Haloo... Selamat hari senin! Selamat membaca dan enjoyyy!
Kay kembali ke meja kasir dengan raut wajah yang berbeda dari sebelumnya. Ekspresi Kay terlihat jelas jika Kay tengah bersedih. Matanya menatap sendu pada keluarga yang tengah makan di hadapannya. Sedih rasanya, Kay tak bisa merasakan keharmonisan keluarga, atau mungkin tak akan pernah bisa?
Setiap sendirian. Kay selalu berpikir, andai saja dulu Papanya tak main perempuan, tak mungkin terjadi kejadian seperti sekarang. Atau andai saja Mamanya tak menikah dengan Papanya, mungkin dia tak akan menjadi manusia menyedihkan seperti ini. Malah mungkin jika Mamanya tak menikah dengan Papanya, Kay tak akan ada di dunia.
“Jess... Kopi yang gue pesen ini dibungkus aja ya. Gue enggak enak badan nih, mau pulang aja.”
“Mbak enggak kenapa-kenapa?” Jesslyn memegang dahi Kay heboh. “Panggil Ibu aja ya? Atau mau saya belikan obat?”
“Enggak, enggak apa-apa. Enggak usah. Gue mau istirahat di rumah aja.”
“Ya sudah, saya bungkuskan dulu kopinya ya, Mbak.”
Beberapa saat kemudian, Jesslyn kembali di hadapan Kay dengan kantong kertas berwarna coklat di tangannya. Jesslyn begitu cekatan, memang patut bekerja di kafe ini.“Ini, Mbak, kopinya. Saya bungkusin juga roti bakar dan vitamin, buat di rumah.” Jesslyn menyodorkan kantong coklat itu pada Kay. “Mbak benar enggak apa-apa? Biar saya antar pulang ya, Mbak?”
“Makasih, Jess... Enggak, Gue baik-baik aja. Enggak usah, kafe lagi ramai masa kasirnya kabur sih.” Kay tertawa pelan.
“Iya juga ya, Mbak. Atau saya suruh siapa gitu Mbak, biar Mbak ada teman pulang.”
“Gue bisa minta jemput Mahen, enggak usah khawatir.” Tangan Kay memukul pelan bahu Jesslyn. “Gue pulang ya, bilangin ke ibu Gue pulang karena ada urusan. Jangan bilang Gue sakit. Gue enggak mau ganggu kerjaan dia.”
Walau sebenarnya Jesslyn khawatir akan Kay. Tapi Jesslyn tak bisa berbuat apa-apa, selain mendoakan Kay agar selalu baik-baik saja.
Dan satu hal lagi, Kay berbohong, Kay tidak dijemput oleh Mahen. Dirinya tak akan pernah semanja itu jika tak benar-benar butuh. Ia juga sedang butuh waktu untuk menyendiri. Jadi, Kay memutuskan pulang menggunakan taksi online.
Untung saja Kay selalu membawa kunci di dalam tasnya, jadinya ia tak khawatir akan tak bisa masuk ke dalam rumah.
***
Taksi berhenti tepat di depan gerbang rumah Kay. Selama di perjalanan, Kay hanya memandang mobil yang berlalu-lalang dengan pikiran yang entah ke mana. Sampai tak terasa jika dirinya sudah sampai rumahnya.
Setelah membayar ongkos pada sopir taksi, Kay pergi begitu saja. Melupakan kembalian yang seharusnya Kay terima.
“Makasih, Mbak,” ucap Pak sopir saat Kay menyodorkan uang tanpa mengambil kembalian.
Kay tersenyum tipis pada pak sopir taksi sebelum akhirnya pergi masuk ke dalam rumah.Suasana rumah Kay begitu sepi. Tapi, Kay sudah biasa dengan suasana rumah yang sepi. Malah ia lebih suka rumahnya sepi seperti ini. Ada atau tidak Linda di rumah ini, rumah ini akan sama saja, sama-sama sepi. Kebetulan juga, Kamar Kay dan Linda memang berjauhan.
Tangan Kay membuka pintu kamar, melemparkan tas selempangnya ke sembarang arah, menyimpan makanannya di meja belajarnya dan melemparkan tubuhnya ke atas tempat tidur.
“Gue enggak iri sama orang yang punya pacar goals, tapi gue iri sama orang yang punya keluarga lengkap. Keluarga harmonis.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Past Courier (SELESAI)
Fiksi RemajaKaila Grizelle Ayudia tak pernah sedikit pun berpikir akan masa lalu yang sudah ia kubur dalam-dalam akan kembali menampakkan wajahnya dalam bentuk kurir sekaligus siswa pendiam yang sangat dibenci oleh kaum hawa. Kepergian Arion-masa lalu Kay- sepu...