Desa Heris bagai desa mati, memang ada beberapa yang selamat namun, wajah mereka pucat, kurus, dan bau. Lunius memerintahkan beberapa pendeta untuk mengurus mereka yang selamat, sungguh hatinya pedih melihat orang-orang tak berdosa menjadi tumbal.
"Ini hanya firasatku, tapi sepertinya kita sudah terlambat," Retta berkata begitu sambil terus melihat sekeliling, "A-apa yang sebenarnya para warlock bajingan itu lakukan?!" Lunius mengeram marah, dia mengepalkan tangannya kuat.
Ian berjalan paling depan bersama pangeran Hitch. Melihat situasi yang sangat buruk ini Arthur mempercepat langkah menyusul kakaknya yang berada di depan, "Apa kakak pikir masih ada orang hidup disini?" Arthur melihat orang-orang yang tergeletak dijalanan, mereka bernapas hanya saja seakan tak mempunyai jiwa.
Lucion diam-diam setuju, memang walau penduduk desa sudah di evakuasi oleh pendeta dan kesatria kuil mereka hanya bagai mayat hidup, tidak merespon apa pun, "Jangan berpikir aneh, fokus saja mencari penduduk yang bisa diselamatkan dan tempat dimana para warlock ini melakukan ritual." Lucion melangkah cepat mengabaikan hatinya yang gusar.
"Menyelamatkan? Itupun kalau ada yang bisa diselamatkan."
Semakin berjalan masuk ke dalam desa semakin gusar perasaan mereka, apalagi mereka yang mempunyai kekuatan suci, semakin lama kekuatan mereka seakan terserap padahal mereka hanya berjalan-jalan saja sejak tadi.
Hitch mulai merasa ada yang tidak beres, "SEMUA BERHENTI!" Kaget, mereka semua langsung berhenti dan saling menatap, "Sejak awal aku sudah merasakan firasat aneh, namun ku abaikan karna kupikir tidak masalah. Tapi, sejak kapan ada kabut?!"
Kompak semuanya melihat sekeliling, kabut perlahan-lahan mulai menebal mempersempit jarak pandang mereka, serentak semua prajurit langsung membentuk lingkaran dan melindungi Tuan mereka.
"Bukan hanya kabut yang aneh, tapi para prajurit kita kenapa berkurang?! Aku tau kalau soal pendeta, tapi prajurit?" Semua mulai melihat para prajurit yang memang berkurang drastis.
Putri Retta merapal mantra, benang-benang emas mulai muncul dan merambat ke segala arah, semuanya diam memperhatikan, salah satu kekuatan putri Retta yaitu mencari energi kehidupan melalui benang emas miliknya.
"T..tidak mung-mungkin!" Putri Retta menjerit, peluh membasahi dahinya, "Apa yang anda lihat?" Ian bertanya dengan khawatir, tentu itu bukan kabar baik.
"Aku tidak menemukan tanda-tanda kehidupan, bahkan sepertinya prajurit yang mengelilingi kita ini bukanlah manusia," putri Retta berbisik pelan.
Lucion mengeluarkan pedangnya, "Apa sejak awal kita sudah terperangkap? Sialan, trik apa yang dilakukannya sampai tidak ada yang sadar diantara kita?!"
Para prajurit yang tadi membelakangi mereka sekarang perlahan menghadap kearah mereka. Lunius langsung tahu dengan sekali lihat, orang-orang itu bukan lagi manusia.
Wajah mereka mempunyai retakan dengan mata menghitam semua.
Lunius mengeluarkan pedangnya, "Sialan, aku baru pertama kali melihat yang seperti ini."
Putri Retta juga mengeluarkan senjatanya, "Ini menjijikan."
"Jadi tidak ada pilihan selain bertarung." Pangeran Hitch mengeluarkan tongkat sihirnya.
"Ini tujuan utama kita bukan?" Ian mengeluarkan dua pedangnya.
Semuanya sudah siap bertarung namun, Arthur kelihatan memikirkan sesuatu saking seriusnya wajah tenangnya sudah tidak kelihatan.
Arthur berpikir keras, bagaimana bisa mereka terjebak tanpa ada yang sadar, bahkan dirinya sendiri. Lunius bukanlah seorang paus yang lemah, kekuatannya bahkan dikategorikan luar biasa, dan mereka semua jelas adalah para elite yang punya kemampuan yang tak kalah kuatnya. Kemudian yang paling membingungkan adalah.
'Jika ini sihir ilusi aku dan kakak seharusnya menyadarinya, berarti ini bukan sihir ilusi..... Apa jangan-jangan!'
"Sebaiknya kalian hentikan apapun yang ingin kalian lakukan."
Semua kompak menoleh pada Arthur, "Apa maksud mu Arthur?" Tanya Lucion bingung.
Arthur tersenyum, "Tidak usah membuang tenaga, toh trik kecil macam ini sangat mudah di buka."
Arthur berjalan ke depan, "Ini bukan sihir ilusi, melainkan kita sudah terjebak dalam dimensi lain, tapi tenang saja." Arthur memejamkan mata, hingga semua orang dibuat terkejut lantaran ada sebuah retakan kecil di langit yang semakin beras dan bunyi pecah terdengar.
Spontan semuanya menutup mata, saat membuka mata sekeliling mereka menjadi normal, tidak ada kabut lagi dan para pengawal yang tadi menghilang sekarang sudah tergelak tidak sadarkan diri, "Apa yang terjadi?! Kenapa mereka ini?!" Putri Retta panik, cobanya dicek salah satu nadi dari salah seorang pengawal, "Tidak berdetak, dia sudah meninggal."
Semua hening, pikiran mereka bertanya satu hal, siapa yang membunuh pengawal sekuat mereka?
"Waah, seharusnya kalian tidak datang sekarang ini. Yah tidak diragukan lagi sih, Tuan muda Arthur memang hebat, anda berhasil mengeluarkan semuanya."
Semua menoleh, ada seorang pemuda yang seumuran Noah disana, menggunakan setelan baju hitam, disekelilingnya banyak orang-orang berjubah hitam menutupi wajah.
Tanpa banyak bicara, Lucion melesat maju dengan pedangnya ditebasnya setiap kepala yang menghadang dirinya mencapai pemuda itu.
Trash!
Trash!
Kepala terakhir sudah terpisah, Lucion dengan pedang berlumuran darah diam karna ada yang aneh, orang-orang yang ditebasnya kembali berdiri seolah luka mereka tidak menghambat sama sekali, "Wah, wah, wah... Jika leherku yang kena mungkin tidak bisa di satukan lagi nih," celetuk pemuda asing itu.
"Mahkluk apa mereka itu? Dan siapa kau sebenarnya?!" gertak Pangeran Hitch marah.
Pemuda itu memasang tampang polos, "Mereka adalah orang-orang yang sudah menjual dirinya pada sihir hitam, dan sudah mengikat perjanjian dengan ku, jadi fisik dan jiwanya adalah milikku. Contoh kecilnya begini, mereka tidak akan pernah bisa mati jika aku tidak mengijinkannnya." Begitulah jawaban dari pemuda aneh itu.
Semuanya memandang ngeri, orang-orang itu padahal sudah ada yang kepalanya hampir terpisah tapi tetap berdiri, "Dan aku? Namaku Raphael, aku adalah warlock!" Seru Raphael tertawa girang. Semuanya punya pikiran yang sama, anak di depan mereka sudah gila!
"Biar aku saja yang melawan orang sinting ini, kak." Arthur maju, sebuah belati sudah ada ditangan yang tentu dikenal mereka semua dengan baik, Belati kembar milik kaisar pertama.
"Darimana kau mendapatkan iti?!" Tanya Putri Retta kaget.
"Sebaiknya kalian pergi saja, nanti akan saya jelaskan." Arthur berkata dengan senyum tabah dan wajah tenang.
Mereka semua saling pandang dan kemudian langsung melesat pergi, Lucion yang terakhir, dia menepuk pundak Arthur, "Jangan di bunuh." Arthur mengangguk, dan setelah memastikan Lucion sudah pergi dia menghadap Raphael, "Nah, aku akan membiarkan mu hidup, tapi lebih memilih mati."
"Coba saja kalau kau bisa, Tuan muda Arthur. Aku ingin mencicipi darah Traxeus, pasti enak sekali." Lidah Raphael menjulur dan menjilati bibirnya sendiri, dia melihat Arthur bagai hidangan special.
Senyum Arthur tidak ada lagi, sekelilingnya menjadi dingin dengan aura emas mengelilingi, ekspresinya sama dengan ayahnya, "Mahkluk menjijikan."
(bersambung)
Maaf pendek atau ngegantung ya🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Papa Is A Grand Duke!
FantasíaAwalnya Lucion hanya mengabaikan setiap kali burung serupa gagak tapi lebih besar dari gagak itu sering mengikutinya. Lucion mungkin sampai akhir hanya akan mengabaikannya, sebelum burung gagak besar itu berubah menjadi pemuda tampan Dan membungkuk...