Jadi?

324 30 3
                                    

Sampai saat ini aku masih bingung dengan perasaan ku. Jawaban apa yang akan aku berikan nanti? Sungguh lebih baik aku menghitung matematika daripada menjawab soal hati.

Seperti saat ini yang sedang aku lakukan ditempat yang sering kujadikan untuk Overthinking. Yap, Nyender di tiang Ring Basket sambil memainkan bola.

Sebenarnya tadi Aku dan Arsya sedang main bersama, hanya saja aku tak semangat karna harus memikirkan suatu hal yang baru pertama kali aku pikirkan.

"Kak.. Kenapa bengong terus?" ucap Arsya menghampiri ku.

"hah? N-ngga.. Gapapa" sahutku gugup.

"lagi ada masalah?"

"ga ada.. Cuma kangen Ayah" alibi ku.

"lah tumben"

Aku beranjak pergi meninggalkan Arsya. Melepas sepatu Basket ku dan masuk kedalam rumah dengan menenteng Sepatu.

Beruntung Bunda sedang masak. Aku sudah lapar lagi sekarang. Setelah menaruh Sepatu di rak dan mencuci tangan, aku duduk dimeja makan sambil menatap gelas berisi air putih yang tadi ku tuang.

"Kakak lapar?" tanya Bunda dari kejauhan. Aku hanya mengangguk sebagai jawaban.

Bunda mengambilkan makanan untuk ku dan membawakannya kehadapan ku. "kenapa bengong?" Tanya Bunda yang duduk disampingku.

Aku yang tersadar pun berusaha menetralkan kegugupan ku. "aduuhh Bun tadi pelajaran Seni Budaya susah buanget... Mana disuruh buat lukisan, makannya kakak bengong tuh lagi mikirin mau lukis apa" bohongku.

"kakak kan suka gambar.. Masa kehabisan ide" sahut Bunda sambil menyuapi ku makanan.

Aku menerima suapan itu dan mengunyahnya dengan lahap. "makannya itu Bund bingung mau gambar apa"

"Kapalnya Ayah aja"

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban. Dan sebenarnya ada rasa bersalah jika berbohong seperti ini, tapi aku tak bisa berbuat apa apa jika tak seperti ini.

*****

Semakin malam Aku semakin bingung jika nanti harus menjawab pertanyaan Harka dengan jawaban yang tidak mengecewakan dirinya. Jujur Aku menyukainya tapi dalam kondisi seperti ini Aku sangat bingung.

Saat yang lain berkumpul menunggu Ayah pulang, aku hanya diam termenung dikamar menatap kosong ke jendela luar. Oh ayolah situasi apa ini.

"Backstreet? tapi apa Harka mau kalo Backstreet? lagian dia kaya gapunya rasa takut mau pacarin anaknya Perwira" Monolog ku. "Jera"

Aku langsung mencari kontaknya dan langsung menelfonnya, meminta dia untuk datang kerumah dan memberikan ku banyak saran tentang situasiku saat ini.

15 menit Aku menunggu akhirnya Jera sampai dirumahku. ya, sangat cepat karna memang rumah kami berdekatan hehehe hanya berbeda komplek.

"Kak.. ada Zera" panggil Bunda saat aku masih dikamar.

aku bergegas membuka pintu dan tersenyum kearah Bunda langsung melenggang pergi dari hadapan Bunda.

Saat dibawah aku langsung menarik tangan Jera untuk ketaman belakang tapi ditahan oleh Bunda. pasti penasaran.

"gamau disini aja? kalian mau ngapain dibelakang?" tanya Bunda

"Aci ma-" hampir saja Jera keceplosan

"Jera mau curhat.. biasa anak alay" ucapku seraya mencubit tangan Jera dan tersenyum pada Bunda.

Bunda hanya menggeleng heran. Aku dan Jera langsung bergegas ke taman belakang yang jauh dari pintu dapur.

Setelah sampai ditaman kecil dibelakang rumah ku, Aku langsung duduk dibangku yang ada disana dan menatap Zera dengan tatapan serius.

"bantuin dong" ucapku dengan tatapan memohon

Zera menghembuskan nafasnya dalam lalu duduk di bangku sebelahku. "mau dibantu apa?" ucapnya dengan pandangan tenang.

"lo kan udah beberapa kali di tembak cowo, nah waktu ditembak itu lo jawab apa?" tanya ku serius pada Jera

Jera tampak berpikir sejenak dan dia mengangguk beberapa kali "tergantung perasaan gue lah.. Kalo gue punya rasa juga sama si cowo ya bakal gua terima dan itu sebaliknya"

"Harka nembak gue"

"hah?! Seriusan?!" syok nya Jera yang selama ini belum pernah mendengar kalau Aku ditembak cowo.

Aku hanya mengangguk sebagai jawaban "tenang Ci tenang.. Lo udah tanya Harka mau terang terangan atau Backstreet?"

Kali ini Aku menggeleng. "oke baik.. Lo harus tanya itu dulu baru bisa tau jawabannya, gue tau lo pasti ngerti omongan gue"

Aku menyalakan layar ponselku, menunjukan pukul 21.18 WIB. Belum jam 10 malam, lebih baik aku telfon Harka sekarang dan bertanya padanya mumpung ada Jera.

Aku menatap Jera dan ia mengangguk. Mengumpulkan keberanian dulu buat telfon dia, hingga akhirnya jari jempol ku menyentuh tanda telfon.

"malam cantik"

Baik.. Ga butuh waktu lama, si dia udah angkat telfonnya. Sangat menunggu jawaban sepertinya

"iya"

"belum jam 10 tapi udah telfon.. Emang keadaan disana udah aman?"

"kita Backstreet, ya?"

"kenapa ga terang terangan?"

"Ayah Bunda.."

"kalo itu bikin kamu mau sama aku. Aku gapapa and so? You wanna be mine?"

"I wanna be your mine, Harka"

"Love youu muahh"

"dih gatau malu.. Ada orang juga" sewot Jera mendengar perkataan Harka seperti tadi.

"oh ada si jomblo.. Ya maap atu. Ayang besok aku jemput ya"

"Iying bisik iki jimpit yi. Najis" ucap Jera lagi.

Aku hanya terkekeh mendengar Harka dan Jera saling saut sautan adu mulut.

"udah.. Udah jadian kan? Udah gue mau pulang.. Lo Harka, jangan sampe lo sakitin soib gue. Satu sekolah bakal musuhin lo!" ancam Jera

"iya Jera iya udah ih.. Kasian cowo gue" ucap ku melerai perkelahian itu.

"lo kalo kenapa napa bilang gue.. Biar gue hajar dia" sahut Jera lalu meninggalkan ku ditaman dan pergi pamitan untuk pulang.

Saat ini perasaanku sudah lumayan lega karna sudah bisa menjawab pertanyaan Harka tadi siang.

"By?"

"yes, boo?"

"aaaa kiyuttt"

"alay"

"besok mau dijemput dimana, Ratu?"

"Besok Aku kabarin ya Raja"

"Kakak masuk.. Ayah udah pulang" panggil Bunda yang membuat ku panik dan langsung mematikan telfon.

Tapi aku juga mengirim pesan pada Harka soal langsung mematikan telfon tadi. Untungnya dia cukup pengertian dengan keadaan ku saat ini.

Harka, Idaman banyak wanita yang jatuh hati pada Arsyila. Hehehe


Jodoh Dari AyahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang