The Truth Will Set You Free

1.5K 174 25
                                    

"Bentar Bang, urusan cewek," aku bergerak menutup pintu setengah membantingnya, sengaja menghindari tatapan Thareq yang berdiri seratus centi meter dari pintu. Otakku nggak berhenti berputar memikirkan kemungkinan bahwa dia mendengar pengakuanku tadi. Semoga nggak. Semoga dia baru datang dan kebetulan lewat. Yang jelas, aku musti menyelesaikan ini dengan El dulu.

"Lo gila ya?" maki El, membuatku terperanjat. "Bisa-bisanya lo bilang cinta sama dia. Gila lo Lun, asli."

"Sssh pelan-pelan El," aku menaruh satu telunjuk di depan mulut. "Lo mau semua orang denger? Nggak sekalian aja lo teriak di ruang teng"

"Ada lagi yang tahu soal ini?" El menginterupsiku. "Soal lo dan... Mas Baskara."

"Nggak," aku menggeleng yakin. "Nggak ada yang tahu. Lebih baik lo denger dulu penjelasan gue, baru setelah itu lo bisa menyimpulkan."

"Akhirnya setelah ketahuan, lo baru mau cerita sama gue ya Lun. Juara," El tertawa sinis. "Mending lo dulu deh yang dengerin gue. Gue udah terlalu lama menahan kekecewaan atas elo yang tiba-tiba ninggalin gue, dan lo yang tiba-tiba terlihat perselingkuhan di kantor."

And I cringed so hard when she said affair like it was some kind of meaningless encounter. As if he didn't threw like a dirt underneath his shoes

Maybe it was a exactly that. A dirty affair.

Aku menghela napas, kembali duduk di pinggir kasur sekalipun El merangkak ke belakang seolah menjauhiku. "Iya, silahkan El. Silahkan lo ngomong duluan."

El duduk tegak, memulai keluh kesahnya. "Pertama, elo memilih buat resign nggak angin nggak ada hujan, nggak mau cerita sama gue kenapa dan malah pakai alasan bullshit soal cari ilmu dan pengalaman baru. Lo inget Lun, malam ulang tahun Pak Santo kita berdua bikin janji untuk nggak meninggalkan satu sama lain?"

Aku diam, tidak punya tangkisan untuk mendebat El. Terlebih karena aku bahkan tidak ingat pada janji yang aku buat sendiri.

"Awalnya gue masih terima, lo cabut gara-gara ditinggal kawin Thareq sekalipun gue juga menyayangkan itu. At least, manusia berhak patah hati. Sampai lo balik dari Medan dan lo mulai memandang Mas Baskara seperti dulu lo memandang Thareq padahal sebulan sebelumnya lo sering menghindar dari dia. Dari lo yang jadi sensitif setelah Thareq tunangan, elo yang pemarah, elo yang nggak bisa ditebak. Gue mulai curiga, kalau ini semua ada sangkut pautnya sama Mas Baskara.  Dan semuanya terjawab lewat kalung lo."

Leherku berputar begitu cepatnya. Aku menoleh ke El yang memandangku tajam. "Maksudnya?"

"Kalung mutiara yang lo terakhir pakai kalung di acara tunangannya Thareq dan tertinggal di Hysterica. Mengenal elo Lun, lo bukan tipe orang yang mudah meninggalkan barang. Jadi pasti waktu itu sesuatu terjadi. Mungkin teori gue terlalu jauh, tapi gue yakin seyakin-yakinnya kalau itu benar. Iya apa iya?"

"Iya," kataku pasrah. "Kalung ini nggak sengaja gue lepas waktu... waktu gue di toilet."

Waktu aku lagi sibuk kehabisan napas karena Baskara baru saja menciumku.

"Jadi gitu? Kalian mabuk di Hysterica, berbuat, elo nyalahin dia, minta resign, dan... apa? Kalian ternyata saling cinta, gitu?" El menarik napas, membuang muka sebelum lanjut bicara, "Dari dulu dia memang baik sama lo Lun, baik banget. Lebih dari pada yang lain. Gue pikir, kenapa nggak? Kalian nyambung, Mas Baskara asyik, dia juga seneng berada di dekat perempuan cantik seperti lo. Tapi yang akhir-akhir gue lihat itu beda. Mas Baskar jadi suka nanyain lo ke semua orang. Termasuk malam ini, dia berkali-kali tanya sama gue apakah elo dateng apa nggak. Dia juga blak-blakan bilang bakal merasa kehilangan lo. Semuanya makin jelas ketika gue mendengar pembicaraan kalian tadi. Apa yang terjadi diantara lo sama dia jelas bukan hubungan rekan kerja biasa. Koreksi kalau gue salah."

ResignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang