Bulan yang Tersiksa

9.1K 795 257
                                    

Hari-hari sudah terlewat begitu singkat. Jungwon sudah terbebas. Ia kembali ke kliniknya dan kembali membuka praktek seperti dahulu. Hari yang ia jalani berangsur-angsur membaik. Trauma yang ia alami pun perlahan sembuh. Kenangan buruk di masa lalunya sudah terpendam. Ia tidak mau berlaurut-larut di dalam sebuah kubangan kenangan yang menyakitkan. Alangkah baiknya ia fokus dengan karirnya saat ini.

Namun semua itu berbanding terbalik dengan keadaan Jay. Tuan Muda itu masih berkubang di dalam kesakitannya. Ia kembali bersembunyi di kamarnya. Menikmati penderitaan yang akan menggerogoti umurnya secara perlahan. Luka-luka sayatan di tubuhnya tak pernah mengering. Seiring berjalannya waktu, luka itu semakin menumpuk, meninggalkan bekas sayatan yang tak terhitung.

CEO muda itu memilih melengserkan jabatannya. Ia terduduk melamun di lantai. Tatapannya kosong, wajahnya tak menggambarkan semangat hidup. Kepalanya terus menunduk seolah begitu berat untuk diangkat. Tubuhnya mengurus, rambut yang telah di potong itu kembali memanjang, dan wajahnya begitu pucat.

Jay hanya menghabiskan waktu di kamarnya. Terkadang ia menangis meratap, terkadang berteriak sembari mengobrak-abrik kamarnya, terkadang tertawa getir, terkadang pula menyayat tubuhnya.

Tuan Park sudah tidak tahan lagi. Ia sepenuhnya paham akan kondisi anaknya. Jika terus seperti itu, kehidupan anaknya akan begitu sia-sia. Hanya karena seorang laki-laki yang menolak perasaannya, ia menjadi hancur dan tumbang. Kasus seperti ini terulang kembali. Tuan Park tidak ingin mengulangi kesalahannya lagi. Sore itu juga, ia membawa seorang psikiater perempuan yang sudah menikah untuk memeriksa keadaan anaknya.

Jay duduk di depan si psikiater dengan tatapan kosong. Wajah pucatnya nampak acuh. Satu menit sudah berlalu, tidak ada yang bersuara. Hingga akhirnya psikiater itu menyebutkan nama seseorang yang membuat Jay tersentak dan tatapannya terlihat hidup kembali.

"Yang Jungwon."

Psikiater itu menyebut nama Jungwon dengan lembut dan hati-hati. Mendengar nama itu, Jay tersentak dan menatap sang psikiater. Nama itu sangat membekas di benaknya, telah terpatri dengan indah di lubuk hatinya.

Jay mengerjap. Si psikiater mendapati reaksi aneh dari Jay. Tuan Muda itu nampak penuh harap, sorot matanya penuh kerinduan. Nama itu seperti sumber kehidupannya, seperti sumbu di dalam lentera malam, layaknya morfin yang memberi kebahagiaan penuh atas kehidupannya.

Namun Jay masih membisu. Ia hanya menatap si psikiater dengan penuh harap. Si psikiater pun mencoba memancingnya dengan berbagai pertanyaan.

Pertanyaan pertama,"Siapa Jungwon?"

Jay tanpa pikir panjang menjawab, "Milikku!"

Psikiater itu tersenyum lalu melayangkan pertanyaan kedua. "Dimana dia sekarang?"

Pertanyaan itu membuat wajah penuh harap milik Jay menjadi layu. Ia kembali menunduk, tatapan penuh harapnya seolah telah pupus. "Sudah pergi."

Si psikiater menautkan alis. Membaca dengan hati-hati setiap mimik yang dibuat Jay. "Apa yang kamu rasakan saat dia pergi?"

Jay semakin menunduk, wajahnya berubah menjadi sendu. "Sakit."

Si psikiater memiringkan kepalanya. Ia memasang wajah sendu, menyatakan jika ia turut bersedih. "Jika dia bisa kembali, apa yang akan kau lakukan?"

Pertanyaan itu membuat Jay mengangkat kepalanya. Tangannya mengepal di atas meja, ia nampak begitu emosi. "Aku akan meraihnya lagi, menguncinya di kamarku, dan menjaganya dengan ketat! Aku tidak akan membiarkan orang lain melihatnya! Dia hanya milikku!"

Pernyataan Jay membuat sang psikiater menggelengkan kepala. "Apa yang akan kau lakukan jika dia kabur?"

"Aku akan mengejarnya, bahkan aku tidak segan mematahkan kakinya agar dia tidak kabur lagi!" Nada suara Jay tiba-tiba saja berubah menjadi dingin. Si psikiater membulatkan matanya. Lalu jarinya bergerak, menuliskan beberapa catatan di jurnalnya. Setelahnya ia mendongak dan kembali menatap Jay.

OBSESSION | JAYWON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang