Bunyi kendaraan saling sahut menyahut, jalanan sudah mulai disibukkan oleh para pengendara yang tidak sabaran. Polusi udara terbang bersama angin membuat oksigen semakin tercemar.
Rumah sederhana dengan pohon tinggi yang menjulang menjadi satu-satunya ikon rumah itu. Rumah itu tampak sunyi tanpa adanya aktifitas yang tampak. Pemuda dengan surai segelap malam itu agaknya mulai terusik oleh bunyi kendaraan.
Pemuda itu mengerjabkan-erjabkan mata tak'kala sinar matahari menyembul malu-malu melewati tirai jendelanya.
Setelah menyesuaikan cahaya yang masuk kematanya, pemuda itu berjalan dengan langkah gontai kearah jendela.
Pemuda itu membuka tirai jendela membiarkan sinar matahari masuk ke kamarnya. Matanya agak memicing saat sinar terang menusuk matanya."Kemana burung itu?" tanya sang pemuda, saat ia melihat dahan pohon yang selalu dihuni oleh seekor burung besar sekarang kosong.
Agak aneh memang mencari burung hitam itu. Tapi, Lucion benar-benar heran saat tahu burung yang selalu mengikutinya sejak ia berusia 10 tahun itu tidak ada. Seperti ada yang kurang saat tidak melihat burung itu.
Tidak ingin berlarut dalam kebingungan Lucion berbalik dan melangkah menuju kamar mandi. Setelah beberapa saat Lucion keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit di tubuh bagian bawahnya.
Netra biru indah miliknya menelisik seragam sekolah miliknya. Lucion mengenakan celana panjang berwarna hitam dan baju kaos putih polos di dalam kemeja sekolah miliknya, membiarkan seragamnya tanpa mengancingnya.
Lucion mengambil tasnya dengan perasaan acuh tak acuh. Lucion melangkah turun kebawah, tak'kala sepi dan sunyi yang menyambutnya. Lucion sudah terbiasa, ayahnya telah tiada 8 tahun lalu. Lagi pula Lucion tidak punya banyak memori bersama sang ayah.
Ayah Lucion adalah seorang pilot pesawat terbang, membuat ayah Lucion sering meninggalkan rumah dan Lucion sendiri. Lucion tidak tahu siapa ibunya dan ia juga sudah lelah mencari tahu.
Setelah kepergian sang ayah Lucion tinggal sendiri, ia tidak terlalu kesepian karna setelah kehilangan sang ayah, bagi Lucion kepergian pria yang menyebut dirinya ayahnya itu tidak lebih dari kepergian pengasuh yang menjaganya. Katakanlah Lucion gila sebab memang itu yang dirasakannya.
Setelah membuat sarapan Lucion mulai makan dalam diam. Surai hitamnya yang sudah mulai memanjang bergoyang-goyang saat ia mengunyah sarapannya.
Lucion membereskan tempat sarapannya, menyimpannya di wastafel.Kaki panjang miliknya melangkah perlahan kearah pintu keluar, baru saja membuka pintu Lucion tersentak kaget saat melihat burung hitam yang ia cari tadi pagi ada didepan pintu rumahnya.
Belum sampai disitu keterkejutan Lucion sebab burung hitam itu mulai dikelilingi bulu-bulu hitam. Licion refleks menutup mata kala angin akibat bulu-bulu itu menyapu wajahnya.
"Tuan muda, silahkan buka mata anda," Suara lembut seorang pria membuat Lucion membuka matanya perlahan.
Membuka mata, Lucion tersentak kaget hingga ia jauh kebelakang."Tuan muda sini saya bantu," Ujar pria tampan itu
Lucion makin mundur saat pria itu mengulurkan tangan hendak membantunya.
"Eh? Anda kenapa? Apa anda kaget?" Tanya pria tampan itu, menunjuk dirinya dengan wajah polos tanpa dosa."S-siapa kau?" Tanya Lucion akhirnya membuka suara walau dengan nada takut menyelimutinya.
"Sebaiknya kita berbicara didalam bukan tuan muda? Saya merasa seperti penjahat disini." Ucap sang pria tanpa menjawan pertanyaan Lucion.
"Semua orang waras mungkin akan mengira kau hantu! Dasar sinting!" Teriak Lucion dengan intonasi tinggi sambil mengambil pemukul bisbol yang kebetulan ada didekatnya terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Papa Is A Grand Duke!
FantasyAwalnya Lucion hanya mengabaikan setiap kali burung serupa gagak tapi lebih besar dari gagak itu sering mengikutinya. Lucion mungkin sampai akhir hanya akan mengabaikannya, sebelum burung gagak besar itu berubah menjadi pemuda tampan Dan membungkuk...