18.

742 148 20
                                    

⫷รคภ๏รђเภเςђเг๏⫸
「Sτสrτ」
▶ ●────────亗


Kanato yang memang tak terbiasa melihat adegan 15+ agak bingung. Pasalnya sewaktu dia menceritakan apa yang kakaknya lakukan kepada kedua orang tuanya reaksi Yuri dan Kenji nggak sesuai sama ekspektasi dia.

Yuri: "Ya, biasa aja sih dek. Namanya orang pacaran, ciuman itu juga masih hal lumrah di negara kita"

Kenji: "Kenapa kayak begitu reaksi mu? Mama sama Ayah aja dulu sering ciuman kok waktu kami masih pacaran"

Kanato nggak mau mendengar fakta dari ayahnya sih sebenarnya. Jadi, karena masih kebingungan dengan kenapa orang-orang menganggap ini hal lumrah terutama orang tuanya yang nggak marah karena hal itu, Kanato jadi menanyakan ini ke Yuri.

"Emang boleh ya, Ma? Kan belum nikah" Yuri yang awalnya sibuk dengan lipatan baju itu lantas tertawa kecil. Wanita itu beralih mengusap lembut surai hitam anaknya.

"Nggak apa-apa sih sebenarnya, asal sama-sama mau dan nggak ada pihak yang dipaksa dalam hal itu ya nggak masalah" Kanato mengangguk kecil.

"Emangnya ciuman itu gunanya buat apa ya Ma?" Kanato kembali bertanya. Sementara Yuri yang mendengar itu dari anaknya kini tampak berfikir.

"Buat mengungkapkan rasa cinta kita"

"Emang dengan kata kata aja nggak cukup ya?" Yuri melirik sekilas. Ia lantas menggeleng.

"Ada sesuatu yang memang nggak bisa di ungkapin dengan kata-kata nak. Kamu dan kakak mu contohnya, kalian hasil dari cinta Mama dan Ayah" Yuri tersenyum manis ke arah anaknya. Dirinya juga mencoba menjawab pertanyaan yang di lontarkan Kanato dengan senetral mungkin.

"Oh, kalau anak itu tanda cinta kenapa jadinya cuman aku dan kakak? Kenapa kami nggak punya adik lagi?" Yuri yang awalnya siap dengan semua pertanyaan yang akan di lontarkan oleh Kanato jadi terdiam. Melirik anaknya yang kini menatapnya dengan pandangan bertanya.

"Kamu mau adik?"

⋆┈┈. ゚ ❃ ུ ❀ ུ ❁ ུ ❃ ུ ❀ ུ

"Langsung dapat nggak ya?" Mikey mengintip ke arah ruang tamu rumahnya di mana ada Shinichiro, (name) dan kakek mereka. Izana yang juga ikut mengintip di belakang Mikey mengerutkan dahinya mendengar pertanyaan mengambang itu.

"Apa nya yang dapat? Restu kakek? Dapatlah" Mikey mengangguk singkat. Tapi sedetik kemudian ia kini menggeleng, rambutnya yang panjang itu menampar wajah Izana saat ia menggeleng membuat yang lebih tua harus memukul kepalanya agar berhenti.

"Maksudnya, mereka kan udah rencana nikah habis (name)-nee lulus sekolah, langsung dapat anak nggak ya? Aku pengen gendong bayi deh" Mikey tersenyum lebar, Izana yang melihat adiknya tersenyum juga ikut mengembangkan senyum nya.

"Aku juga mau gendong anaknya Aniki cuman paling mereka nggak langsung program bikin anak lah" Izana yang sudah lelah mengintip mulai masuk kembali kedalam kamar Emma. Dan duduk di sebelah adik perempuan nya itu yang sedari tadi hanya memperhatikan kedua kakaknya mengintip.

"Kenapa, Izana-nii yakin kalau mereka nggak langsung program punya anak?" kedua adiknya kini memperhatikan Izana yang bersandar ke kasur.

"Aniki pasti nunda kehamilan (name), coba deh dihitung aku dan (name) nanti lulus waktu umur kami baru sembilan belas tahun. Dan di umur segitu perempuan masih rentan buat hamil, paling mereka rencana untuk nunda sampai (name) cukup umur. Ya minimal umurnya (name) dua puluh tahunan lah" Mikey dan Emma mengangguk paham mendengar ucapan Izana.

"Nggak apa-apa lah, nunggu satu atau dua tahun mah nggak masalah hehehe yang penting bisa gendong anaknya Aniki"

*⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅*❀⑅*⳾

"Kamu yakin mau menikah dengan Shinichiro setelah lulus sekolah?" (name) mengangguk mantap. Kakek Sano yang melihat itu mulai mengumbar senyum.

"Maaf sebelumnya, jujur saya masih agak trauma tentang hubungan cucu saya setelah sebelumnya dia ditinggalkan calon istrinya menjelang acara pernikahan--

--kamu nggak bakalan ninggalin cucu saya karena harta kan?" (name) agak kaget di tanya seperti itu. Tapi dia langsung tersenyum tipis, agaknya paham kenapa Kakek Sano menanyakan hal itu.

"Saya bisa jawab dengan yakin bahwa saya nggak akan ninggalin Shinichiro-kun hanya karena perkara harta. Jujur saja yang saya cari dari pria itu bukan uangnya, Shinichiro-kun punya kerjaan sendiri, dia nggak main tangan sama saya dan dia nggak selingkuh dari saya saja itu sudah cukup buat saya. Saya nggak akan minta yang macam-macam selain tiga poin utama tadi" (name) menjawab dengan yakin. Bohong kalau dia bilang dia nggak gugup, buktinya tangannya keringatan ini.

Shinichiro yang mendengar itu dari (name) tersenyum kecil, ia lantas menarik tangan (name) dan mengelus tangan itu pelan.

Kakek Sano yang mendengar jawaban yakin itu menghela nafas lega. Berdoa dalam hatinya semoga wanita yang ini benar-benar yang terbaik untuk cucunya.

"Kau masih SMA dan sudah berani mengatakan itu? Hahaha" boom! wajah (name) bersemu merah kala kakek Sano tertawa kencang.

"Haahh... Memangnya kamu sudah menyiapkan dirimu? Membangun rumah tangga nggak semudah itu loh nak" kakek Sano menatap (name) yang sekarang kembali tersenyum. Gadis tersebut tampak memiliki kepercayaan diri yang besar.

"Saya tahu kok, mungkin awal-awalnya bakalan susah tapi kalau di jalani bersama-sama saya yakin nggak akan seberat itu. Lagipula Mama saya sudah menawarkan diri untuk membantu jika saya mengalami kesulitan" (name) menggenggam erat tangan Shinichiro di bawah meja. Dirinya tak bisa tenang, masih gugup rasanya.

"Yasudah, jika kalian nggak punya masalah maka kakek juga nggak punya masalah. Tapi dengan syarat, kalian setelah nikah tinggal di rumah ini ya" Shinichiro dan (name) saling pandang, keduanya belum membicarakan sejauh ini sebenarnya.

"Kita sebenarnya belum ngomongin hal in--"

"Iya nggak masalah kok Kek, lagipula rumah ini juga besar. Sayang kalau Shinichiro-kun keluar dari sini, pasti bakal jadi sepi" (name) memotong dengan cepat kalimat Shinichiro.

"Yakin?" (name) menoleh ke arah Shinichiro dan mengangguk yakin.

"Yakin dong, lagipula rumah ini dekat sama bengkelmu, dekat pula dengan rumah orang tua ku jadi nggak ada yang aku permasalahin sih. Lagipula kakek yang nawarin kita tinggal di sini jadi kupikir nggak masalah. Dan lagi kau masih punya adik-adik yang jadi tanggung jawab mu, Emma dan Manjirou masih kecil. Masih butuh kau" Shinichiro tak bisa menahan senyumnya. Ia dengan refleks mengusap kepala (name).

(name) yang awalnya percaya diri lantas langsung bersemu merah kala mendapat usapan dari Shinichiro.

Sementara ketiga adik Shinichiro yang mendengar itu lantas berlari ke arah (name) dan memeluk erat calon kakak iparnya itu. Mikey dan Emma saja sih, Izana santai aja duduk di dekat kakeknya.

"Huaaa... (name)-nee perhatian banget sih" Mikey memeluk lengan kiri (name) erat. Sementara Emma juga memeluk tangan kanan (name) dengan erat.

"Jangan pergi dari rumah ini ya.. Ramain aja rumah ini, makin ramai kan makin seru juga" Emma menggoyang-goyangkan lengan (name) hingga yang punya lengan hanya bisa tertawa kecil. (name) mengangguk kepada kedua adik Shinichiro itu.

"Iya, iya kami bakalan tinggal disini jadi sekarang udah lepasin (name). Mikey! Jauh-jauh!" Shinichiro yang gerah melihat Mikey terlalu nempel dengan (name) lantas menjauhkan si pirang itu dari pacarnya.

"Awas kau sentuh-sentuh (name) ya!"

Mikey yang dimarahi hanya mengembungkan pipinya. Emma yang di perbolehkan Shinichiro memeluk (name) semakin mengeratkan pelukan nya kepada calon kakak iparnya itu. Sementara Izana yang melihat itu hanya menghela nafas pelan.

"Lihat kek, alasan Aniki gampang di tipu sama perempuan itu ya karena dia bucin tolol gini kek"






































______________________
★彡[вєяѕαмвυ͢͢͢η]彡★
______________________

Kutemani malam minggu kalian nih:) 😊✌️

Epoch [SANO SHINICHIRO] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang