11

231 51 21
                                    

VOTE DAN KOMEN SEBELUM MEMBACA~

"Jae, ingin menemaniku keluar mencari udara segar?"

Sebuah suara yang mengalun lembut dari belakang membuat Jaemin mau tak mau membalikkan badan. Ia kini menatap Julia yang tengah menatapnya juga.

"Kau ingin pergi kemana? Harus punya tujuan jika ingin bepergian."

Julia berfikir sebentar, lalu mengedikkan bahu. "Entahlah, kemana saja kau bawa aku akan mengikut. Lagian aku tidak hapal betul letak lokasi disini."

Jaemin mengangguk paham, "Sekarang?"

"Iya."

"Sudah sarapan?"

"Sudah, tadi."

"Kapan? Aku tidak melihatnya."

"Tadi. Aku dibuatkan sarapan oleh Renjun."

"Maaf aku lama terlelap jadi tidak sempat membuatkanmu sarapan."

Julia mengacungkan jari jempol, "Santai saja. Masakan yang Renjun buat juga enak."

"Aku akan menyediakan bekal makan untuk kita diperjalanan."

"Apakah kita lama nantinya?" Julia bertanya.

"Tidak tahu. Aku hanya berjaga-jaga jika kita kelaparan ditengah jalan. Lagian, apa salahnya membawa roti gandum dan air saja?"

"Tidak ada."

"Yasudah, ayo berangkat." Kata Jaemin yang telah menyiapkan bekal makan.

Jaemin berjalan memimpin lebih dulu, kemudian tanpa disuruh Julia langsung mengikuti langkah lebarnya.

Ditengah jalan, Jaemin mendadak menghentikan gerak langkah, lantas menoleh kearah belakang. Atau lebih tepatnya memusatkan atensi pada Julia yang masih melangkah kecil di belakang sana.

"Aku ingin membawamu kesuatu tempat yang paling indah yang pernah kutemui."

Mendengar hal itu, Julia mengangguk semangat. Ia berlari kecil guna menyamai posisi dengan Jaemin hingga ia sekarang telah berada disamping tubuh gagah pemuda tersebut.

Tanpa memberi aba-aba, Julia menggenggam pergelangan tangan Jaemin. Tidak erat memang, bahkan terkesan hanya menyentuh. Namun rupanya berefek lumayan besar terhadap Jaemin, karena perlakuan sederhana itu dapat membuat sang empu mematung untuk beberapa detik.

Jaemin tidak tahu apa yang tengah Julia lakukan sampai-sampai rasanya seluruh sistem ditubuhnya melemas saat itu juga.

"Aku sudah tidak sabar! Ayo, Jae. Jangan diam saja!" Julia menggoyang-goyangkan tangan pemuda Na.

Jaemin mengerjap pelan, barulah dia tersadar. Ia melepaskan tangan Julia dari pergelangannya yang mengakibatkan Julia diam-diam merasa kecewa. Tapi selanjutnya yang terjadi malah membuat Julia tidak bisa berkata-kata.

Jaemin menautkan jemari mereka. Keduanya.

Seketika Julia tersenyum tipis karena merasakan kehangatan menjalar di telapak tangannya yang sekarang Jaemin kuasai.

Jaemin juga tersenyum tipis, ia bergumam. "Kau yang duluan memulai."

***

Setelah menghabiskan lima jam perjalanan, akhirnya mereka berdua sampai ditempat tujuan. Tadi, Jaemin menggendong Julia dan membawa tubuh mungil gadis itu terbang bersama. Julia sempat ketakutan lantaran dia takut ketinggian, dan berakhir mencengkram erat baju yang Jaemin kenakan. Tapi lama kelamaan, Julia mulai terbiasa.

Mengapa memakan waktu yang lama? Itu karena Julia sering meminta singgah di tempat-tempat tertentu. Dia banyak terpesona dengan keindahan alam yang alami.

Bahkan bekal makan mereka sudah kandas. Ternyata ide Jaemin sangat berguna.

Jaemin tidak kesal ataupun marah. Sebaliknya, dia merasa senang. Senyum Julia baginya lebih berharga.

Jaemin menuntun Julia duduk disatu ayunan kayu yang menggantung pada pohon besar. Sedangkan ia berdiri disebelahnya seraya mengayunkan ayunan dengan tempo sedang.

Julia memejamkan mata, menikmati kesejukan tiada tara. Ia merasa sebagian bebannya terjatuh dari pundak kala papan bergerak naik-turun.

"Jae, disana! Ada kupu-kupu bewarna ungu. Langka sekali. Aku baru melihatnya pertama kali. Astaga, seharusnya ponselku masih bisa dipakai."

Bukannya melihat apa yang Julia tunjuk, Jaemin malah tenggelam pada kecantikan wajah Julia yang semakin kentara saat ia tertawa.

Senyum cerah Julia seakan menular pada Jaemin. Pemuda itu tanpa sadar ikut mengembangkan senyumnya.

"Itu teman-teman Renjun."

Julia mengerutkan dahi bingung, ia menoleh. "Apa Renjun bisa berteman dengan hewan?"

"Material tubuhnya dibentuk setengah hewan."

Pernyataan Jaemin sontak membuat Julia terkejut setengah mati.

"Bagaimana mungkin?"

"Dia adalah peri, Julia. Dia satu-satunya peri buatan Pemimpin Lee. Dia memiliki sayap yang akan muncul jika terbang saja. Itulah mengapa Renjun sangat jarang berada di markas. Dia lebih menyukai hutan."

Julia mengangguk-angguk. "Ah, aku mengerti. Pantas saja wajah Renjun terlihat lebih estetis dibanding yang lain. Rupanya dia seorang peri."

Kedua alis tebal Jaemin menukik tajam, "Maksudmu aku tidak tampan?!"

Lantas Julia tertawa puas, "Tidak. Astaga tidak begitu, Jae."

"Terserah katamu," Mendengus pelan, kemudian pemuda Na tersebut mengubah nada bicaranya. "Hari sudah semakin larut, terlalu banyak menghabiskan waktu diluar juga berbahaya. Mau pulang sekarang?"

Julia memelas, "Bolehkah kita pulang sebentar lagi?"

Menggeleng tegas, Jaemin berkata, "Tidak."

"Lalu mengapa tadi kau bertanya!"

"Hanya omong kosong saja."

Julia mendecih sinis. Walau begitu ia tetap menurut.

"Aku lelah jika berjalan..." Ujar Julia.

Jaemin menaikkan sebelah alis, "Apa itu kode untukku?" Ia tersenyum.

"Baguslah kalau kau peka."

Dalam sekali tarikan, Julia sudah terjatuh dalam pelukan pemuda Na. Kemudian mereka terbang tinggi, ketinggian yang setara dengan ujung pohon forest.

Julia diam-diam melirik kebawah sana, membuat raut cemas di wajah cantiknya terpampang jelas.

Jaemin yang menyadarinya segera berucap, "Eratkan saja peganganmu Julia, kau aman bersamaku."

NEXT?

PLAYGROUNDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang