Bulan Marah

10.1K 980 79
                                    

Pukul setengah delapan malam, ada sesuatu yang mengganggu Jay. Ia duduk termenung di ranjangnya. Lima menit lagi ia akan menginjakkan kaki keluar rumah. Apa ini keputusan yang tepat?

"Jay-ssi!"

Suara lembut menyahut dari luar kamarnya. Jay menengadah, menatap daun pintu yang tertutup rapat. Hatinya begitu bimbang. Seorang psikiater menunggunya di luar. Mencoba membantu Jay keluar dari persembunyiannya. Namun Jay takut. Jika ia keluar akankah orang itu meninggalkannya?

"Jay-ssi! Apa kau baik-baik saja? Jika kau tidak yakin jangan memaksakan diri. Kau bisa mencobanya lain kal-"

Jungwon tak meneruskan ucapannya. Di depannya kini berdiri Jay dengan pakaian rapi. Kemeja putih dengan lengan digulung, celana jeans dan dipadukan dengan sepatu converse hitam. Jungwon lah yang menyiapkan semuanya.

"Kenapa menatapku seperti itu?"

Jungwon mengerjap, mengembalikkan kesadarannya. Orang yang di depannya sangat berbeda dengan beberapa minggu yang lalu. Laki-laki yang terlihat lusuh, memakai baju kumal, rambut panjang dan kusam. Kini berubah menjadi laki-laki yang begitu sempurna. Wajah tampan, dada bidang, dan kaki yang jenjang. Bukah kah terlihat sempurna? Tetapi...

"Umm aku rasa kau salah mengancingkan baju."

Jungwon menunjuk kancing baju Jay yang tidak benar. Jay meneguk ludahnya, ia kira Jungwon terpesona dengannya. Namun kenyataannya ada hal lain yang menjadi fokus Jungwon.

"Kau sudah melihatnya, kenapa tidak membantuku membetulkannya?"

"Tapi kau bisa membetulkannya sendiri!"

"Aku lupa cara mengancing baju."

Kebohongan besar! Orang amnesia pun tentu masih bisa mengingat cara mengancing baju. Jungwon mendengus kesal. Jungwon seorang psikiater. Ia menggeluti dunia psikologi. Tentu saja ia tahu gerak-gerik orang yang berdusta.

"Membohongi seorang psikiater?"

Jay hanya merespon dengan senyuman. Senyuman yang terasa begitu berbeda. Sangat tulus.

"Dokter manis, bantu aku!"

Jungwon memalingkan wajah. Ia malu dipanggil seperti itu. Ia kesal namun pada akhirnya, tangan Jungwon terulur. Membuka kancing baju Jay perlahan. Jay menunduk memandangi tangan cantik Jungwon yang berkutat dengan kancing di bajunya. Si dokter manis terlihat begitu serius. Ia kembali mengancingkan baju pasiennya. Dari kancing bawah hingga ke atas. Lalu sebuah tangan besar menggenggam punggung tangannya.

"Yang Jungwon, kau tidak akan meninggalkanku kan?"

Sebuah pertanyaan yang teramat bermakna untuk Jay. Namun lain halnya dengan Jungwon. Mereka tak sepemikiran.

"Tentu saja! Kau pasienku. Lagipula bukankah kita hanya akan berjalan-jalan ke taman kota dekat rumah? Jika aku meninggalkanmu bukankah kau masih bisa pulang? Kau hanya perlu berjalan lurus lima menit."

Lihat kan? Mereka memang tak sepemikiran. Jay memikirkan kalimatnya yang ia sampaikan untuk masa depan. Ia tak ingin Jungwon pergi ketika ia telah sembuh. Namun Jungwon telah salah tangkap. Jungwon mengira Jay takut ia akan meninggalkannya ketika berada di taman. Kalimat enteng bagi Jungwon tetapi teramat bermakna untuk Jay.

"Jungwonnie, kalimat yang kumaksud-"

"Jungwon-ah!"

Suara bariton mengintrupsi Jay. Ia tak sempat melanjutkan ucapannya. Tuan Park berjalan mendekat. Reflek, Jungwon menarik tangannnya dari genggaman Jay.

"Tuan Park, ada apa?"

"Apa kalian jadi pergi?"

"Ya, sebentar lagi kami akan berangkat!"

OBSESSION | JAYWON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang