VOTE DAN KOMEN SELAGI MEMBACA~
Pagi menyingsing, berbisik halus membangunkan seorang Choi Julia yang kini nyaman berada dalam pelukan Na Jaemin.
Julia memicingkan mata, mengerjap cepat tatkala mendapati wajah damai Jaemin yang pertama kali dia lihat saat terbangun.
Sontak saja dia bangkit dari kasur, tentu tidur Jaemin terganggu.
"Astaga! Kau ini kenapa?" Jaemin berdecak agak kuat.
Julia masih dalam posisi diam, berdiri memandangi pemuda yang semakin menarik selimut guna menghangatkan tubuhnya.
Perempuan muda itu tampak berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam antara dirinya dengan Jaemin. Namun sial, dia tidak mengingat apa-apa selain meminta Jaemin untuk menetap dalam kamar—
—Nya.
"Sial!" Julia tiba-tiba memukul kepalanya berulang kali karena berhasil mengingat sepenggal kejadian yang membuat dia dan Jaemin berada di satu kasur yang sama.
Jaemin yang mendengar suara pukulan langsung berbalik menghadap Julia. Ia bergegas bangkit dari kasur dan menahan kepalan tangan gadis tersebut sehingga pukulan ke-empat gagal lolos.
"Hentikan! Hei, kubilang hentikan!"
Julia menurut, napasnya berderu tidak beraturan.
Ia malu...
"J-jae apa yang tadi... kita baru saja tidur bersama?" Tanya Julia masih tidak percaya.
Jaemin mengangguk mantap, "Iya. Kau yang memintanya."
Bibir mungil itu merengut lucu, "J-jadi benar ya...?"
"Memangnya kenapa? Apa yang salah?"
Julia kali ini memilih untuk tidak menjawab. Wajahnya sudah terlanjur memerah seperti kepiting rebus.
Jaemin memandang lekat wajah Julia, entah mengapa rasanya dia amat senang. "Kau malu padaku?"
Mengangguk ragu, kemudian selanjutnya dia menggeleng keras lantaran sadar apa yang dia lakukan.
"Tidak! Untuk apa aku malu? Lagian... lagian aku..."
"Kau memintanya, dan aku tidak ada alasan menolakmu karena aku mencintaimu, Choi Julia."
Kalimat demi kalimat yang Jaemin ucap mampu membuat tubuh Julia panas dingin di tempat, ia kini memberanikan diri untuk membalas tatapan Jaemin.
"Apa kau bercanda?"
Tawa Jaemin terdengar, "Kutanya sekarang, apa menurutmu perasaan adalah hal yang patut dijadikan bahan lelucon?"
Julia menggeleng.
"Kau kupeluk, mau?"
Belum sempat si empu menjawab, Jaemin sudah lebih dulu menarik tubuh mungil itu kedalam pelukannya. Awalnya Jaemin dapat merasakan tubuh Julia yang kaku ketika dua tangan kekarnya melingkar dipinggang ramping milik gadis itu, namun dia memberi usapan lembut dipunggung Julia sehingga Julia langsung melemas.
Choi Julia tidak berbohong, dia seperti merasakan aliran cinta kala kulit mereka bersentuhan.
"Nyaman tidak?" Tanya Jaemin tapi Julia enggan menjawab, "Ah, kupikir pertanyaanku terlalu retoris. Buktinya kau tertidur nyenyak selama berjam-jam didalam pelukanku."
Dengan begitu, Julia langsung mendorong tubuh Jaemin yang lebih tegap sehingga pelukannya terlepas.
"Diam!" Senggak Julia.
Jaemin terkekeh kecil, "Kau nyaman denganku."
"Kubilang diam, bodoh!"
Julia berancang-ancang hendak menunjang, tapi Jaemin membaca pergerakannya lebih dulu. Secepat kilat dia berlari keluar kamar untuk menghindar, tentu si gadis mengejar.
"Tolong! Siapapun tolong aku!!" Teriakan Jaemin begitu berisik, membuat beberapa manusia tiruan di lantai dasar langsung mengalihkan atensi padanya.
"Apa yang terjadi, Jae?" Tanya Jisung.
Pertanyaan Jisung terjawab secara tidak langsung saat teriakan Julia menyusul, "Kemari kau, Na Jaemin!"
"Ampun! Ampuni aku, Sayang!"
"SAYANG?!" Ke-enam pemuda di lantai dasar memekik tertahan.
Sedangkan gadis yang setia mengejar itu menghentikan langkahnya, ia melepas sendal biru-nya lalu melempar dan mendarat tepat di punggung belakang Jaemin.
"Sialan kau!" Hardik Julia sambil menunjuk-nunjuk kearah Jaemin, membuat pemuda yang dihardik tertawa keras.
Kemudian Julia berbalik, kembali masuk ke kamarnya. Dia malu melihat Mark, Renjun, Jeno, Haechan, Chenle dan Jisung yang memandangi mereka berdua dengan tatapan bertanya.
Usai Julia menghilang dari pandangan, barulah Renjun buka suara. "Ternyata benar, aku melewatkan sesuatu antara kalian berdua."
Jaemin berusaha meredam suara tawanya, ia mengambil sendal biru milik Julia diatas lantai kemudian berjalan mendekat. Bergabung dengan rekannya yang lain.
"Aku menyukai gadis gila itu."
Mark menggeleng, tidak heran ataupun terkejut karena dia sudah menduga dari awal.
"Sekarang kurasa kaulah yang gila, Jae," Kata Chenle.
"Mengapa aku?" Jaemin menaikkan sebelah alis tinggi-tinggi.
"Tadi aku ke kamar Julia, berencana membangunkannya untuk sarapan." Jeno menjeda kalimatnya, tanpa peduli Jaemin sudah panik di tempatnya.
"Lalu?"
"Lalu aku melihatmu memeluk Julia dengan sangat..." Jeno memainkan jemarinya, seakan menggambarkan posisi Jaemin dan Julia. "Sangat posesif. Julia juga kulihat nyaman, dia sampai menenggelamkan wajahnya pada dada bidangmu yang tak seberapa jika dibanding dengan dadaku. Kemudian kalian tadi sangat..."
Belum sempat Jeno melanjutkan bicaranya, Jaemin sudah melemparnya dengan sendal yang dia pegang.
"Dasar tidak bisa menjaga rahasia!"
"Rahasia? Hei, kami semua juga menyaksikannya." Jelas Haechan.
Jaemin mengangguk, mengacungkan dua jempol kearah mereka. "Kerja bagus."
NEXT?