Chapter 10

2.7K 465 6
                                    

Kamar Asgar malam ini tampak hening, kali ini dia tidak mengerjakan dokumen lagi. Netra merah miliknya melirik kearah jam yang sudah cukup larut, kenapa para putranya belum kembali?

Asgar menoleh kearah pintu dimana Phill baru saja membukanya, "Tuan, para tuan muda sudah kembali," kata Phill menyampaikan. Asgar bangkit dari duduknya dan berjalan keluar tanpa sepatah katapun

Asgar sekarang tampak seperti Lucion yang dewasa, baju tidur hitam dengan kerah V nya menampakkan bentuk tubuhnya yang tercetak jelas, "Kenapa mereka pulang larut sekali?" Gumamnya sembari melangkah lebar-lebar

"Mungkin mereka bersenang-senang di pelelangan," Timpal Phill yang ikut mengekor dibelakang Asgar, "... ." Asgar tak bersuara lagi, dia menyusuri koridor untuk sampai ke tempat para putranya berada. Asgar memicingkan mata kala melihat di koridor terdapat siluet tiga orang yang nampak akrab di matanya.

"Noah apa kau masih marah?"

"Menjauh dariku!"

"Hentikan Arthur, jangan membujuk Noah lagi."

"Ya tuhan, hentikan itu kakak!"

"Noah jangan membentak kakakmu!"

"Kau yang membentakku duluan!"

"Kalian berdua hentikan."

"Aku benci kalian semua!"

Asgar dalam hati bertanya-tanya apa yang membuat ketiga putranya saling meninggikan volume suara. Jika itu Lucion dan Noah bukan hal biasa lagi, tapi kali ini Arthur juga. Asgar menghentikan langkahnya, netranya memicing penuh amarah saat melihat Noah berlari kearahnya.

Entah mengapa perasaan Noah setelah kembali ke pelelangan terasa memburuk, ia sangat lelah, ia marah pada Arthur tanpa alasan yang jelas, dan ia juga bersitegang cukup serius dengan Lucion. Bukan lagi lolucon tapi benar-benar pertengkaran. Noah tidak tahu apa yang terjadi padanya, ia terlalu takut untuk mengungkapkan bahwa ia takut pada Lucion malam ini.

Pipi putih Noah memerah, nampak ia sudah menahan tangis, tapi terlalu enggan mengakuinya, "Noah kau kenapa?" Tanya Arthur lembut, ia benar-benar merasa aneh mengapa Noah yang dingin bersikap seperti ini. Memang benar waktu mereka bertemu terbilang singkat, tapi melihat Noah yang sulit di jelaskan terasa menusuk hatinya. Ia sudah pernah melihat Noah menangis, tapi kali ini terasa berbeda. Apa karena ia adalah sumber tangisan adiknya?

"Ku mohon jangan mendekat," Lirih Noah. Ia menundukan wajahnya hampir tak terlihat sebab dititupi para surai hitamnnya, "Apa yang salah dengamu?!" Lucion memang tidak peka, dia tidak punya pengalaman dalam mengurus adik. Walau tidak dipungkiri, ia juga frustasi melihat Noah enggan memberitahu perihal alasan mengapa dia sedih.

"Jangan membentakku!" Noah berseru lantang, wajahnya yang memerah dan air matanya tampak mengalir deras. Serupa anak sungai. Lucion tersentak keget, entah mengapa air mata Noah mencubit hatinya yang terkenal beku, "Kau kenapa?" Tanya Lucion hati-hati

Sementara Arthur tengah memproses dalam otaknya, 'Emosi Noah tak terkendali setelah kembali dari rumah lelang, dia enggan disentuh olehku bahkan enggan di bentak, dia tampak seperti anak kecil yang enggan mengaku salah. Apa dia meresa bersalah tentang uang yang dia habiskan? Atau takut pada Kak Lucion yang membentaknya. Tidak mungkin bukan?' Arthur dalam hati terkikik, jika memang dugaannya benar maka Noah takut Lucion marah padanya dan dia juga terasa asing saat Lucion menyebut namanya, 'Imutnya,' Batin Arthur gemas

Noah tidak menjawab, dia berbalik dan berlari kala mendengar langkah kaki yang terasa tak asing ditelinganya.
Noah berlari kearah siluet seseorang yang tak asing di matanya, dia merentangkan tangannya setelah hampir tiba didekat orang itu, "Ayah," bisiknya pelan memeluk tubuh Asgar erat

Our Papa Is A Grand Duke!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang