Pritttttt prittttt
Yap, pluit rutin tiap pagi. Aku membuka mataku perlahan dan mengumpulkan nyawaku.
Semalam tidurku sangat nyenyak karna ditemani Harka walaupun sebentar. Bahkan tubuhku sudah terasa lebih baik dari kemarin.
Aku melihat piring dan gelas sisa semalam masih diatas mejaku. Harka tak membawanya ke dapur rupanya. Aku beranjak dan pergi mandi untuk kemudian sholat subuh.
"Tumben pusing..." Gumam ku selesai mandi
Aku menatap pantulan cermin, wajahku masih pucat walau kurasa aku baik baik saja.
"Poles dikit deh biar ga keliatan pucet"
Oke mungkin nanti aku akan memolesnya setelah sholat subuh.
"Kakak udah bangun?" Panggil ayah dari luar kamar
"Sudah ayah" sahutku membuka pintu dan memberikan morning kiss rutin pada ayah
"Gimana badannya? Enakan?" Tanya ayah
Aku mengangguk menjawabnya "sholat subuh dulu ya ayah"
"Okee princess" ayah pergi meninggalkan kamarku dan berjalan menghampiri kamar Arsya.
Aku kembali masuk kedalam kamar dan bersiap untuk sholat subuh.
Selesai sholat, aku memakai seragam ku rapi dn bersiap. Tak lupa aku juga sedikit memoles wajahku agar tak pucat.
"Kak piring yang semalem udah ditaro dapur?" Tanya Arsya yang tiba tiba masuk kamarku
"Oh belum.. itu di meja.. tolong ya bang" Arsya mengambil piring dan gelas itu membawanya kedapur. Sedangkan aku masih sibuk memoles tipis.
Setelah selesai aku pun menyusul untuk sarapan pagi bersama. Dengan masakan bunda yang selalu enak.
"Kakak udah enakan badannya? Mau minum obat ga?" Tanya Bunda yang melihatku datang
Aku duduk di samping Arsya dan menyiapkan piring ku "gausah bunda udah enakan.. cuma kecapekan ko kakak"
***
"Cii!" Panggil Jera yang baru datang juga "hai Arsya" sapa nya pada Arsya
"Duluan ya kak mau ke ruang rapat dulu" pamit Arsya
"Iya sana" sahutku
Aku berjalan beriringan dengan Jera. Dengan tubuhku yang entah seperti apa rasanya.
"Baik baik aja kan Ci?" Tanya Jera sambil memegang kening ku "ga panas kok"
"Gatau gue lemes banget... Tadi pagi juga gue pucet trus gue poles dikit" jelasku
"Halo ayang" sapa Harka menghampiriku "ini kuncinya" Harka menyodorkan kunci kamarku yang ia bawa semalam
"Kok?" Tanya Jera heran
Aku melirik Jera "maling dia masuk kamar gue semalem"
"Lah ko bisa sih?" Jera makin terheran dengan ini.
"Gausah tau lo.. ayang gimana? Lebih baik?"
Aku mengangguk pelan "lebih baik sedikit"
"Aku tinggal keruang rapat gapapa ya?"
"Iyaudah sono tinggal... Jagain cowo gue" sahut Jera menarikku meninggalkan Harka
Sampai di dalam kelas pun Jera masih menanyakan kenapa Harka bisa masuk kedalam kamarku semalam.
Jadi tadi narik narik karna mau di ceritain. Okelah aku siap mendongeng pagi ini.
Setelah bercerita panjang lebar, Jera hanya menatapku seperti aneh. Yaudah sih namanya juga first time pacaran kan.
"Lo ngerasa pusing ga sih Je?" Tanyaku ketika merasakan melihat sekitar seperti berbayang
"Kayanya lo sakit beneran deh Ci"
"Ngga ah.. dibilang gue kecapekan doang"
***
"Sore nanti abang pulang telat lagi kak.. mau susun properti di lapangan" ucap Arsya yang baru datang membawa senampan makanan kami
"Kalo gitu pulang sama gue lagi aja Ci" tawar Jera
"Nebeng lo mulu ni gue" sahutku
"Yaudah sih gapapa"
"Makasih ya" ucap Arsya yang tiba tiba dengan senyuman terrrrrmanisnya.
Zera menatap Arsya dengan menahan salting. Zera mengangguk pada Arsya dan juga memberikan senyuman terbaiknya.
Setelah menghabiskan makanannya, Arsya berpamitan untuk pergi keruangan raptnya. Saat itu juga Jera benar benar meluapkan saltingnya padaku.
"Emang boleh semanis itu Sya... Bisa gila gue Ci gara gara adek lo" ucapnya yang benar benar salting
Aku hanya menatapnya heran dan membiarkan Jera terus terusan salting.
"Perasaan adek gue ga ngapa ngapain" timpalku yang masih menikmati makananku
"Gemes dia tuu ih.."
"Gemes? Dari mana nya yaampun.. mual gue dih" aku meliriknya heran dengan pengakuannya
Kok iso ada yang menyatakan si kulkas itu gemes. Dih apaan orang nyebelin gitu.
"Cuma gue yang bisa merasakan" sahutnya yang masih membangga banggakan Arsya
Aku beranjak bergegas pergi meninggalkannya yang seperti orang gila itu.
"Nurut sama yang lagi kasmaran aja gue.."
"Jangan tinggalin gue Aciiii!" Seru nya mengejarku
Jera menarik tanganku dan menggandengnya. Ia masih sama. Senyum senyum selayaknya orang gila.
Hei, pasien rumah sakit mana ini? Tolong petugas jemput dia disini, sepertinya ia kabur dari tahanan rumah sakit jiwa. Huh.
"Ayang" sapa pacarku menghampiri
Harka juga ikut menatap Jera dengan tatapan aneh "sia kunaon?" Tanya Harka dengan bahasa sunda
"Eta kabogoh aing" sahut Jera
"Abis di senyumin Arsya dia.." timpalku sedikit terkekeh
Harka tertawa melihat tingkah salting Jera yang yaa seperti pasien hilang yang kaur dari sel tahanan rumah sakit jiwa.
"Kenapa si.. lagi bahagia juga gue!" Sewotnya
"Kelewat bahagia ini" sahutku
Harka makin terkekeh dengan hal ini "pacarin lah.. berani nyatain duluan gih"
"Cih. Ga se murah itu ya gue" sahut Jera makin sewot
"Ka!" Panggil Arsya dari kejauhan
Harka menoleh mencari Arsya "oi?"
"Gue perlu bantuan di ruangan"
"Siap meluncur"
****
"Kamu mau duduk mana besok?" Tanya Harka yang sedang membantu menyusun kursi dan meja
Yap, sepulang sekolah ini Jera memintaku untuk pulang lebih lambat dan menemaninya nonton panitia panitia menyusun kursi meja untuk acara penyambutan DRP besok.
"Aku sama Jera mau di tengah" ucapku
"Oke bareng anak anak paskib ya"
"Weee weee roboh heh" heboh Harka melihat susunan kursi bagian depan roboh karna tak sengaja tersenggol temannya
"Kesana bentar ya cantik" Harka menghampirinya dengan tawaan yang cukup keras
"Kan bisa tolongin dulu baru ketawa" monolog ku yang juga ikut tertawa
Sementara aku disini sendiri, Jera malah asyik berdua dengan Arsya membantu menyusun tali hiasan yang akan di pasang melintang.
Tak ada yang ku kerjakan, hanya memperhatikan orang orang yang sibuk sana sini dan memperhatikan Arsya bersama dengan Jera yang penuh tawa.
Apa mungkin Arsya juga memiliki perasaan yang sama dengan Jera? Dan foto yang kemarin ku lihat di kotak miliknya itu adalah foto Jera? Jika benar, Jera pasti beneran masuk rumah sakit jiwa karna salting brutal hahahaha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Dari Ayah
Random"ada dua pilihan untuk Kakak tentang siapa yang Kakak pilih untuk jadi pendamping Kakak seumur hidup.. Ayah percaya pilihan Kakak adalah pilihan terbaik" ucap Adi yang masih mengelus kepala Putrinya itu Putrinya itu bingung. Dia takut salah pilih da...