Suara tepuk tangan terdengar meriah setelah Ali dan Prilly saling memasangkan cincin di jemari masing-masing. Prilly terlihat begitu cantik dan anggun malam ini begitupula dengan Ali yang begitu gagah dan tampan dengan kemeja batik yang ia kenakan.Persiapan lamaran mereka memang begitu mendadak namun dekorasi dan susunan acara malam ini benar-benar berjalan lancar. Tak banyak yang hadir hanya dari keluarga inti masing-masing saja.
Niko dan Zia terlihat begitu bahagia melihat rona merah yang menjalar di pipi putrinya ketika Ali menggenggam sekilas tangannya setelah proses tukar cincin terjadi. Sebegitu besar cinta Prilly pada Ali meskipun sama sekali tidak berarti dimata laki-laki itu.
"Abang mau makan apa?" Tanya Prilly yang tidak bisa menghilangkan senyuman diwajahnya.
Ali menoleh lalu mendengus pelan. "Jangan berlagak seperti pasangan gue. Gue disini cuma nurutin kemauan orang tua gue bukan benar-benar tulus dari hati ngelamar lo!" Ucap Ali begitu kejam yang membuat senyuman diwajah Prilly memudar secara perlahan.
Prilly tahu bahkan sejak mengetahui Ali akan melamar dirinya ia sudah mempersiapkan diri dengan segala rentetan kalimat menyakitkan yang mungkin akan pria itu ucapkan padanya tapi kenapa ketika Ali kembali berlaku kasar padanya hatinya tetap saja sakit.
Ali menatap wajah pucat Prilly sekilas sebelum mengalihkan pandangannya. Ia muak menatap gadis ini meskipun ia akui malam ini Prilly begitu cantik tapi tetap saja kecantikan Prilly tak mampu mengerakkan hati Ali.
Benarkah? Lalu siapa yang tadi menggenggam tangan Prilly padahal tidak ada yang memintanya untuk melakukan hal itu?
Ali memejamkan matanya ketika ia kembali mengingat bagaimana momen pertukaran cincin antara keduanya terjadi, Ali tidak tahu kenapa ia tiba-tiba menggenggam tangan Prilly.
Meskipun tidak lama tapi Ali masih bisa merasakan kelembutan telapak tangan gadis yang kini resmi menjadi tunangannya.
"Aku masuk dulu ya Bang."
Ali menoleh menatap Prilly yang berjalan lesu ke dalam rumahnya meninggalkan Ali yang betah menatap punggung kecilnya. Ali tahu ia kembali menyakiti hati wanita itu lihat saja sudah berapa kali Prilly menggerakkan tangannya untuk mengusap wajahnya.
Prilly sedang menyeka air matanya.
"Semua ini salah lo Prilly. Lo yang begitu ngebet pengen miliki gue kan? Dan sekarang gue udah ngabulin keinginan lo." Desis Ali masih dengan tatapan tertuju pada Prilly yang baru saja menghilang dari pandangan matanya.
Saat ini Ali sedang berada di pinggir kolam renang rumah Prilly setelah acaranya selesai ia lebih memilih menepi kesini daripada bergabung bersama keluarganya dan keluarga Prilly.
Ia muak dipuji serasi dengan Prilly karena menurutnya Prilly sama sekali tidak cocok disandingkan dengan dirinya. Prilly bodoh, kapasitas otaknya pas-pasan sedangkan dirinya?
Ali selalu berhasil meraih juara umum dan dinobatkan menjadi murid terpintar di sekolahnya. Satu-satunya wanita yang cocok bersama dengan dirinya adalah Bella, gadis cantik dengan otak yang begitu encer.
Bella cerdas dan Ali sangat menyukai wanita cerdas.
Ali menatap langit yang malam ini terlihat lebih gelap dari biasanya tak ada satu bintang pun yang terlihat di sana.
"Ternyata begini rasanya lamaran tapi tanpa perasaan. Alih-alih bahagia gue justru merasa muak dan ingin segera menghilang." gumam Ali tanpa disadarinya bahwa perkataannya barusan kembali menggores hati Prilly.
Gadis itu kembali mendatangi Ali untuk mengajak pria itu berfoto bersama, kakinya sontak terhenti mendengar nada lelah dari mulut Ali.
Pria itu benar-benar tidak menginginkan dirinya tapi kenapa Prilly tetap saja merasa begitu berat melepaskan pria yang beberapa waktu lalu sah menjadi tunangannya.
***
Acara sudah selesai namun Prilly masih belum beranjak dari kursi putih yang tadi ia duduki bersama Ali ketika proses lamaran mereka berlangsung.
Tatapannya begitu kosong memandang kursi yang tadi ditempati oleh Ali. Lampu ruangan sudah dimatikan namun Prilly masih betah duduk sendirian menatap hampa kursi kosong di hadapannya.
Prilly masih belum menghapus make up yang menempel diwajahnya. Jemarinya masih setia mengusap cincin bertahta berlian sederhana yang melingkari jari manisnya.
"Kenapa ketika sudah ada ditahap ini aku justru merasa ragu." Prilly menghela nafasnya. "Aku mulai meragukan ketegaranku sendiri. Aku takut jika sisa kesabaranku untuk menghadapi Abang hanya tersisa sedikit lagi." Lanjutnya dengan satu tetes air mata.
Di keheningan malam, Prilly semakin merasa jika keputusan yang ia ambil salah.
"Sayang.."
Prilly buru-buru mengusap air matanya ketika mendengar suara sang Ayah menyapa telinganya.
"Papi belum bobo?" Tanyanya setelah berpaling menatap sang Ayah dengan senyuman khasnya. Prilly berusaha terlihat baik-baik saja didepan Ayahnya.
Niko berjalan menghampiri putrinya lalu menempati kursi kosong yang ada di hadapan Prilly. "Kamu kenapa Nak?"
Prilly menggeleng pelan. "Tidak Pi, aku cuma merasa bahagia saja." dusta Prilly dengan terpaksa ia harus membohongi Ayahnya.
Prilly tidak ingin membuat Ayahnya merasa bersalah karena sudah mengusung perjodohan ini. Ayahnya tidak salah, Prilly sendiri yang salah karena tidak mampu menolak laki-laki yang begitu ia cintai itu.
"Katakan apa yang sekarang terasa mengganjal dihati kamu." Niko meraih tangan putrinya. "Kamu menyesal telah menerima lamaran ini?" Prilly tidak menggeleng tapi ia juga tidak mengangguk.
Prilly merasa gamang dengan keputusannya sendiri.
Niko tersenyum lembut menatap putrinya dengan penuh cinta. "Jika kamu sudah tidak kuat jangan ragu-ragu untuk meninggalkan karena kebahagiaan kita hanya kita sendiri yang ciptakan dan untuk meraih kebahagiaan itu perlu perjuangan seperti yang selama ini kamu lakukan Nak." Prilly menatap Ayahnya dengan mata berkaca-kaca. "Papi tahu kamu mulai merasa lelah dengan semua perjuangan yang kamu lakukan tapi tidak pernah ternilai dimata Ali bukan?" Prilly terisak namun kali ini kepalanya mengangguk pelan pertanda apa yang Ayahnya katakan benar-benar sedang ia rasakan.
Prilly mulai merasa lelah dan ia juga mulai merasa ini salah. Ia terlalu jahat jika harus memaksa Ali untuk bersamanya sedangkan pria itu terlihat sangat tidak bahagia dengan kehadiran dirinya.
Niko meraih putrinya membawa Prilly ke dalam dekapan hangatnya. "Papi tahu bagaimana perasaan kamu sekarang, kamu pasti sangat sakit hati dengan keengganan tunangan kamu sendiri tapi satu hal yang harus kamu tahu Sayang." Niko mengecup hangat kening putrinya. "Tidak ada satu alasan pun Papi jadikan sebagai landasan perjodohan ini selain kebahagiaan kamu. Meskipun Ali abai dan selalu bersikap dingin terhadap kamu tapi Papi yakin satu-satunya laki-laki yang Papi bisa percayakan kebahagiaan kamu hanyalah Ali. Ali mencintai kamu Nak hanya saja dia masih terlalu bodoh untuk menafsirkan perasaannya sendiri. Percaya sama Papi."
Haruskah Prilly mempercayai apa yang baru saja Ayahnya katakan?
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
Любовные романыBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...