Bab 35

4K 303 6
                                    


Fajar dan Rahma terlihat begitu khawatir dengan kondisi kesehatan Prilly yang tiba-tiba drop. Rahma tidak bisa menyembunyikan air matanya ketika melihat wajah pucat calon menantunya.

"Kenapa cobaan terus menghampiri putri kita Mas? Aku benar-benar nggak kuat ngeliat Prilly menderita terus-menerus." Keluh Rahma sambil membenamkan wajahnya yang bersimbah air mata di dada sang suami.

Fajar memeluk erat istrinya ia juga tidak bisa memberikan kata-kata penghibur disaat hatinya sama gundahnya dengan Rahma. Mereka baru berniat untuk memberitahu Prilly perihal Fauzi yang sudah menyusul kedua orang tua mereka tapi melihat kondisi Prilly jelas mereka tidak mungkin memberitahu kabar buruk ini pada Prilly.

Rahma dan Fajar sudah memanggil Dokter pribadi mereka untuk memeriksa Prilly namun suhu tubuh gadis itu tetap saja tidak turun. Prilly tiba-tiba merasa lemah dan sekarang suhu tubuh gadis itu melonjak naik hingga Prilly terlihat begitu gelisah dalam tidurnya.

Demam yang cukup tinggi membuat Prilly tidak bisa tidur nyenyak. Gadis itu juga terlihat mengigau memanggil kedua orang tuanya juga Fauzi Kakaknya.

"Hiks... Mami.. Papi.."

Rahma melepaskan pelukannya pada tubuh Fajar lalu bersimpuh di samping ranjang Prilly memegang lembut tangan dingin putrinya.

"Bunda disini Nak.." Prilly sedikit lebih tenang setelah Rahma menggenggam tangannya.

Dengan lembut ia kecup tangan mungil Prilly. "Bunda nggak akan kemana-mana Sayang. Bunda akan terus di sini nemenin kamu." Suara Rahma terdengar bergetar ketika berbicara. Hatinya remuk redam melihat bagaimana Prilly menjalani hari-harinya yang begitu berat setelah kehilangan kedua orang tuanya.

Dan sekarang Prilly harus kembali menerima kenyataan jika Fauzi saudara satu-satunya yang ia miliki juga sudah kembali ke sisi Tuhan.

Ekspresi wajah Prilly kembali tenang deru nafasnya juga tidak seberat tadi dan Rahma sangat bersyukur ketika ia sentuh dahi putrinya suhu tubuh Prilly tidak sepanas tadi.

"Mas ke kantor dulu ya Sayang."

Rahma menoleh menatap suaminya lalu mengangguk pelan. "Ali sudah Mas hubungi?" Fajar mengangguk pelan.

"Jam terakhir pelajaran Ali bakalan izin pulang." Fajar memberitahu istrinya setelah ia menghubungi putranya tadi.

Ali tidak bisa pulang bukan karena tak sayang Prilly melainkan ia harus menjalankan tugasnya sebagai seorang siswa, Ali memang keturunan Gunawan namun disekolah ia tetap harus tunduk pada peraturan yang sudah ditetapkan meskipun hati dan pikirannya hanya tertuju pada Prilly yang sekarang sedang terbaring lemah di ranjangnya.

Kembali ke kediaman Fajar, setelah Fajar pergi tinggallah Rahma yang begitu setia menemani Prilly yang masih terlelap efek obat juga demam yang masih menyerang tubuhnya membuat Prilly terlelap hingga pukul 12 siang Prilly terjaga dan hal pertama yang ia lihat adalah wajah Kakaknya yang sedang tersenyum lebar menatap dirinya.

"Mas Fauzi?" Suaranya begitu lirih namun masih terdengar ditelinga Rahma.

"Ya Allah Nak." Rahma segera memeluk Prilly lalu terisak pelan.

Prilly yang mendengar isakan Rahma sontak mengerjap dan bayangan Kakaknya menghilang. "Bunda kenapa nangis?" Tanyanya dengan suara lemah. Ia paling tidak bisa melihat Rahma menangis.

"Kamu bikin Bunda takut." Rahma jelas ketakutan karena Prilly menyebut nama Kakaknya yang sudah ia ketahui bahwa Fauzi sudah meninggal.

Rahma tidak takut pada Fauzi melainkan yang ia takuti kondisi mental Prilly terlebih jika gadis ini tahu bahwa sekarang ia benar-benar sudah kehilangan seluruh anggota keluarganya.

"Prilly nggak apa-apa kok Bun cuma lemes aja." Suaranya masih serak namun bibirnya sudah bisa memberikan segaris senyuman manis untuk Rahma.

Rahma memeluk putrinya kembali. "Sekarang kamu istirahat ya. Sebentar lagi Abang pulang." Prilly semakin melebarkan senyumannya ketika mendengar bahwa Ali akan segera tiba di rumah.

Prilly ingin bermanja dengan Ali seharian ini.

***

"Ali kamu kenapa sih sebenarnya?" Ali menyentak kuat lengannya yang dipegang oleh Bella.

Bella menatap telapak tangannya yang baru saja Ali sentak lalu pandangannya beralih pada Ali yang menatapnya penuh benci. Ali tidak pernah menatap dirinya seperti ini.

Ali yang ia kenal meskipun tidak ramah namun Ali tidak pernah bersikap sekasar ini apalagi padanya. Hanya Prilly yang pernah Ali perlakukan begitu kasar.

"Jangan sentuh gue Bell! Gue jijik sama cewek murahan kayak lo!" Maki Ali sambil melirik sinis perut rata Bella. "Gue tahu apa yang sedang lo rencanain sama Pak Bram."

Deg.

Mata Bella sontak membulat namun buru-buru ia normalkan kembali ekspresi wajahnya sayangnya Ali sudah terlebih dahulu melihat perubahan ekspresi wajahnya dan sekarang Ali semakin yakin bahwa apa yang dikatakan Reagan dan Prilly adalah sebuah kebenaran.

"Lo hamil sama Pak Bram dan berniat ngejebak gue buat tanggung jawab. Hebat lo Bell! Nggak nyangka gue lo punya otak sepicik itu." Ali melampiaskan semua kekesalan juga kekecewaannya pada Bella.

Bella menggelengkan kepalanya. "Aku terpaksa Li. Aku terpaksa." Bella mulai menitikkan air matanya. "Pak Bram merkosa aku sampai akhirnya aku hamil." Bohong Bella begitu lancar.

Ali mendengus pelan mendengar cerita Bella yang ia ketahui hanyalah sebuah kebohongan.

"Kalau lo memang diperkosa sama Pak Bram sekarang juga gue temanin lo ngelaporin Pak Bram ke polisi. Ayok!" Ali begitu bersemangat sedangkan Bella sudah pucat pasi.

Ia tidak mungkin membuat laporan tentang Bram karena semua yang mereka lakukan atas dasar suka sama suka bukan paksaan apalagi pemerkosaan seperti yang ia katakan pada Ali.

Sialan! Ia justru terjebak dengan aktingnya sendiri.

"A--aku nggak bisa Li."

Ali tersenyum sinis. "Murahan lo!" Hinanya sebelum beranjak meninggalkan Bella yang terpaku menatap punggung lebar Ali dengan tatapan tak percaya.

Bella tak melepaskan tatapannya pada punggung Ali yang semakin menjauh dari pandangannya. Kedua tangannya terkepal kuat, ia harus mencari cara supaya Ali kembali menaruh perhatian padanya apapun caranya akan Bella lakukan.

Bella berbalik ingin kembali ke kelasnya namun sayangnya langkahnya terhenti saat melihat sebuah brosur yang tertempel di mading sekolahnya.

Sebuah brosur yang dicetak sedemikian rupa dengan wajah cantiknya sebagai latar dan kata-kata yang tercantum yang membuat seluruh amarah Bella meledak.

Yang butuh kehangatan ranjang bisa hubungin gue 08xxx.. Terutama Bapak-bapak kesepian gue siap layani kalian. Bella.

"Brengsek! Siapa yang berani-beraninya ngelakuin ini hah?!"

*****

My husband❤️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang