Unexpected Favour

1.5K 168 14
                                    

Mencari kerja itu adalah salah satu pengalaman perjuangan paling memuakkan yang sedihnya harus aku hadapi untuk yang kedua kali. Dulu waktu aku menganggur selepas lulus S1, sebetulnya ada beberapa kantor yang memanggilku untuk melakukan tes serta interview. Permasalahannya, aku selalu merasa kurang sreg setelah menempuh rangkaian tes.

Seperti waktu itu di law firm tetangga, baru interview HRD saja, aku sudah ilfeel karena kepala HRD yang seorang bapak-bapak genit sempat curi-curi kesempatan buat menghubungiku di luar keperluan rekrutmen. Terus di law firm satunya lagi, salah satu partner  lulusan universitas negeri saingan kampusku terus meremehkan almamater kebanggaan, dan menyebut alumni-alumninya 'jago kandang.' Meskipun sebal aku sebenarnya bisa maklum. Yang aneh kan, kalau dia segitu anti sama alumni kampusku, kenapa pula pakai repot-repot panggil aku interview segala?

Memang kesulitan mencari kerja bukan sebatas apakah CV kita dilirik dan kontak kita beneran dipanggil atau tidak. Tapi bagaimana saat proses rekrutmen itu, kita juga bisa menilai apakah kita cocok dengan tempat yang kita apply

Mengenai kepindahanku, cuma ada beberapa law firm yang aku lamar. Kesemuanya aku lirik berdasarkan rekomendasi dari teman-teman kuliahku. Artinya aku tahu bagaimana kultur kerja di sana, apakah gaji diberikan adil atau tidak, juga apakah bos dan senior di sana memanusiakan manusia. 

Terakhir ada salah satu kantor hukum yang merupakan kantor counterpart alias kompetitor yang letaknya tidak begitu jauh dari kantorku, yang aku daftar karena dulu Elvara pernah magang di situ. Salah satu junior partner, yakni lawyer yang menanamkan ekuitas pada kantor tersebut namun levelnya masih di bawah partner-partner yang lain, adalah seniorku di organisasi dulu. Meski nggak ketemu di kampus karena dia tujuh angkatan di atasku, tapi kami kenal lewat acara yang dulu diselenggarakan saat aku masih kuliah dan terlibat sebagai panitia. 

Mungkin kalian bertanya-tanya, kenapa aku random menyebutkan soal itu. Karena detik ini juga, waktu aku baru balik dari kantor klien untuk rapat, aku berpapasan dengan Bang Iver.

Jadi Bang Iver itu dulu adalah ketua organisasiku di masanya berkuliah. Lalu setelah jadi senior associate di kantor lamanya dia jadi narasumber di acara organisasiku. Begitu.

"Bang Iver, apa kabar?" aku menyapanya ramah.

Bang Iver yang setengah Belanda, memandangi aku sopan. Sorot matanya menyiratkan kebingungan meski mulutnya tetap membentuk senyuman. "Halo."

"Ini aku Lunar Bang, liaison officer-nya Abang waktu di acara Asian Law Students' Organisation Summer Gathering lima tahun lalu. Lupa ya?" 

Dia diam sebentar, sebelum beberapa detik kemudian mukanya kembali berseri. "Oh, iya! Aku inget. Ya ampun udah lama banget ya itu. Kamu apa kabar Lunar?"

"Baik Bang, ini baru selesai meeting di lantai sepuluh. Bang Iver habis meeting?"

"Iya, klien aku di lantai lima. Kamu sekarang kerja di mana Lun? Lawyering berarti ya?"

Obrolan basa-basi kami berjalan sekitar tiga menit, sampai aku mulai melancarkan aksiku. "Iya, aku sebenarnya lagi dalam notice period sih Bang. Jadi enggak lama lagi aku keluar dari NLO."

"Oh, kenapa Lun? Nggak betah di sana? Setahu aku bos-bos kami itu kan top banget di bidang energi. Ini aku tahu dari partners-ku yang lain sih. Soalnya kan kamu tahu sendiri, bidang aku ketenagakerjaan."

"Iya Bang," aku mengangguk samar. "Tapi pengen coba cari expertise lain, mumpung masih muda. Masih banyak waktu buat milih."

"Nah, bener itu Lun," Bang Iver mengangguk antusias. "Elo nggak coba daftar di kantor gue? Alatas Halim?"

ResignTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang