Pagi-pagi sekali, Jungwon terbangun. Teringat kesepakatan tujuh hari. Dan hari ini adalah hari pertama kesepakatanya dengan Jay dimulai. Menoleh, didapati Jay masih memejam. Tangannya masih saja memeluk Jungwon. Melirik jam, ini terlalu pagi untuk menyiapkan sarapan. Kembali menoleh ketika terdengar dengkuran halus dari Jay.
Dipindahkannya lengan Jay dari atas perutnya. Gerakannya teramat hati-hati. Takut jika pasiennya akan terbangun. Jungwon terpaku menatap wajah Jay. Menatap alisnya yang begitu tegas, bulu mata yang panjang, dan hidungnya yang mancung. Menggerakan tangan, menyapu anak rambut yang menutupi dahinya. Rambut Jay sudah sangat panjang. Jungwon ingat, dulu rambut ini begitu kusam. Apa Jay sengaja memanjangkannya?
Merasa tak sopan terus-menerus memandangi pasiennya, si dokter bangkit dan duduk di pinggiran kasur. Apa yang harus ia lakukan sepagi ini? Membersihkan diri lalu mencuci pakaiannya? Bukanlah ide yang buruk.
Jay mengerjap. Tidur nyenyaknya terganggu. Semburat kuning dari si mentari menggugahnya. Melamun sejenak. Lalu sebuah senyuman terpatri dari bibirnya. Tidurnya sangatlah nyenyak. Jay tidak pernah bangun dengan tubuh sesegar ini. Biasanya, ia akan terbangun dengan aura suram. Tak ada senyum, rasanya ia lebih senang jika tidak terbangun kembali. Mungkin saja, memeluk si dokter manis adalah kunci dari tidur nyenyaknya.
Jay menoleh, meraba kasur di sampingnya. Dimana si dokter manis? Apa ia sudah pulang? Apa ia marah pada Jay? Seketika rasa panik menguasainya. Jay tidak tahu kenapa ia begitu ketakutan ketika memikirkan dokter itu pergi. Ia pun segera bangkit dan keluar dari kamar.
Satu langkah, dua langkah, dan langkah-langkah berikutnya. Ini diluar dugaan. Park Jay, si monster yang bersembunyi di bilik kamar kini menapakkan kaki keluar kamar. Beberapa hari yang lalu ia sudah berani keluar dari kamar meski hanya dua langkah. Lalu semalam ia mengunjungi kamar Jungwon di sebelah kamarnya. Kemajuan, Jay sudah berani keluar dari kamar lebih dari empat langkah. Dan pagi ini, entah berapa langkah ia keluar dari kamarnya.
Jay berjalan terburu-buru. Mengecek setiap sudut ruangan. Lalu langkahnya berhenti ketika didengarnya suara tawa yang lembut. Menoleh, dilihatnya Jungwon tengah sarapan bersama Tuan Park di ruang makan. Hati Jay terasa lega. Jungwon tidak pergi. Ia masih disini. Ia bahkan menatapnya saat ini.
"Jay-ssi!"
Tuan Park menautkan alis. Menoleh kebelakang. Tak percaya putra tunggalnya berada di hadapannya. Berada di luar tempat persembunyiannya. Tuan Park merasa senang. Senyumnya mengembang, mengajak putranya untuk bergabung sarapan bersama.
"Kemari, ayo sarapan bersama!"
Kali ini, Jay tak menolak. Ia tak membentak, tak juga mengacuhkan ayahnya. Jay menurut dan berjalan untuk mendekat. Duduk di samping sang ayah, berhadapan dengan si dokter.
Tuan Park terus tersenyum. Mengambil sesumpit sayur. Meletakkan di mangkuk putranya. Lagi-lagi Jay menurut, ia melahap nasi di depannya. Tanpa paksaan, Jay melakukannya dengan sepenuh hati.
Jay sudah banyak berubah. Meski ia masih tak banyak bicara saat bersama ayahnya. Tak apa, Tuan Park tetap bersyukur dan berterimakasih kepada Jungwon. Berkat psikiater muda itu, kini Tuan Park bisa kembali merasakan hangatnya sarapan bersama keluarga.
Beberapa menit berlalu. Mobil Tuan Park sudah melaju menuju kantor. Menyisakan Jay dan Jungwon yang duduk berhadapan di meja makan.
Jay masih mengunyah makanannya. Kedua matanya menatap lurus ke arah Jungwon. Manahan gemas ketika Jungwon mengunyah dengan pipi yang menggembung.
"Kenapa kau tidak menyuapiku?"
Yang ditanya mendongak. Menelan kunyahannya. Lalu menautkan alis. Apa sekarang Jungwon benar-benar menjadi babysitternya?
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION | JAYWON [END]
Fanfictionob·se·si /obsési/ n Psi gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan. Jay mengidap thantophobia. Lalu seorang psikiater berhasil menyembuhkannya. Ia pun jatuh cinta dengannya. Namun siapa sangka kesembuha...