Chapter 27

1.3K 231 8
                                    

Lucion memandang hologram sihir yang sejak tadi menampilkan Noah, yah kalian benar semuanya berjalan sesuai rencana: Noah yang harus ke akademi sekuat apapun dia menolak. Akhirnya dengan penuh perjuangan Lucion dan Asgar berhasil membuat Noah pergi ke Akademi sejak sebulan lalu.

Arthur sudah tak sadarkan diri selama sebulan, alam bawah sadar dan alam nyata memang waktunya berbeda jadi jangan heran ya.

"Kakak! Ayo pergi ke ruangan kak Arthur. Mungkin saja dia sudah sadar sekarang."

Lucion memijit kepalanya, ia pening sekali sejak tadi menghadapi rengekan Noah yang ingin pergi ke kamar Arthur.

"Bisakah kau diam Noah? Aku malas untuk bertengkar sekarang ini," keluhnya.
Sebenarnya Lucion sudah sangat lelah sekarang. Langit mulai samar-samar menampilkan rona jingga, yang artinya sebentar lagi akan malam.

Kalian bingung kenapa Lucion kelihatan lelah sekali? Itu karena Lucion harus mengikuti kelas penerus keluarga sejak 6 bulan lalu, itulah mengapa seriap kali terlihat ia selalu menampilkan gurat lelah. Sebenarnya Lucion ogah untuk jadi penerus keluarga, tapi ia sadar bahwa sebagai putra dan kakak tertua itulah tugasnya. Lagipula, ia tidak mau jika kedua adiknya dihadapkan oleh para bangsawan kotor itu.

"Aku tidak mengajak bertengkar! Aku mau bertemu kak Arthur!"

Lucion menghembuskan napas kasar saat melihat adik bungsunya mulai menampilkan ekspresi menahan tangis. Lucion juga rindu pada Arthur yang sudah sebulan ini tertidur dan belum sadar, bahkan kepribadian keduanya tidak muncul. "Jangan menangis, jika kau menangis aku akan menyuruh orang menjemputmu. Biar sekalian saja kau tak usah masuk akademi."

Noah tersentak, ia menahan tangisnya yang akan keluar, "Aku tidak menangis!"

Lucion tersenyum sejenak lalu mulai melangkahkan kakinya menuju ruangan Arthur. Diperjalanan mereka bertemu dengan Asgar yang juga ingin pergi mengunjungi Arthur, mungkin inilah keseharian mereka sejak sebulan ini.

Asgar membuka kamar Arthur perlahan.

Pupil ketiga orang itu bergetar saat melihat orang yang selama ini mereka kira tak akan terbangun lagi ada disana, duduk sembari menatap lemah kearah mereka.

Lucion berjalan satu langkah, dua langkah kemudian berlari dan memeluk tubuh Arthur, "K-kau bangun? I-ini b-bukan ilusi kan?" Terbata-bata ia mengatakan kalimat itu.

Arthur tersenyum lembut dan membalas pelukan sang kakak, "Maaf membuat kakak khawatir."

"Huwaaa! Kak Arthur huhu, kakak aku merindukanmu!"

Arthur menyapa Noah yang tengah menangis sesugukan diseberang sana, "Hei, kenapa kau menangis? Aku tidak apa-apa."

"Huwaa, huhuhu. Aku...aku... aku rindu padamu."

Arthur tersenyum. Lucion melepaskan pelukannya pada Arthur dan menatap lembut pada adiknya, "Apa kau sungguh tidak apa? Bagaimana keadaanmu? Apa ada yang sakit? Bagaimana dengan Art?" Tanyanya beruntun.

Arthur sedikit terkekeh sebelum menjawab, "Aku tak apa, tubuh ku baik-baik saja dan untuk Art, dia sudah pergi." Arthur berusaha menyakinkan Lucion yang masih menampilkan gurat khawatir. Kini ia menaglihkan pandangannya pada sosok jangkung yang berdiri tak jauh dari mereka, Asgar.

"Hai ayah, aku kembali. Kurasa kita butuh pembicaraan yang panjang bersam- eh?"

Asgar mendekat kemudian menaruh tangannya dipucuk kepala sang anak, "Kau anakku, siapa pun identitasmu," Ujarnya lembut.

Arthur tersenyum lembut merasakan usapan kasih sayang yang rasanya sudah lama tak ia rasakan, "Aku tau, dia juga berkata seperti itu," Ungkap Arthur yang berhasil membuat tangan Asgar berhenti mengelus.

Our Papa Is A Grand Duke!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang