Chapter 38 : Keadaan Paling Menyakitkan

136 68 379
                                    

Halo selamat membaca dan enjoy!

Sudah dua hari Kay mengabaikan Rion. Bukannya tenang, perasaan Kay malah semakin gelisah tiap harinya. Seperti malam ini, Kay lebih memilih berdiam di kasur dengan selimut yang menutup seluruh tubuhnya. Langit malam tak lagi menarik ketika keadaan Kay seperti ini.

Ponsel Kay berdering. Telepon masuk dari Linda.

“Halo, Ma?”

“Hari ini Mama enggak pulang. Kamu tidur aja enggak usah tunggu Mama. Kunci pintu rumah baik-baik. Kalau ada orang asing ketuk pintu, jangan dibuka.” Linda mewanti-wanti putri satu-satunya itu.

“Oh iya, Ma. Mama pulang kapan? Pintu udah Kay kunci baik-baik kok, Ma.”

“Besok pagi.”

“Oh. Ya udah, Mama semangat ya kerjanya. Jangan lupa makan dan istirahat yang cukup di sana. Kay pasti baik-baik aja kok di rumah, walaupun sendirian.” Tak ingin membuat Linda khawatir, Kay mengatakan hal-hal positif.

“Maaf ya Mama enggak pulang lagi. Kamu hati-hati di rumah.”

Sambungan telepon terputus sepihak dari Kay. Linda tak pulang malam ini, itu tandanya ketenangan berada di pihak Kay. Ia tak perlu menunggu Linda, juga tak perlu turun ke lantai bawah untuk membukakan pintu rumah untuk Linda.

“Mending tidur aja kali ya? Beraktivitas pun enggak bikin gue happy,” keluh Kay pada dirinya sendiri.

Beberapa saat kemudian, baru saja Kay hendak memejamkan matanya untuk pergi ke alam mimpi. Ketenangannya terganggu akibat suara ketukan dari pintu balkon kamar Kay. Siapa yang mengetuk pintu balkon malam-malam? Mau apa?

Tapi... Bentar... Bagaimana bisa orang itu mengetuk pintu balkon? Balkon kamar Kay ‘kan berada di lantai atas, tak ada pintu masuk selain dari kamar Kay.
Suara ketukan itu semakin kencang, membuat bulu kuduk Kay berdiri. Nyalinya untuk menghampiri orang itu menjadi makin ciut. Rasa takutnya berada di tingkatan paling atas saat ini.

“Maaf... Enggak ada orang di sini,” teriak Kay dengan polosnya.

“Terus itu suara apa kalau bukan orang? Setan?” sanggah seorang lelaki disertai tawa pelan.

Dari suaranya, sudah jelas jika orang di depan pintu balkon Kay adalah lelaki. Suara itu suara yang tak asing di telinga Kay. Walau dirinya merasa takut, Kay tetap memberanikan diri untuk membuka pintu balkon kamarnya.

“Rion?! Ngapain lo di sini malam-malam?” heran Kay menahan pintu agar Rion tak masuk ke dalam.

“Mau jengukin lo,” jawab Rion santai memorak-poranda hati Kay. “Lo baik-baik aja, ‘kan?”

“Apaan sih, gue baik-baik aja. Mending lo pergi deh,” usir Kay merasa tak sudi jika Rion berada di dekatnya. Kesalahan Rion masih teringat jelas di benaknya.

“Sampai segitunya ya lo marah sama gue? Gue minta maaf. Gue sayang sama lo. Gue enggak kasih tau dari awal karena gue enggak mau buat lo terkejut.” Raut wajah Rion berubah drastis.

Kay menghembuskan nafasnya kasar, “Mau tau dari awal, dari sekarang, kemarin, atau nanti sekali pun gue tetep terkejut, Rion,” ketus Kay tak ingin melihat Rion sedikit pun.

Dada Kay bergemuruh, hatinya terombang-ambing. Rasanya semua ini benar-benar mengejutkan. Selama ini Kay mencari-cari keberadaan teman kecilnya, memikirkan bagaimana kabarnya. Namun, tak terpikirkan sedikit pun jika teman kecilnya itu berada di dekatnya.

“Mending lo pulang deh, jangan pernah lihatin muka lo lagi ke gue, gue bener-bener muak!” usir Kay langsung menutup pintu dengan kasar.

Tubuh Kay terduduk lemas di balik pintu. Tangisnya pecah begitu saja tanpa bisa ia kontrol.

Past Courier (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang