20

242 29 12
                                    

VOTE DAN KOMEN SELAGI MEMBACA~

Malam ini, Julia merenung sendirian di kamarnya. Dia baru saja menyelesaikan makan malam setelah Jaemin antarkan.

Julia menghirup udara dalam-dalam dan menghembusnya perlahan. Ia memandangi pemandangan luar dari jendela kamar. Indah. Bahkan sewaktu pencahayaan minim saja pun tetap tidak bisa menyembunyikan keindahan Dunia Lee Taeyong ini.

Apakah dia tega untuk membuat semuanya menjadi hancur lebur? Itulah salah satu pertanyaan yang sampai saat ini belum sanggup terjawab.

Jaemin dan yang lain bertahan hidup disini sejak dulu. Dan sekarang, Dunia mereka sedang terancam karena sosok manusia tiruan serakah. Padahal Julia punya kesempatan untuk memperbaiki, atau setidaknya membantu mereka mempertahankan hak-nya sendiri. Tapi, rasa egoisnya lebih unggul.

Wajar jika dia marah, dia kesal, dia kecewa. Karena pada dasarnya, Jaemin dan yang lain tetap berbohong padanya. Bahkan si Ketua Lee, yang sudah Julia anggap sebagai saudara sudah berani bertindak lebih egois. Ia ingin menghilangkan Jaehyun dari Julia...

... mengapa begitu tega?

Padahal Julia rasa, dia bisa merelakan Jaehyun. Tetapi itu hanya tinggal menunggu waktu saja.

Semua orang berlagak seperti memanfaatkan kebodohannya. Julia muak.

Lagi-lagi, Julia bimbang. Ia ingin sekali bersikap tidak peduli pada orang lain saat ini, namun bayang-bayang kebaikan mereka selalu terlintas dipikirannya. Jaemin yang selalu peduli, Mark yang selalu mengingatkannya untuk makan, Renjun yang selalu memperbaiki barang-barang yang tidak sengaja ia rusak, Haechan dan Jeno yang selalu menawarkan bantuan, Chenle yang selalu mengajarkannya tentang beberapa hal baru, dan juga Jisung yang setiap hari tidak pernah absen untuk menghiburnya di kala bosan.

"Seharusnya kalian tidak boleh se-baik ini. Sekarang, semuanya benar-benar menyusahkanku," Julia bermonolog.

Merasa pikirannya tambah kalut, ia pun mengacak-acak surai hitamnya lalu beranjak dari posisi duduk untuk berbaring di atas kasur.

"Mungkin, sudah saatnya aku mengalah. Tidak ada jalan lagi, semua tengah menunggu keputusanku. Besok pagi, haruskah kutemui saja si Pemimpin gila itu?" Julia berhembus dalam, ia pun menyudahi malamnya saat rasa kantuk tiba-tiba menyerang.

***

Pagi-pagi sekali, Julia terbangun dari tidur. Bahkan matahari belum mau menampakkan diri, tapi gadis ini terlihat sudah tidak mengantuk lagi.

Perlahan namun pasti, ia turun dari ranjang. Kedua kaki jenjangnya melangkah hati-hati menuju pintu kamar.

Kriet...

Pintu berderik agak nyaring di tengah-tengah kesunyian pagi.

Julia merutuk, namun kemudian ia lanjut melangkah keluar kamar.

"Chan, bisakah kita putar waktu saja?"

Sebuah suara dari dalam kamar Haechan mampu menghentikan langkah kaki Julia. Bagai tertarik oleh gravitasi, ia pun mengendap-endap untuk lebih dekat dengan sumber suara.

"Jae, kita ini manusia tiruan bukan Tuhan! Kemampuan kita pun sangat terbatas seiring dengan U.L yang semakin melemah. Tidak kah kau tahu tandanya?" Haechan bertanya retoris.

Jaemin mengangguk singkat, "Ya. Tandanya perang besar sudah dekat, bukan?"

Haechan menjentikkan jari, "Tepat! Sekarang kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk persiapan perang nanti walaupun nyatanya kita masih belum siap tanpa Julia."

"Yang kutakutkan benar terjadi," Jaemin berhembus panjang seraya menundukkan pandangan.

"Julia menjauhiku, dan sialnya dia juga ragu terhadap perasaanku. Bukan kah aku sungguh sial?" Tanya Jaemin.

Haechan menepuk bahu rekan sekaligus sahabatnya itu, "Tidak apa-apa. Mungkin kau menganggapku tak tahu menahu tentang perasaan lantaran aku belum pernah jatuh cinta pada seorang gadis. Tetapi aku benar-benar bisa merasakan kesedihanmu, Jae."

"Haruskah... kita pulangkan saja dia ke Bumi?"

Julia yang sedang diam-diam menguping lantas semakin penasaran.

"Bicara apa kau ini!" Haechan menjauhkan tangannya dari Jaemin.

Jaemin mengacak rambut, "Aku pusing! Sepertinya dia memang terpuruk. Aku tidak bisa melihatnya terus-terusan seperti itu. Dari pada dia tetap disini sampai perang besar, lebih baik kita pulangkan segera. Dunia kita terlalu berbahaya."

"Sebentar, aku haus. Mau kopi?" Tanya Haechan yang sudah siap beranjak ke dapur.

Jaemin menggeleng, "Tidak. Aku akan tidur sebentar lagi."

Julia mengerjap berulang kali, apakah mereka berdua menggunakan waktu tidur hanya untuk membahas tentangnya?

Julia cepat-cepat bersembunyi saat Haechan berjalan keluar kamar.

Lalu tak lama kemudian, Jaemin juga keluar dari kamar Haechan.

Prang!

Julia tidak sengaja menendang sekaleng minuman bersoda yang berhasil mengeluarkan bunyi nyaring. Jaemin menghentikan langkah, kemudian berbalik badan seraya menajamkan penglihatannya.

Dalam hati, Julia berharap agar Jaemin tidak sadar keberadaannya dan memilih untuk abai saja.

"Apa yang terjadi, Jae?" Haechan berteriak karena dia sudah berada di dapur.

"Bukan apa-apa!" Balas Jaemin, lalu ia memilih masuk ke dalam kamarnya.

Julia bernafas lega. Kalau saja tadi dia ketahuan, maka harga dirinya sudah tercoret detik itu juga.

Merasa aman, ia pun keluar dari tempat persembunyiannya. Dari arah pandang Julia, ia melihat Haechan sedang bergelut dengan aktivitasnya.

Julia hampir memekik senang tat kala menangkap keberadaan barang yang dia incar ada di atas meja. Ia pun mengendap-endap lagi supaya bisa meraih barang milik Haechan tersebut agar tidak ketahuan.

Saat Haechan berbalik memunggui, barulah Julia dapat meraih barang ajaib itu. Tidak mau memakan waktu lama, Julia segera melangkah hati-hati keluar markas.

Tanpa ia sadari bahwa si pemilik kini sudah berbalik lagi, hendak memanggilnya namun urung karena heran mengapa Julia bertingkah tak biasa seperti itu. Namun keheranannya terjawab saat ia tidak menangkap keberadaan gelang hitamnya di atas meja.

Haechan tersenyum miring, "Haruskah kurahasiakan saja kecuranganmu ini sebagai bentuk dukungan?"

NEXT?

MAU TES OMBAK DULU NIH MASII RAME APA NGGA 😋

PLAYGROUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang