First Date?

2.5K 214 1
                                    

"Saya mau aglio e olio satu, sama minumnya lychee ice tea ya mbak," aku menyebutkan pesananku pada waiter yang kemudian buru-buru mencatatnya. "Lo mau pesen apa?"

"Saya samain aja deh Mbak," sebut cowok berbaju kemeja lengan pendek dan celana denim biru muda kepada pramusaji, menutup buku menunya kemudian kembali fokus memadangiku. Dia namanya Niko, tampangnya agak bad boy, meski gaya rambutnya belah tengah seperti idol Korea yang lagi digandrungi cewek-cewek di seluruh dunia, teman kuliahku dulu. Lebih tepatnya teman kuliah El karena meskipun aku, El, dan Niko ini satu almamater tapi El dan Niko lebih dulu dekat sedangkan aku dan El baru akrab waktu kami sama-sama bekerja di NLO. 

Mungkin kalian bingung kenapa tiba-tiba di hari Selasa aku dan Niko berduaan makan siang di restauran dekat kantor padahal aku baru bilang kalau kami nggak sebegitu akrabnya? Well, jadi El sama Niko janjian dari hari Senin jadi El mengajakku pagi tadi dan langsung aku terima karena aku lagi bosan makan catering kantor. Nggak taunya cewek asli keturunan Toraja itu malah ada meeting mendadak di kantor klien dan meninggalkan kami berduaan di restauran. 

"Kalian anak-anak law firm sibuk banget ya gue liat-liat," Niko berbasa-basi memulai percakapan. "Apapun dilakuin kayaknya demi klien."

"Nggak juga ah," sergahku sembari tersenyum. "Kebetulan aja seniornya El mendadak pengen dia ikut. Ya maklum lah, kita kan nggak punya manajer atau head kayak di kantor-kantor biasa. Apa kata senior ya itu yang diikutin."

"Oh gitu," Niko mengangguk-angguk. "Nggak pengen pindah aja jadi in-house? Seru juga lho di start-up."

Berbeda dengan aku dan El yang notabene merupakan lawyer di firma hukum, Niko adalah staf legal and compliances di salah satu start-up e-commerce yang kantornya persis di sebelah kantorku. Tahu nggak? Yang warnanya oranye itu lho. Nah, sebelum di start-up oranye tadinya Niko di start-up biru. Aku diceritain sih sama El kemarin. Makanya El dan Niko baru janjian makan siang bareng hari ini, setelah Niko pindah. 

"Oh iya? Emang gimana sih? Gue belum kebayang nih kerjaan in-house lawyer itu gimana," tanyaku penasaran. 

"Kurang lebihnya sih sama ya," Niko mulai menjelasakan. "Review kontrak, perjanjian, ke pengadilan juga kalau ada dispute. Tapi ya loyalitas kami cuma ke kantor. Maksudnya nggak perlu ada pihak lain yang harus dipikirin kemauannya. Kalau lo pada kan musti nyenengin klien tuh. Ada klien A, klien B. Mudahnya buat kami, itu semua nggak perlu."

"Buat lo jadi lebih enak atau nggak kalau kayak gitu?"

"Enak lah Lun," ujar Niko blak-blakan. "Dikata pressure nya nggak jauh beda kalau lagi banyak masalah tapi lebih sering kerjaan kami autopilot. Nggak harus mikir solusi dari awal buat beda-beda kasus kayak yang lo sama El hadapin lah, gampangnya gitu. Belum lagi di kantor gue yang lama dan yang baru ini banyak event, divisinya juga banyak jadi banyak temen yang beda latar belakang. Lebih diverse gitu deh. Emang lo nggak bosen ketemunya tiap hari sama orang hukum semua di kantor?"

Aku berpikir sejenak untuk menjawab Niko. Apa aku pernah merasa suntuk sama lingkungan kantorku? Sepertinya nggak. "Mungkin lo berpikir ini bokis, tapi nggak lagi Nik," akuku sepenuh hati. "Emang sih ya, gue jadi nggak begitu paham sama hal-hal di luar bidang gue. But I have no complains sih so far."

"Nggak ada komplain tapi kenapa mau cabut Lun?" tanya Niko mengejutkanku.

Aku baru mau tanya ke Niko kenapa dia bisa tahu, meski sudah pasti jawabannya karena dikasih tahu El, tapi datangnya makanan kami menginterupsi. 

"Makasih Mas," aku berterima kasih sebelum langsung menyantap pesananku. 

Di hadapanku Niko terlihat menyesali menodongku dengan pertanyaan barusan sebelum akhirnya meminum minumannya. Mungkin karena aku telah diam terlalu lama makanya dia jadi nggak enakan. Aslinya sih aku kaget doang. "Eh maaf gue terlalu frontal ya? Soalnya El bocorin ke gue kemarin soal elo mau resign."

ResignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang