Chapter 25. (Arthur Dan Tia)

1.2K 216 8
                                    

Sebenarnya siapa yang perlu disalahkan? Taran? Yang melakukan semuanya karna cintanya yang terlampau dalam, hingga rela menentang dunia dan sesisinya.

Sayangnya gadis itu tidak pernah peduli akan penilaian dunia tentang dirinya. Ia tak apa jika tangannya berlumuran darah, ia tak apa jika namanya bukan lagi membawa kemuliaan, ia tak apa bahkan jika ia dibenci oleh penghuni semesta. Sebab selamanya hanya ada 'dia' dalam pikirannya.

Malam itu masih terulang jelas dalam ingatan Taran, malam dimana ia kehilangan sosok paling berpengaruh dalam hidupnya. Eksistensinya mampu menggoyahkan apa yang selama ini ia damba, afeksinya mampu membuat ia lupa akan setiap permasalahan akan dunia, dan atensinya mampu membuat ia menjadi seseorang paling bahagia di dunia.

Sebenarnya siapa yang salah? Dia kah yang katanya sangat mencintai dirinya namun tega meninggalkannya? Seharusnya menyandang nama dewa dan dewi dunia cukup membuat mereka hidup bahagia dalam keabadian. Namun, hanya Taran yang berpikir begitu. Bagi Art hidup abadi bukannya membawa bahagia, yang ada hanya ada derita.

Art lelah melihat kehidupan para manusia yang terus mengalami kematian bahkan dengan kekuatan setara dewa. Jadilah ia membuat para manusia yang kuat dan memiliki pahala yang besar menjadi dewa menemani mereka mengatur semesta. Art tidak pernah bosan saat menghabiskan waktu bersama dengan perempuan terkasih, ia kadang hanya merasa semuanya terasa memuakkan dan membosankan. Ia tahu, ia egois saat mengatakan akan pergi meninggalkan gadisnya. Namun, rasa sesak dan bosan terus mengerogoti jiwanya.

"Aku tidak pernah meninggalkan mu."

Bohong, malam itu Taran melihat sendiri bagaimana Art menusuk jantungnya sendiri dengan senyuman yang seakan terbebas dari belenggu waktu abadi.

"Aku mencintaimu Taran."

Fakta yang terasa bagaikan kebohongan dalam pendengaran Taran. Taran tahu, eksistensi mereka yang adalah dewa dan dewi pertama dunia membuat mereka sulit jika harus mati atau tiada. Namun, Art mematahkan fakta itu. Ia membunuh dirinya sendiri dengan kedua tangannya tanpa campur tangan orang lain.

Para dewa-dewi masih mengingat dengan jelas waktu itu. Saat dimana abys* seakan hancur dan porak-poranda akibat amukan yang ditimbulkan sang dewi dunia setelah kepergian sang dewa.
Itu adalah saat dimana mereka akhirnya melakukan perang habis-habissan hanya untuk membuat sang dewi akhirnya turun kedalam neraka terdalam bersama dengan iblis penuh dosa. Setelah perang itu, Taran tidak ada lagi. Melainkan hanya ada Sussyle sang dewi iblis.

Entah sudah berapa lama Sussyle terjebak dalam rutinitasnya yang berulang didalam neraka. Inikah yang dulu dirasakan Art? Rasa bosan dan rasa ingin mengakhiri segalanya.

Rambutnya tidak lagi berwarna perak sebagaimana rambut yang dulu dipuja oleh sang kekasih, rambutnya berubah warna menjadi merah lantaran banyak darah yang ia tumpahkan karna amukannya saat perang.

Rasa rindu dalam dirinya seakan terobati saat tahu sang kekasih akhirnya terlahir kembali.

Ia menunggu, saat dimana akhirnya ia bisa keluar dari neraka terkutuk itu. Kemudian penantiannya berujung membuahkan hasil, ia terpanggil oleh sebuah dendam milik seorang kaisar pertama bernama Antina de Solena. Dendam yang membuat Sussyle menggila, dendam karna cintanya yang terkhianati. Sama seperti ia dulunya.

Sayangnya perjuangan Sussyle tidak semulus kedengaranya. Art-- kekasihnya terlahir dikekuarga Traxeus yang dikatakan adalah keluarga penguasa Abylion, tempat perbatasan antara dunia manusia dan Abys*.

Our Papa Is A Grand Duke!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang