IPA 2

724 44 0
                                    

Pritt pritt

Bunyi pluit yang selalu Ayah tiup saat pagi hari tepat di tengah tengah antara kamar ku dan Arsya. Padahal kami juga dengar Adzan subuh, tapi kata Ayah itu adalah pertanda kalau kami harus keluar kamar.

Dengan segera Aku membuka pintu kamar ku dan menghampiri Ayah yang menatapku menuntut sesuatu yang wajib saat pagi hari.

Cupp

Satu kecupan pipi yang selalu aku berikan pada Ayah di pagi hari. Memang sejak aku masih kecil, aku selalu memberikan kecupan pagi untuk Ayah. Bahkan Bunda sampai cemburu melihat tingkah ku.

"Kakak belum mandi" ucapku menyeringai

"mandi setelah itu Sholat Subuh berjamaah"

Lagi aku menyeringai dan menggeleng pelan, tapi Ayah paham maksudku "hari ini rok putih, pakaiannya yang tebal"

Aku mengangguk dan langsung masuk lagi ke dalam kamar. Sedangkan yang ku dengar adalah suara Ayah yang memanggil Arsya. Padahal mungkin saja Arsya sedang mandi.

Ting
Harka: Pagi cantik💟

Oh ayolah tidak bisakah seorang Harka melupakan ku? Masih saja berjuang untuk bisa dekat dengan ku. Padahal aku sudah menjelaskan kalau aku takut Ayah Bunda dan Arsya tau soal itu.

Pasalnya, Arsya orang yang sangat Posesif terhadapku. Ia benar benar akan mencari siapa saja orang yang berani dekat dengan ku. Aisss anak itu, sama seperti Ayah.

Pagi

Sarapan bareng?

No

Ketemu di kantin ya cantik

Hm

Tampan memang, siapa yang tak suka padanya? Tapi aku juga tak bisa banyak tingkah jika di sekolah. Kalau memang keluarga ku tak seperti ini, mungkin sudah sejak lama aku berani dekat dengan Harka.

Atau mungkin aku akan terlibat Backstreet dengannya nanti? Tapi bukankah Ayah dan Bunda tak melarang aku berteman dengan siapapun kan? Bisa saja aku menjadikan kedok Berteman untuk Pacaran.

***

"kalian berangkat sama Ayah ya.. Bunda harus berangkat sekarang" ucap Bunda yang setelahnya ia pamit dan langsung pergi.

Aku dan Arsya masih sibuk sarapan sedangkan Ayah saat ini sibuk merapikan pakaiannya. Dengan inisiatifku sendiri, aku membantu Ayah merapikan Lencana Lencananya dan terakhir merapikan Bintang di pundaknya.

Ayah menatapku lekat dan kemudian tersenyum kearahku. "Kakak memang mirip Bunda..."

"ekhem udah telat" ucap Arsya beranjak dari kursi dan mengambil sepatunya. Anak itu lagi..

Keluarga kami memang seperti itu. Pasti ada saja kecemburuan. Aku juga tentu cemburu saat Arsya sibuk dengan Bunda. Padahal biasanya dia sibuk padaku.

Bunda dan Ayah juga saling cemburu. Jika Ayah sibuk dengan ku pasti Bunda cemburu, begitu sebaliknya. Ya sudahlah, keluargaku indah:)

Arsya lebih dulu masuk mobil dan duduk di depan bersama Ajudan Ayah, sedangkan aku duduk di kursi tengah bersama Ayah. Mobil dinas Ayah ini selalu menjadi sorotan disekolahku.

Jodoh Dari AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang