Sore itu gerimis masih mengguyur bumi. Langit benar-benar memuntahkan kesedihannya. Lubang-lubang di jalanan tergenang. Burung-burung masih bersembunyi. Pepohonan basah hingga menggugurkan daunnya. Jalanan terlihat sedikit lenggang. Orang-orang enggan menapaki jalanan di saat hujan. Mereka memilih berada di dalam rumah untuk menghangatkan diri.
Namun tidak sama dengan Sunghoon. Pemuda hiperaktif itu sudah bersiap untuk menemui seseorang. Orang yang telah mengganggu pikirannya. Wajah Sunghoon nampak lelah. Ia belum tidur sedari semalam. Dengan sedikit tergesa ia mengeluarkan motor merahnya. Lalu dengan kecepatan layaknya di sirkuit, ia membelah jalanan kota yang basah.
Gerimis membasahi tubuhnya. Ia terlalu khawatir dengan jungwon hingga tak sempat memakai jas hujannya. Dengan perasaan terombang-ambing ia melajukan motor begitu cepat. Tak peduli dengan lampu lalu lintas, ia terus melaju. Jaket jeansnya benar-benar sudah basah. Tubuhnya seolah kebal dengan rasa dingin. Sunghoon tidak goyah.
Motor merahnya berhenti di sebuah rumah megah. Ia turun dari motor dan membuka helmnya. Berdiri tegak di depan gerbang yang menjulang tinggi. Ia menengok dari celah besi gerbang. Menyapukan pandangan di sekitar rumah. Rumah ini begitu luas namun nampak sepi.
Sunghoon mencoba memencet bel beberapa kali. Ia sedikit meringkuk kedinginan. Tubuhnya sudah basah kuyup. Meskipun hanya gerimis namun siapa pun yang berdiri di bawahnya tetap akan basah. Ia kembali menengok ke dalam. Tekadnya begitu kuat, ia harus mendapat kabar dari Jungwon.
Hingga tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dengan tergopoh-gopoh. Di tangannya ia membawa payung transparan. Sunghoon mendesah lega. Wanita itu adalah bibi Kim. Si asisten rumah tangga.
Sementara dua orang tengah bercakap di luar, tak ada yang menyadari jika ada sepasang mata yang mengamati mereka. Jay berdiri di depan jendela kamar. Memandang dua orang di gerbang rumah. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku tangannya memutih seolah ingin menghancurkan jarinya.
Jay membalik tubuhnya, menatap Jungwon yang tertidur di ranjangnya. Ia menghampiri tubuh lemah itu, menunduk dan mengecup keningnya sekilas. Dengan langkah penuh amarah ia berjalan keluar kamar. Menemui dua orang yang tengah berdebat di depan rumah.
“Bibi Kim sudah mengatakan kau tidak bisa bertemu dengan Jungwon! Jadi silahkan angkat kaki dari rumahku!”
Jay menghampiri dengan menggunakan payung hitam. Seolah ia tengah berkabung. Nada bicaranya terdengar acuh dan ada rasa enggan. Ada juga penekanan di setiap kalimatnya. Ia membenci laki-laki di depannya. Mendengar namanya saja sudah membuatnya muak. Terlebih saat ini orang yang ia benci berdiri di hadapannya. Ia teramat ingin menghancurkannya.
“Dimana Jungwon?”
Suara Sunghoon bergetar, ia sedikit menggigil. Bibirnya sudah membiru, kulitnya memutih dan wajahnya memucat. Namun Sunghoon tidak peduli, ia harus menemui Jungwon. Setidaknya hanya memastikan kalau ia baik-baik saja.
Karakter Sunghoon dan Jay memang hampir sama. Keduanya sama-sama gigih dan keras kepala. Jika berdebat maka tidak akan ada yang kalah atau menang. Keduanya masih akan berdiri tegak dan menjulang tinggi. Tidak ada yang mau kalah atau pun mengalah.
“Ada dimana dia sekarang, itu bukan urusanmu!”
“Apa dia di dalam? Aku hanya ingin menemuinya sebentar.”
“Aku tidak memberi ijin.”
“Apa hakmu?’
“Ini rumahku, aku memiliki hak penuh atas apa pun yang berada di rumahku. Aku bahkan juga berhak mengusirmu!”
Setelah mengatakan kalimat menyakitkan itu, sebuah mobil mahal berhenti di depan gerbang. Bibi Kim berdiri di belakang Jay segera membukakan gerbang. Tuan Park turun dengan dipayungi oleh bibi Kim. Si Tuan rumah memperhatikan Sunghoon sejenak. Lalu sebuah kerutan muncul di dahinya. Tuan Park merasa mengenal pemuda yang basah kuyup itu. Namun ia tidak dapat mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION | JAYWON [END]
Fanfictionob·se·si /obsési/ n Psi gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan. Jay mengidap thantophobia. Lalu seorang psikiater berhasil menyembuhkannya. Ia pun jatuh cinta dengannya. Namun siapa sangka kesembuha...