Rumour Has It

2.9K 260 3
                                    

"Pembayarannya dengan poin ya Mas, terima kasih," aku menutup pintu taksi online dan bergegas turun dari mobil. Di hari Sabtu yang cerah ini aku sudah janjian dengan sahabatku sejak di sekolah menengah dulu. Aku sengaja menyusul ke rumahnya di pagi menjelang siang ini spesial untuk menyambutnya. Maklum, dia belum lama di Jakarta karena dulu ditempatkan di kantor cabang Singapura bank tempatnya bekerja. 

Rumah yang sekarang ditinggalinya adalah rumah orang tuanya. Kebetulan ibu dan ayahnya itu sedang ke luar kota untuk urusan bisnis. Jadilah aku membajak rumah ini dan mengulang ritual sleepover kami waktu SMP dulu. 

Saking sudah biasanya berkunjung ke rumah ini aku tidak perlu lagi bilang permisi atau memencet bel. Pegawai di rumahnya juga sudah hapal siapa aku. "Sup," aku menyapa Irlanie singkat, melempar tasku ke lantai dan langsung membanting tubuhku ke atas kasur super besarnya. 

"Sap-sup sap-sup, gila lo ya nyet. Emangnya nggak kangen lo sama gue?" pekik Irlanie sambil menendang betisku yang meniban bokongnya. 

"Ya kangen lah!" pekikku lalu memeluknya erat-erat. "Gila, akhirnya elo kena usir juga ke kota ini lagi ya! Selamat datang Sayangku!" Irlanie meronta-ronta waktu aku menghujani pipinya dengan ciuman basah yang menjijikan. 

"Ish apa sih lo!" Irlanie mengelap pipinya, muka masam dan rambut kusut seperti orang habis terkena tornado. "Kebiasaan deh lo Lun, rusuh!"

Lidahku terjulur tanpa peduli, "Bodo amat, yang jelas I know you love me!"

Irlanie ini adalah teman terlama yang aku punya. Sejarah persahabatan kami pun cukup unik karena kami musuh di sekolah dasar yang menjadi tak terpisahkan sejak SMP. Penyebab kami jadi teman pun cuma gara-gara kami berdua bersatu melawan cowok tukang bully yang suka iseng pada cewek-cewek. Setelah SMP kami juga sama-sama bersekolah di sekolah yang lama dan baru berpisah sementara, waktu dia dikuliahkan orangtuanya di Singapura dan aku berkuliah di Universitas Nusantara atau yang biasa disingkat UN di Depok.

Jarak tidak membuat pertemanan kami renggang. Mungkin karena sifat kami yang nyaris seratus persen sama jadi seperti melihat cerminan diri sendiri. Sudah saling paham karakter satu sama lain seperti apa.

"Eh Nyet, gue mau resign dari kantor gue," ungkapku seraya menatap muka Irlanie dari balik cermin raksasanya. 

Irlanie yang sedang mencatok rambutnya cuma melirik ke pantulan cermin sekilas "Ah yang bener?"

"Masa ngibul?" aku bangkit lalu menyerbu meja riasnya, menimang-nimang salah satu produk eyeshadow miliknya. "Eh ini baru ya El?"

 "Feel free to use any of my products. Pake acara sok-sok nunggu ditawarin lagi lo. Sok basa-basi banget," tawarnya yang langsung aku terima tanpa ragu. "Anyway, cerita tinggal cerita. Emang musti banget dipancing alesannya?"

"Ya enggak," kataku sambil mencari brush makeup di salah satu rak. "Gue udah nggak bisa stay di tempat itu lagi setelah melakukan kesalahan besar. Kesalahan yang, ya sebenernya gue nggak nyesel-nyesel amat, tapi lebih ke kesel sama diri gue. You know what I'm saying?"

"Dih gaya," cibir Irlanie tanpa gentar memulaskan mascara di bulumatanya. "Kenapa? You weren't smuggling shit from the office and get caught, weren't you?"

"Screw you, enggak lah!"

Irlanie mengambil sebuah blush-on dan menyapukan benda itu untuk membuat pipinya lebih merona. Alisnya naik satu tanda aku bisa langsung melanjutkan ceritaku. "Gue ketemu seseorang Lan."

Empat kata sederhana yang mampu membuat Irlanie mematikan catokan rambut dan menumpahkan bobot tubuhnya ke spot sebelahku, muka nyaris penuh riasan tapi bibir pucat pasi kurang lipstik. Sederhana sebenarnya, tapi aku yakin Irlanie tahu maksud kalimatku. "And then?"

ResignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang