Setelah menghanyutkan lenteranya Lucion berjalan kesebuah bar didekat pusat ibukota. Toh umurnya sudah legal. Saat masuk banyak yang meliriknya karna pakaiannya, dia meminta pada pemilik restoran untuk diberikan tempat sendiri diatas.
Lucion diantar ke lantai VIP. Sesampainya Lucion berkata untuk memesan alkohol dan makanan. Dia masuk kedalam ruangan kemudian duduk dikursi yang ada dibalkon dimana dia bisa melihat satu persatu orang-orang mulai kembali kerumahnya.
Dia juga melihat Putri Retta dan Pangeran Hitch pulang dengan wajah senang, "Apa tadi seharusnya kuajak arthur, ya?" Monolognya. Dia kembali melihat-lihat disana. Bulan mulai bersinar terang, dan sepertinya jam sudah akan mencapai pukul 12 malam.
"Permisi tuan, ini pesanan anda." Pelayan itu menaruh pesanan Lucion dan langsung undur diri. Setelah pelayan itu pergi kini hanya tinggal Lucion seorang diri.
Dia melirik gelas dengan alkohol berwarna merah itu sejenak sebelum berbalik lagi keluar, "Apa sih yang kulakukan? Menjengkelkan." Dia mengambil gelas itu dan meminum isinya dengan kasar.
"Wah, tuan anda minum dengan kasar sekali."
Lucion membelakkan matanya, ia langsung mengeluarkan pedangnya dan menghunusnya kearah orang yang baru saja bersuara. 'Aku tidak merasakan kehadirannya!'
"Jika bermain dengan pedang akan berbahaya." Orang itu memegang ujung pedang milik Licion dengan santai.
"Siapa kau?" Tanya Lucion dingin. Orang itu membuka tudung jubahnya dan memperlihatkan wajah seorang gadis cantik dengan rambut hijau panjang dan netra kuning keemasan, gadis itu menyeringai senang, "Nama saya Naviera!" Katanya dengan nada riang.
"Tidak! Bukan itu yang kutanyakan," ujar Lucion kesal. Gadis bernama Naviera itu memiringkan kepalanya, "Anda tadi bertanya saya siapa, kan?" Kata gadis itu memastikan.
Lucion ingin langsung menebas perempuan didepannya seketika, "Kau membuat kepalaku tambah pusing. Kau ini orang gila ya?" Hina Lucion tanpa ampun. Dia menarik kembali pedangnya, dan duduk sambil mengabaikan gadis itu.
Tanpa disuruh dan entah terkesan tak tahu malu, Naviera langsung duduk dikursi di hadapan Lucion. Lucion sudah lelah jika harus mengusirnya lagi.
"Anda tidak akan makan cemilannya bukan?" Tatapan gadis itu penuh harap menatap banyak cemilan yang ada dimeja, "Makan saja," kata Lucion jengah. Ingin rasanya Lucion mengatai gadis itu tak tahu malu, tapi baju dan perhiasan ditubuhnya menegaskan gadis itu bukan rakyat biasa.
Lucion meminum minumannya sambil memperhatikan gadis dihadapannya, satu yang Lucion tahu.
100% tidak tahu malu!
Lucion menghela nafas, ia melihat suasana ibukota yang mulai sepi sebab tidak ada lagi orang lalu lalang. Tatapannya terkunci pada air mancur yang ada dipusat kota, "Air mancur itu akan meledak sebentar lagi."
"Kau mengingau? Apa katamu yang akan meledak?" Tanya Lucion dengan tatapan meremehkan.
"Saya serius kok, tepat pukul 12 malam saat jam ibukota berdentang nyaring bersama dengan itu air mancur akan meledak," kata gadis itu santai. Ia kembali memakan cemilan tanpa mempedulikan Lucion.
Entah mengapa Licion memikirkan kata-kata Naviera, dia melihat jam yang ada didalam ruangan. Tiga menit lagi sebelum pukul 12 tepat. 'Mungkin saja gadis ini punya penyakit gangguan mental yang lepas dari pengawasan,' Lucion mengangguk memperkuat sugesti yang dia lakukan pada diri sendiri.
"Anda sungguhan tidak percaya? Lihat disana, anak yang ada disana akan mati karna ledakan itu," Ucap gadis itu santai. Kini Lucion menoleh kearah anak kecil yang ada didekat air mancur itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Papa Is A Grand Duke!
FantasyAwalnya Lucion hanya mengabaikan setiap kali burung serupa gagak tapi lebih besar dari gagak itu sering mengikutinya. Lucion mungkin sampai akhir hanya akan mengabaikannya, sebelum burung gagak besar itu berubah menjadi pemuda tampan Dan membungkuk...