Ruang makan mewah itu hening sejak kedatangan pria yang mengaku ayah dari ketiga remaja laki-laki itu. Lucion yang bahkan sering menyalak bahkan sekarang sekedar bicara dengan normal saja ia tidak bisa, seolah kata-katanya hanya sampai tenggorokan.
Noah yang selalu berisik ingin melihat ayahnya sekarang merasakan punggungnya bergidik ngeri.
"Selamat malam, Ayah." Ucapan dari Arthur membuat semua fokus mengarah padanya. Tak'kala Arthur meneteskan airmata saat mengucapkan kata Ayah.
"Maaf aku agak emosional. Apa aku membuat kesalahan, Neta?" Tanya Arthur pada Neta dibelakangnya.
Neta menggeleng lembut dan mengeluarkan sapu tangan membersihkan aitmata sang tuan mudanya."Bukan hanya rupa, sifatmu sangat mirip dengannya," Ujar Asgar. Ketiga remaja itu langsung menatap sang ayah dengan pandangan bingung, siapa yang dimaksud? Apa itu ibu mereka?
"Apa? Silahkan makan," Ucap Asgar acuh tak acuh. Mereka semua mulai makan dalam hening tanpa ada yang ingin bertanya. Kata-kata mereka hanya sampai tenggorokan tanpa berniat keluar
"Ini terasa aneh kalian tahu?" Lucion membuka suara sambil memotong daging miliknya. "Aneh apa?," Tanya Arthur polos, dia benar-benar tidak tahu apa yang dimaksud aneh oleh Lucion.
"Oh serius! , apa hanya aku yang waras disini?" Keluh Lucion menghentikan makan malamnya.
"Bisakah kau diam? Aku tidak melihat ada yang aneh selain kau yang menghentkan acara makan malamku?" Sahut Noah tak acuh menghentikan makan malamnya dengan kesal
"Oi bocah, kau ingin mengajak berkelahi kah?!" Geram Lucion.
Arthur hanya bisa memandang bolak-balik pada kakak dan adiknya yang tampaknya akan berkelahi sebentar lagi."Kau pikir aku takut?!" Tantang Noah
"Woah bocah ini!" Geram Lucion
"Apa? Apa? Ayo sini!" Serang Noah
"Bocah aneh!"
"Berandal sinting!"
"Oh ayolah kakak, Noah jangan berkelahi di depan makanan," Tegur Arthur coba memisahkan kedua saudaranya.
"Pfft." Asgar tertawa kecil melihat meja makan yang dulu sunyi kini ribut oleh pertengakaran para anaknya.
"Ayah!."
"Hoi!."
"Oh, ada apa?" Tanya Asgar saat melihat seluruh perhatian terarah padanya.
"Kenapa ayah tertawa? Harusnya ayah hukum saja putra tertuamu," Decak Noah kesal
"Waah lihat bocah ini, seharusnya kau yang di hukum sebab tidak sopan pada aku, kakakmu!" Sembur Lucion
"Oh ayolah, bisakah kalian berhenti saja? Aku hanya ingin makan malam keluarga yang manis," Lirih Arthur
"Dia duluan / bocah ini duluan!" Seru Lucion dan Noah bersama.
Arthur mengerjab lucu saat melihat kakak dan adiknya kompak, "Kalian bisa kompak, benarkan ayah?" Celetuk Arthur, ia menoleh pada Asgar yang juga mengangguk setuju.
Seolah melupakan pertanyaan paling penting, mengapa ayah mereka baru menemui mereka? Apa yang terjadi pada ibu mereka? Dan apa benar di dunia ini ada sihir? . Mereka semua bercakap-cakap seolah benar-benar saling merindukan.
"Lucion apa kau ingat, saat kau kecil kau sering berlari dan bersembunyi dibawah meja makan membuat ibu kalian kebingungan," Ujar Asgar menerawang jauh mengingat kebersamaan mereka
"A-aku tidak terlalu ingat, aku hanya mengingat wanita berambut pirang memelukku erat, menciumiku, dan berkata bahwa dia mencintaiku." Tanpa sadar meja makan kembali hening kala Lucion yang tadi banyak bertingkah meneteskan airmata.
"Hm, ingatanmu cukup bagus," Puji Asgar lembut. Hanya di depan para putranya saja Asgar yang dikenal beku mencair, "Aku juga mengingat wanita berambut pirang selalu berkata bahwa aku adalah duplikat dirinya, a-apa itu ibu?" Tanya Arthur yang juga ikut menggali ingatannya yang ia pikir sudah ia lupakan.
"Kenapa kalian punya ingatan tentang ibu? Mengapa aku tidak?" Pertanyaan Noah membuat tangisan Lucion terhenti, netra Arthur membulat, dan Asgar menoleh pada anak bungsunya.
"A-apa pertanyaanku salah?" Tanya Noah sebab seluruh atensi mengarah padanya. "Apa kau benar-benar ingin mendengarnya Naoh?" Tanya Asgar memastikan. Noah mengangguk mantap, kedua kakaknya juga ikut mendengarkan.
"Sebab setelah kau lahir, ibu kalian... istriku tiada," Terang Asgar dengan nada lirih di akhir kata.
Jantung Noah berdegub cepat mendengar kata sang ayah, Lucion bahkan tidak bisa berkata-kata lagi ia hanya membatu, Dan Arthur hanya bisa terdiam kala sepintas ingatan muncul dikepalanya; Teriakan, kekacauan, kesedihan, pengorbanan, dan wanita bersurai serupa miliknya muncul.Noah berdiri secara tiba-tiba dari kursinya, melangkah pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun,
"Noah!" Teriak Arthur saat tahu adiknya pergi menjauh dari ruang makan diikuti dengan Vain."Ayah! Hentikan Noah!" Teriak Arthur.
Makan malam yang semula terisi canda tawa dan rindu berganti dengan suasana sedih dan hening."Aku belum selesai bicara. Arthur duduk dan Lucion dengarkan," Perintah Asgar dingin. Arthur duduk kembali dan Lucion memperhatikan setiap kata yang akan keluar dari sang ayah
"Memang benar setelah Noah lahir ibu kalian tiada, tapi itu bukan karna kelahiran Noah. Itu semua akibat penyerbuan iblis saat ibu kalian melahirkan Noah, ibu kalian mengorbankan nyawa agar kalian semua selamat. Ibu kalian menyegel ingatan kalian semua atas tragedi itu, membuat kalian hanya samar mengingat tragedi itu. Aku yang saat itu sudah mati-matian bertarung bersama ibu kalian hanya bisa membawa kalian semua menyebrang dimensi lain... meninggalkan ibu kalian bertarung melawan iblis," Jelas Asgar
Lucion dan Arthur hanya bisa membatu saat potongan-potongan ingatan menyatu membuat mereka kembali mengingat tragedi penyerangan iblis itu.
"Apa kalian sudah mengerti?" Tanya Asgar lembut. Lucion dan Arthur hanya bisa mengangguk dengan mata yang mulai mencetak anak sungai.
"Kalian kembalilah, tata perasaan kalian kembali. Jika ada yang ingin kalian tanyakan datang saja ke ruangan ku," Kata Asgar pada para putranya yang nampak sangat kaget dan sedih.
Mereka berdua berdiri kemudian pergi menjauh bersama para pelayan pribadi mereka, "Masih banyak rahasia yang tidak mereka ketahui. Tampaknya anda masih belum bisa menceritakan semuanya." Suara Phill yang datang entah darimana membuat Asgar mendengus jengkel.
"Mereka masih belum siap," Tegas Asgar. Phill tersenyum pada tuannya, ia tahu betul orang seperti apa Asgar.
"Anda benar Tuan."
•••
(Bersambung)
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Papa Is A Grand Duke!
FantasyAwalnya Lucion hanya mengabaikan setiap kali burung serupa gagak tapi lebih besar dari gagak itu sering mengikutinya. Lucion mungkin sampai akhir hanya akan mengabaikannya, sebelum burung gagak besar itu berubah menjadi pemuda tampan Dan membungkuk...