VOTE KOMEN SELAGI MEMBACA~
"Jadi, mau kau apakan gadis itu?"
"Tidak tahu. Biarkan saja dia tinggal bersama kita untuk sementara."
"Mengapa kau peduli dengan oranglain? Aku terkejut. Ini kali pertama kau membawa gadis bersama kita untuk ditolong."
Julia yang terbaring lemah di sofa diam-diam menguping. Ia sedari tadi sudah sadar. Namun sengaja berpura-pura masih pingsan agar bisa menguping pembicaraan sekelompok orang-orang berbadan tegap ini.
"Gadis ini menyedihkan. Pacarnya sudah mati namun dia tetap berteriak seperti orang gila."
"Kau sedang tidak jatuh cinta kan, Jae?"
Jae?
Tanpa bisa ditahan, dahi Julia mengerut samar. Mendadak rasa sesak menyerang dadanya. Ia kembali teringat sosok Jung Jaehyun. Dimana Jaehyun sekarang?
"Lihat, dia sudah sadar."
"Hei, bangunlah!"
Ah sialan.
Julia mengubah posisi menjadi duduk sembari memegang kepalanya yang terus berdenyut. Ia menatap sekelompok orang tersebut bergantian.
"Apa yang sedang kau lakukan?" Tanya pemuda berwajah dingin. Ia tampak tak suka tatapan Julia.
"Kalian siapa? Kak Jaehyun mana?" Tanya Julia langsung ke inti.
Mereka saling melempar lirikan, "Kau tak perlu tahu tentang kami, dan... siapa Jaehyun?"
"Orang yang tadi bersamaku di mobil."
"Jae, kau tak sekalian membawa dia juga?"
Semuanya kini beralih menatap pemuda yang membawa Julia kemari.
Pemuda tersebut menggeleng santai, "Tidak. Untuk apa kubawa? Dia sudah tak bernyawa."
Julia sesak mendengarnya. Ia menangis tanpa suara. Tangannya membentuk kepalan, hingga kuku-kukunya memutih.
"Mengapa kau sekejam itu?" Tanya Julia dengan suara serak. Ia benar-benar terpuruk.
"Mampus! Bagaimana bisa kau memisahkan sepasang kekasih?" Pemuda berkulit eksotis itu ikut menyudutkan.
"Sebentar, apa itu sepasang kekasih?" Tanya pemuda yang paling tinggi.
"Sebaiknya kau diam, tuan Park. Kau merusak suasana."
"Baiklah, aku diam."
Orang yang Julia tau bernama Jae itu menghela nafas dalam, ia duduk di kursi yang tak jauh darinya.
"Apa guna membawa orang yang bahkan sudah mati kedalam markas? Bisa-bisa kita semua pingsan karena bau bangkai pacarmu."
"Sudah jangan dilanjutkan! Lebih baik emm siapa namamu?" Tanya pemuda berkulit eksotis tadi pada Julia.
Julia melempar tatapan sinis, "Kau tak perlu tahu tentangku."
"Nama yang aneh."
"Lebih baik kau tak perlu tahu tentangku beristirahat di kamar. Chenle, antar dia ke kamarnya."
"Akan kulakukan." Kata pemuda di pojok yang dari tadi tak berhenti mengunyah permen karet.
"Nona, mari ikut denganku."
Julia tidak bisa melakukan apapun, pikirannya berkecamuk. Maka mau tak mau ia mengikuti Chenle sampai ke lantai atas.
"Permisi!" Julia menarik lengan Chenle hingga langkahnya berhenti.
"Ada apa?"
"Namamu Chenle kan?"
"Iya."
"Aku ingin bertanya."
"Silahkan," Ujar Chenle tenang, padahal di dalam hati ia panik tidak karuan lantaran takut salah menjawab.
"Kalian sebenarnya siapa?"
"Simpan pertanyaanmu dahulu, aku tidak bisa sembarang menjawab. Ketua Lee pasti akan memberiku hukuman." Kata Chenle tegas.
"Hukuman apa?"
"Dia bisa menebasku. Kau tau? Rasanya sangat sakit."
Julia membola, namun kemudian ia menormalkan ekspresi wajah, "Pertanyaan selanjutnya, siapa nama orang yang tadi membawaku?"
"Namanya Na Jaemin. Apa menurutmu dia tampan?" Zhong Chenle menaik-turunkan kedua alis.
Na Jaemin, awas kau.
"Pertanyaan terakhir, Kita sekarang dimana?" Bukannya menjawab pertanyaan Chenle yang menurutnya tak masuk akal, Julia malah lanjut melempar tanya.
"Kau sedang memijakkan kaki di markas kami, Nona."
"Iya, aku tahu. Tapi ini daerah mana?"
"Daerah mana?" Chenle membeo, "Entahlah, sejujurnya aku juga tidak tahu. Yang pasti kau berada di Dunia lain."
"Dunia lain mulutmu! Tidak usah banyak gaya. Aku tahu ini masih di Bumi."
"Di Bumi, katamu? Terserah, yang pasti saat kau sudah masuk kedalam kamarmu, kau akan mengetahui apa yang ku maksud."
Mereka berdua melanjutkan langkah sampai tiba didepan pintu kayu yang berbentuk bulat. Julia mengerut karena baru kali ini melihat pintu yang berbentuk unik.
"Ini kamarmu, silahkan beristirahat. Aku kembali ke bawah, Nona." Chenle pamit sebelum meninggalkan Julia sendirian.
"Eh, Chenle!" Panggil Julia agak berteriak, membuat Chenle yang sudah menginjak satu anak tangga menoleh.
"Ya, Nona?"
"Sudah berapa lama kau mengunyah permen itu?"
Chenle berfikir, "Sekitar 5 jam yang lalu," Katanya kemudian berlalu pergi.
"Pantas bau."
Julia melirik sekitarnya, markas mereka terlihat mengerikan namun unik. Seperti rumah pohon, tetapi bedanya markas ini sangat luas dan lebar.
Perlahan, Julia membuka pintu kayu bulat tersebut.
Benar kata Chenle, Julia langsung terkejut dan mulutnya refleks membentuk huruf O.
Dia sedang berada di Dunia lain.
NEXT?