Pagi ini Yang Jungwon menyibukkan diri di klinik pribadinya. Klinik ini ia dirikan sendiri dengan bantuan mendiang sang ayah. Ayahnya meninggal setahun yang lalu. Sedangkan ibunya tutup usia ketika melahirkannya.
Yang Jungwon, laki-laki yang berusia 22 tahun. Diusianya yang masih muda ia sudah berhasil menjadi seorang psikiater. Saat bersekolah, ia mengikuti akselerasi sehingga ia menyelesaikan sekolahnya diusia yang sangat muda.
Jungwon tinggal bersama ayahnya di rumah sederhana. Keluarganya termasuk golongan menengah bawah. Hal itu harus membuatnya bekerja paruh waktu di restoran saat SMA untuk membantu sang ayah. Ia bahkan juga bekerja sebagai pengantar koran dan pengantar susu.
Kini Jungwon harus tinggal sebatang kara. Kedua orangtuanya tak lagi disisinya. Ia mengontrakkan rumah peninggalan sang ayah. Sedangkan dirinya memilih untuk tinggal di klinik.
Masih banyak yang belum tahu tentang klinik Jungwon karena baru sekitar setengah tahun diresmikan. Meskipun begitu, Jungwon tidak pernah putus asa. Ia akan tetap membuka kliniknya meski terkadang tidak ada satu pasien pun yang datang untuk berkonsultasi.
Setiap pagi sebelum membuka kliniknya, Jungwon selalu membersihkan ruang kerjanya. Ia menata semua dokumen di meja kerja. Setelahnya ia mengganti bunga dalam vas yang berada di dekat jendela. Tak lupa ia menyapu lantai di kliniknya. Seperti hari ini. Ia tengah sibuk membersihkan klinik sekaligus tempat tinggalnya.
Drrttt! Drrtt!
Ponsel Jungwon bergetar. Segera ia merogoh sakunya dan mengambil benda persegi didalamnya. Seseorang tengah menelpon Jungwon. Dahi Jungwon berkerut. Ia tidak mengenal nomor yang tertera di layar ponselnya. Dengan sedikit was-was ia pun mengangkatnya.
"Selamat pagi! Apa benar ini dengan dokter Yang?" Tanya seorang laki-laki dengan suara bariton di seberang.
"Ya, benar. Maaf dengan siapa?" Jungwon menanggapi dengan sopan. Ia berjalan menuju meja kerjanya dan mendudukkan diri di sebuah kursi.
"Saya asisten presiden direktur dari perusahaan Park Corporation, Han Seokya." Si penelpon memperkenalkan diri. Dahi Jungwon semakin berkerut. Matanya menerawang ke masa lalu. Ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya Jungwon penasaran. Tidak biasanya ada sebuah perusahaan yang menelponnya. Hatinya tiba-tiba menjadi was-was. Seingatnya keluarganya tidak pernah berurusan dengan perusahaan mana pun. Mendiang ayahnya juga tidak pernah terbelit hutang piutang. Sebisa mungkin Jungwon pun menepis pikiran negatifnya.
"Jadi begini, presdir perusahaan kami ingin bertemu dengan dokter Yang siang ini. Apakah bisa?" Mendadak telapak tangan Jungwon terasa dingin. Jantungnya sedikit berdebar. Ada apa ini? Ia ragu untuk menerima undangan sang presdir tetapi ia juga tidak enak hati jika menolak. Ia pun mencoba untuk berpikir positif. Mungkin saja sang presdir membutuhkan bantuannya.
"Ya saya bisa." Ucap Jungwon dengan mantap. Jari tangannya mengetuk-ngetuk meja sembari memalingkan wajah. Mata hazelnya menatap di luar jendela. Para pejalan kaki berlalu lalang dengan mantel tebal. Sepertinya musim dingin telah tiba.
"Baiklah. Mobil perusahaan kami akan tiba menjemput dokter tiga jam lagi." Dan penelpon pun mematikan panggilannya setelah mengucapkan salam.
Jungwon tertegun di meja kerjanya. Tangannya bergerak meraih krusor. Ia membuka situs pencarian. Jarinya mengetikkan sesuatu disana.
"Park Corporation." Jungwon bergumam. Bibir merah ranumnya bergerak melafalkan nama yang tengah ia ketik. Tak butuh waktu lama, artikel-artikel dari web pun memunculkan keyword yang ia cari.
Jungwon membaca semua informasi yang yang tertera di sebuah situs web. Setiap web yang ia kunjungi tak pernah luput dari kalimat "perusahaan terbesar" dan "kenaikan saham" tertera disana. Jungwon mengambil kesimpulan bahwa perusahaan ini sangat besar dan sukses.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION | JAYWON [END]
Fanficob·se·si /obsési/ n Psi gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan. Jay mengidap thantophobia. Lalu seorang psikiater berhasil menyembuhkannya. Ia pun jatuh cinta dengannya. Namun siapa sangka kesembuha...