Extra : Bulan yang Disayang Bintang

7.4K 589 80
                                    

Pagi hari yang menyejukkan. Salju hari ini tidak turun. Matahari mengintip malu-malu. Jungwon mengerjap. Selimut tebal masih menutupi tubuhnya. Tidurnya begitu nyenyak. Seolah ia ingin melanjutkannya kembali.

Usahanya gagal, sebuah dering ponsel mengganggunya. Sebuah panggilan dari seseorang telah menunggu untuk di angkat. Jungwon meraba-raba meja nakas di samping tempat tidurnya. Matanya masih belum terbuka sempurna. Sembari mengusap matanya ia mengangkat panggilan di ponselnya.

“Selamat pagi, dokter manis!” Suara bariton di seberang mengalun penuh goda. Jungwon tidak minat dan tidak tergoda. Ia masih mengantuk.

“Umm.” Begitulah ia menanggapinya. Hanya sebuah gumaman yang membuat orang di seberang tidak terima.

“Hanya umm?” Suara penuh goda itu sudah hilang. Sudah terganti dengan nada merajuk.

Jungwon menghela napas. Ia bersandar di sandaran kasurnya. “Selamat pagi, Jay hyung!”

Jay terkekeh mendengar suara serak Jungwon yang menyerukan namanya. Orang ini benar-benar terlihat bodoh akhir-akhir ini. Ia sering tertawa dan tersenyum tanpa alasan. Ia seolah memuja apa pun yang berhubungan dengan Jungwon. Kerjapan matanya, hembusan napasnya, suara seraknya, wajah merahnya, jas dokternya, dan masih begitu banyak lagi yang lainnya. Jika disebutkan semua, maka sama halnya tengah menyebutkan semua penduduk di bumi.

“Apa kau tidur nyenyak semalam?” Suara Jay terdengar menenangkan di telinga Jungwon. Mengalun dengan penuh kehangatan. Membuat Jungwon tertular menjadi si bodoh dengan diam-diam tersenyum lebar.

“Ya. Bagaimana denganmu hyung?” Kali ini Jungwon sudah membuka mata sepenuhnya. Tangannya terulur mengambil segelas air putih di nakas dan meneguknya.

“Tidak.” Jay bersuara dengan suara sendu. Seperti anak kecil yang tengah mengadu.

“Kenapa? Hyung kelelahan? Apa hyung sakit?” Jungwon bertanya dengan penuh perhatian.

Sejujurnya Jungwon masih sedikit khawatir. Jay memang sudah sembuh, hanya saja setiap Jay tidak memberi kabar padanya ia akan sedikit cemas. Ia takut Jay akan melukai dirinya sendiri seperti dahulu. Karena itu, setiap ada kesempatan, Jungwon akan menelepon Jay dan bertanya sedang di mana, sedang apa, dan apa dia baik-baik saja.

“Tidak. Bukan karena itu. Tetapi karena tidak ada Jungwonnie di sampingku. Rasanya dingin sekali.” Mendengar jawaban itu, Jungwon pun menghela napas. Jika Jay ada di hadapannya, sudah pasti ia akan mencubit pipinya. Menggoda orang di pagi hari, benar-benar tidak sopan.

“Sudah siang, hyung harus bersiap-siap untuk bekerja.” Jungwon memilih mengalihkan obrolan, enggan menangapi ucapan Jay yang membuat wajahnya memerah. Ia menyibak selimutnya dan mulai merapikan tempat tidurnya sembari mendengar jawaban Jay.

“Aku sudah siap! Aku bahkan sudah berdiri di depan rumah kekasihku untuk meminta sarapan.” Ucapannya bukan lah candaan. Jungwon menautkan alisnya. Apa jangan-jangan...

Benar saja! Saat Jungwon menyibak tirai jendela kamarnya, ia mendapati Jay tengah berdiri di depan kliniknya. Jungwon tidak habis pikir dengan kelakuan Jay yang begitu nakal dan ceroboh. Sejak kapan Jay berdiri di situ? Jika Jungwon tidak membukakan pintu, apa ia akan tetap berdiri di sana hingga membeku?

Jungwon berjalan tergesa dan membukakan pintu untuk Jay. mendapati Jay sedikit kedinginan ia memasang tatapan tajam dan menariknya ke dalam.

“Apa yang kau lakukan di luar? Apa hyung tahu berapa suhu pagi ini? Apa hyung berniat membekukan diri? Bagaimana jika hyung sakit? Lihat dirimu! Wajahmu terlihat pucat dan bibirmu sudah membiru!”

OBSESSION | JAYWON [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang