VOTE KOMEN SELAGI MEMBACA~
"Jangan gila, Lucas. Apa kau berencana membunuh Julia? Dia tidak bersalah bahkan tidak mengerti tentang Dunia yang sedang dia pijak." Tatapan pemuda berkulit eksotis menajam, seakan siap menghajar Lucas sekarang juga.
"Tidak, Chan. Pemikiranmu masih saja dangkal. Maksudku, kita bisa menyerahkan U.L pada Julia jika perang besar benar-benar didepan mata. Pasti para alien akan berfikir setidaknya ribuan kali untuk mendekati Julia karena darah Julia mematikan mereka," Johnny segera memberi penjelasan panjang lebar lantaran menyadari kini hampir semua orang didalam ruangan menatapnya nyalang.
"Kau melupakan sesuatu, Bung. Alien tidak mempunyai pikiran. Mereka hanya punya nafsu membunuh. Bisa saja Julia langsung diserbu dan mati dalam sekejap," Kun mengeluarkan pendapat.
"Lalu mengapa alien bisa mencuri senjata NEO? Mereka segila itu kah sampai mencuri senjata baru dirancang yang bahkan belum selesai?"
"Bajingan Kim mengontrol mereka."
"Kalau begitu Julia harus menyayat beberapa bagian tubuhnya agar darahnya keluar. Kau juga melupakan sesuatu, Bung. Alien punya penciuman yang tajam." Ujar Xiaojun pada Kun.
"Sekarang kita tampak kejam untuk Julia," Pemuda yang tadinya memilih diam akhirnya mengeluarkan suara.
"Bagaimana lagi, dia memang sangat diperlukan," Hendery mengedikkan kedua bahu.
"Kenyataannya kita hanya memerlukan darah Julia."
"Terserah mau kalian apakan dia, tapi jika sampai membunuhnya, siap-siap kupenggal." Kata Na Jaemin tidak terbantah.
"Tapi apa yang Jaehyun bilang memang benar, kita hanya memerlukan darah Julia." Ucap Jungwoo yang mampu membungkam bibir Jaemin sesaat.
"Aku membawa dia kemari bukan untuk menjemput ajalnya..."
***
"Jaemin! Aku punya banyak pertanyaan." Seru Julia sembari berlari menghampiri pemuda Na yang baru saja sampai.
"Kau hanya memanggil Jaemin saja? Kami jelas-jelas juga ada disini." Kata Jeno tidak percaya.
Julia merotasikan bola mata, "Aku tidak tahu nama kalian kecuali Jaemin dan Chenle."
"Kalau begitu mari berkenalan. Aku Mark Lee, dia Jeno Lee, yang itu Haechan Lee dan yang paling ujung Huang Renjun. Sudah kenal kan?"
"Tapi aku tidak meminta kalian memperkenalkan diri."
"Sialan."
"Aku ingin berbicara dengan Julia saja, kalian bisa menyingkir dari sini," Ujar Jaemin tegas.
"Kalian sama-sama arogan."
"Dasar makhluk tak punya hati."
Walaupun mengeluarkan cacian, tapi tetap saja mereka berlalu pergi karena mengerti keadaan.
"Jadi kau ingin menanyakan apa?"
"Apa diluar sana banyak wahana? Aku bosan di markas kalian yang tak seberapa," Julia langsung ke inti.
"Wahana itu apa? Aku baru mendengarnya sekali ini."
"Seperti taman bermain. Aku sangat ingin pergi kesana."
"Jika kau ingin bermain, kau bisa meminjam komputer milik Jeno."
"Tidak bisa. Wajahnya tak pernah berekspresi, aku sedikit takut."
"Tapi kau berani denganku?" Jaemin menaikkan sebelah alis.
"Itu karena kau menyebalkan!"
"Ya, ya, terserah apa katamu."
"Bisakah aku pergi keluar mencari udara segar?"
"Tidak bisa, Julia. Berkeliaran sendirian terlalu membahayakan apalagi untukmu."
"Kalau begitu temanilah aku."
"Tidak. Aku lelah."
Julia terdiam, "Kau bajingan."
"Dan kau terlalu cerewet. Bersiaplah, aku tidak akan menunggu lama."
Perlahan, senyum Julia mengembang hingga kedua matanya membentuk bulan sabit. Na Jaemin sempat terpana namun kembali menyadarkan diri sebelum terjatuh lebih dalam pada pesona Julia.
"Kutarik perkataanku yang tadi! Kau sangat baik, Na."
***
Hari-hari berlalu begitu cepat, Julia yang awalnya menolak untuk tinggal di Dunia aneh ini pelan-pelan menerima keadaan. Bagaimanapun juga, dia tidak bisa kembali ke Bumi sebelum perang besar terjadi.
Tak banyak yang diceritakan Jaemin perihal perang besar, hanya beberapa poin saja. Tapi Julia dianugerahi kecerdasan yang tinggi. Jadi dia bisa menyimpulkan sendiri jawaban yang Jaemin beri.
Waktu itu Jaemin merasa dijebak oleh Julia. Gadis itu selain ingin melihat-lihat pemandangan luar, juga ingin menanyakan Jaemin mengenai beberapa hal yang sangat membuatnya penasaran.
"Apa aku bisa kembali ke Bumi lagi? Aku merasa dalam bahaya di Duniamu, Jae."
"Kau terlalu banyak memanggil nama kecilku, seharusnya kau konsisten. Na atau Jae!"
"Aku hanya memiliki dua panggilan kecil untukmu, jangan melebih-lebihkan dan jangan berusaha mengelak dari pertanyaanku."
"Baiklah, aku serius sekarang."
"Aku akan menyimak."
"Kau tidak bisa kembali ke Bumi sebelum perang besar terjadi. Perang besar yang ku maksud adalah perang antara bangsa kami dengan pasukan milik bajingan Kim. Dia nanti akan mengerahkan para alien untuk menyerang dan merebut U.L dari tangan NEO agar dia kuasai sendiri."
"Darimana kau tahu semua itu?"
"Dari rekanku, Jung. Dia bisa mendeteksi masadepan. Saat itu tiba, kami semua akan berperang tanpa terkecuali."
"Lalu aku?"
"Belum terpikirkan."
"Hei, kau yang membawaku kemari. Maka kau juga yang harus memulangkanku!"
"Itu sudah pasti. Kau aman bersamaku, Julia."
"Ku pegang kata-katamu."
Jaemin terbahak.
"Jika rekanmu bisa mendeteksi masadepan, apakah kalian akan selamat nantinya?"
Tawa Jaemin seketika lenyap, ia memandang kosong kedepan, "Entahlah, kekuatannya hanya sanggup mendeteksi sampai disitu saja."
Diam-diam Julia merasa khawatir, tinggal beberapa hari dengan anak buah NEO membuat Julia tanpa sadar menciptakan rasa peduli. Ia sudah pasrah untuk pulang ke Bumi, dan menganggap Dunia aneh ini sebagai rumahnya sendiri.
"Tolong katakan, apa ada seseorang dari kalian yang bisa mengubah takdir?"
"Itu mustahil, Julia. Pertanyaanmu retoris sekali."
Julia tersenyum miring, "Kalau begitu, aku akan."
NEXT?