Sudah sebulan berlalu sejak kedatangan Lauren. Gosip-gosip juga kian marak dibicarakan oleh para bangsawan dan para rakyat. Namun, seolah bungkam. Keluarga Traxeus masih enggan untuk memperlihatkan sang nyonya dalam pergaulan kelas atas.
Salahkan Asgar dan para putranya yang masih melarang Lauren untuk keluar rumah. Mereka mengatakan bahwa tubuh ibunya masih lemah, padahal sebenarnya mereka hanya tidak ingin ibu mereka sibuk. Haha, mereka masih rindu.
Noah sudah kembali ke akademi sejak seminggu yang lalu, tentu saja dengan paksaan. Seminggu yang lalu dia membuat keributan karena tidak ingin kembali ke akademi dengan kedok masih rindu dengan sang ibu, namun dengan bujuk rayu yang Lauren berikan akhirnya dia mau pergi.
Lauren sendiri lebih sering menghabiskan waktu dengan Arthur dan Clarissa. Lucion sibuk dengan kelas penerusnya dan mulai jarang bermain dengannya, apalagi Asgar yang nampak sibuk sebagai kepala keluarga. Padahal Lauren ingin keluar dan bertemu banyak orang. Untunglah, suaminya berjanji untuk membawanya nanti saat ulang tahun pangeran mahkota beberapa bulan lagi.
Lauren berjalan mengelilingi kastil Traxeus yang nampak indah di sore hari. Biasanya jika saat seperti ini Lucion masih sibuk dengan kelas penerusnya dan akan selesai dimalam hari, sedangkan Arthur masih senantiasa berada di dalam rumah kaca sambil membaca buku, ah masih ada lagi. Clarissa, gadis cantik dengan surai biru muda, kebiasaanya hanya ada di dalam kamar atau berjalan-jalan di taman.
Langkah Lauren berhenti saat jarak pandangnya menangkap sosok gadis yang beberapa hari ini selalu menemaninya. Lauren berjalan mendekat namun berhenti tidak jauh setelah itu.
Beberapa saat memperhatikan Clarissa membuat Lauren tidak sadar bahwa sang gadis sudah mulai berjalan pergi. Lauren hanya menatap punggung kecil Clarissa yang semakin menjauh,
"Kenapa dia menangis?"
•••
Clarissa memasuki kamarnya. Diperhatikannya dengan seksama ruangan megah itu, jiks dipikir. Dulu ia tidak akan berani bermimpi bisa hidup dikamar semewah dan sebesar ini. Jangankan memilikinya, bermimpi saja rasanya mustahil.
Clarissa berjalan pelan menuju kearah balkon kamar. Diperhatikannya matahari yang perlahan-lahan mulai tenggelam dan digantikan dengan sinar bulan yang indah.
Clarissa memikirkan lagi, jika mundur beberapa saat diingatannya sosok Arthur dan Noah kerap kali muncul untuk menghinanya, atau kenangan manis saat ia dan Lucion bersama, dan kenangan buruk saat para pelayan menindasnya.
Clarissa tidak tahu harus heran atau senang, sudah berapa kali ia meminta kepada bahwa ia akan pergi dan kembali ke rumahnya. Namun seakan tuli, Lucion mengabaikan dan tidak menggubris permintaannya.
"Rissa!"
Clarissa berbalik saat seseorang memanggil nama kecilnya. Orang yang tahu namanya hanya satu dan itu, "Tuan muda Lucion." Clarissa membungkuk hormat saat Lucion sudah didepannya.
Bruk!
Tanpa basa-basi Lucion langsung saja memeluk tubuh ramping Clarissa membuat sang empu tersentak sebelum tersenyum sambari membelai rambut hitam Lucion yang ada dipundaknya. Sebenarnya ini bukan yang pertama kalinya, seringkali Lucion datang ke ke kamarnya dan menggenggam tangannya hingga pagi, atau tiba-tiba datang dan menatapnya saat tidur, atau kadang datang kemudian memeluk dan menangis seperti anak kecil saat bersamanya.
Menurut Clarissa, Lucion mirip anak kecil yang haus akan kasih sayang dan mungkin Lucion menganggapnys sebagai pelampiasan. Clarissa membelai pucuk kepala Lucion, "Tidak apa-apa."
Lucion masih diposisinya, "Rissa. Keluarga kerajaan memberikan ku tugaas...," keluhnya.
Clarissa mengangguk, senang tiasa mendengar keluhan pamuda dipelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Papa Is A Grand Duke!
FantasyAwalnya Lucion hanya mengabaikan setiap kali burung serupa gagak tapi lebih besar dari gagak itu sering mengikutinya. Lucion mungkin sampai akhir hanya akan mengabaikannya, sebelum burung gagak besar itu berubah menjadi pemuda tampan Dan membungkuk...