEniRU dari Google." Murid yang tadinya bersiap-siap menggambar sambil melihat ponsel menjadi terdiam sejenak lalu menaruh kembali ponselnya ke dalam loker meja dengan wajah kusut.
"Oke silahkan menggambar, Ibu kasih waktu sampai 5 menit sebelum pelajaran kedua dan harus sudah dikumpul di meja Ibu." Bu Oliv menampilkan senyum seperti tidak ada beban.
"Apakah cukup?" tanya Bu Oliv sambil mengangkat kedua alisnya.
"Kalo menurut saya yang gambarannya kayak monyet encok kurang Bu," jawab Yena mengangkat tangan dengan watadosnya, ucapannya membuat satu kelas tertawa.
"Atau gini saja... Yang selesai silahkan langsung kumpul, dan bagi yang belum boleh dikumpul Minggu depan. Ingat! Tidak boleh ada alasan lupa membawa atau lupa melanjutkan gambarannya, bagaimana setuju?" tanya Bu Oliv lagi.
"Setuju!!" sahut satu kelas.
"Nah kalo ini saya setuju Bu!" sahut Ryn semangat.
"Terthe best emang Bu Oliv," ujar Ara dan tangannya membuat hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love Destiny
RomansKetika takdir mempermainkan mereka. Senang, sedih, takut, amarah, frustasi, kesalahpahaman, dan pertikaian yang terjadi diantara mereka. Apakah takdir akan terus mempermainkan mereka? Kadang mereka lelah dengan semuanya, tapi mereka sadar dan yakin...