Setelah menempuh perjalanan nyaris 1 jam akhirnya Ali tiba di kediamannya. Jalanan pagi hari memang sangat macet sehingga mau tidak mau Ali harus membolos sekolah hari ini. Waktunya sudah tidak keburu lagi jika ia ke sekolah jadi lebih baik ia meliburkan diri saja sesekali ya tidak apa-apa.Ali memarkirkan sepeda motornya namun pandangannya justru tertuju pada kediaman Prilly yang terlihat sangat ramai tidak seperti biasanya. Apa jangan-jangan Prilly ditangkap polisi karena penyerangan yang ia lakukan pada Bella?
Ali buru-buru melepaskan helm-nya berniat untuk ke rumah Prilly namun langkahnya urung ketika tiba-tiba ia mendengar suara Ayahnya.
"Dari mana saja kamu?"
Ali menoleh menatap Ayahnya yang mengenakan kemeja hitam celana hitam juga peci hitam yang bertengger manis di kepalanya.
Kenapa pakaian Ayahnya seperti orang berduka saja? Pikir Ali bingung.
"Ayah nanya kamu dari mana saja Ali?!" Suara Fajar terdengar begitu keras membentak putra kesayangannya. Ali jelas terkejut seumur hidupnya belum pernah sang Ayah membentak dirinya seperti ini.
"Dari rumah teman Yah. Ada apa Yah? Kenapa Ayah marah sama Ali?" Ali kini sudah berhadapan langsung dengan Ayahnya.
Fajar menatap putranya dengan dalam dan Ali baru menyadari jika wajah Ayahnya terlihat sembab dan matanya juga terlihat bengkak. Apakah Ayah menangis? Kenapa Ayahnya menangis?
Jika perihal Ali tidak pulang rasanya tidak mungkin Ayahnya menangis seperti ini. Ali sudah terbiasa menginap dirumah teman-temannya lagipula ia sudah kembali dalam keadaan baik-baik saja pagi ini.
"Ayah kena---"
"Ayah benar-benar kecewa sama kamu Li."
Deg.
Ali tidak tahu bagian mana dari hatinya yang terdengar patah. Tatapan sendu sarat akan kekecewaan yang Fajar berikan mampu membuat seluruh tubuh Ali melemah. Seumur hidupnya hal pertama yang ia usahakan adalah kebahagiaan orang tuanya. Ali tidak ingin ada sesuatu apapun yang menyakiti hati orang tuanya.
Tapi pagi ini, Ali sendirilah yang menorehkan luka di hati Ayahnya.
"Salah Ali apa Yah?" Tanya Ali yang dijawab Fajar dengan dengusan geli. "Salah kamu banyak terutama pada Prilly." Ali masih belum memahami kemana arah pembicaraan Ayahnya.
Apa hubungannya ketidakpulangannya tadi malam dengan Prilly? Apa gadis itu mengadukan semua perbuatannya pada Ayahnya?
Ali nyaris memaki Prilly jika Fajar tak terlebih dahulu berbicara. "Lihat hape kamu sekarang berapa banyak panggilan dari Prilly dan juga Bunda kamu." Perintah Fajar yang segera dilaksanakan oleh Ali.
Matanya terbelalak kaget saat melihat berapa banyak panggilan tak terjawab yang berasal dari Ibunya. Semalam ia terlalu fokus menjaga Bella sehingga ia melupakan keberadaan ponselnya.
"Kaget? Terlambat Nak sekarang nikmati penyesalan mu." Fajar ingin beranjak namun Ali terlebih dahulu menahan lengan Ayahnya.
"Ada apa Yah? Apa terjadi sesuatu yang buruk pada Bunda? Dimana Bunda yah?" Ali mulai panik. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada Ibunya.
Fajar menatap putranya sekilas sebelum mengalihkan pandangannya pada bendera merah yang terpasang di pagar rumah sahabatnya.
"Bunda baik-baik saja. Semua baik-baik saja hanya kedua orang tua Prilly yang.." Fajar tidak bisa melanjutkan lagi ucapannya, dadanya berubah sesak mengingat tubuh kaku sahabatnya yang sudah dibalut kain kafan.
"Mami Papi? Kenapa Mami Papi Yah?"
Fajar kembali menatap putranya. "Kedua calon mertuamu sudah meninggal dan kamu benar-benar tidak ada disana ketika Prilly membutuhkan kamu. Ayah yakin, calon mertuamu pasti sangat bangga memiliki menantu tidak tahu diri seperti kamu." Sindir Fajar begitu keras sebelum beranjak meninggal Ali yang mematung dengan pandangan kosong.
"Tidak mungkin Mami sama Papi pergi bahkan sebelum mereka melihat pernikahan aku dan Prilly." Bisik Ali entah pada siapa yang pasti saat ini rasa penyesalan yang lebih besar kembali menyergap dirinya.
Ali lagi-lagi melakukan kesalahan. Sialan!
***
Prilly masih belum mengatakan apapun bahkan ketika sahabat-sahabatnya datang Prilly masih diam membisu. Pandangannya begitu kosong menatap dua peti mati di hadapannya.
Perkiraannya sebentar lagi kedua peti mati itu akan di gotong ke TPU yang berada tak jauh dari kediaman mereka.
"Pril lo boleh nangis. Nggak apa-apa kalau lo nangis gue ada disini." Naura tidak bisa menahan air matanya ketika melihat kondisi sahabatnya.
"Mami sama Papi paling nggak suka liat aku nangis." Jawab Prilly masih dengan tatapannya yang begitu hampa. Matanya sama sekali tidak teralihkan dari peti mati orang tuanya.
Adrian dan Reagan yang berada disisi Prilly ikut merasakan kepedihan yang sedang Prilly rasakan. Mereka begitu terkejut ketika mendapat kabar jika kedua orang tua Prilly menjadi korban pembunuhan.
Pagi-pagi buta mereka sudah mendatangi Prilly yang kala itu masih dalam perjalanan membawa pulang jenazah orang tuanya.
Rahma yang melihat keadaan Prilly sama sekali tidak bisa menahan air matanya. Prilly terus saja memperlihatkan ekspresi hampanya sejak mengetahui kedua orang tuanya meninggal.
Rahma takut jika hal ini akan mempengaruhi kondisi psikis putri kesayangannya itu.
Seluruh ruang tamu dan pekarangan rumah Prilly sudah dipadati oleh pelayat. Mereka semua turut berduka cita atas kepergian pasangan konglomerat itu. Semasa hidupnya pasangan suami istri itu dikenal sebagai sosok dermawan dan gemar menolong. Baik Zia maupun Niko keduanya sama-sama memiliki pribadi yang baik dan rendah hati sehingga mereka benar-benar kehilangan tetangga baik hati itu.
Prilly ikut berdiri ketika para bapak-bapak mulai mengangkat peti mati orang tuanya. Naura masih setia mendampingi sahabatnya sedangkan Adrian dan Reagan sudah mengambil posisi masing-masing. Mereka ikut mengangkat peti mati itu sebagai bentuk penghormatan terakhir mereka kepada orang tua Prilly.
Tak berapa lama Ali datang dengan wajah sendunya. Hal pertama yang ia cari adalah keberadaan tunangannya. Dan ketika matanya menemukan keberadaan Prilly hatinya seketika mencelos saat melihat bagaimana hancurnya Prilly.
Ali ingin menghampiri Prilly namun seorang Bapak-bapak justru memintanya untuk menggantikan posisinya mengangkat peti mati Niko.
"Nak tolong kaki Bapak keram." Ali segera menggantikan posisi Bapak itu memangkul peti yang berisi jasad pria yang selama ini ia kagumi selain Ayahnya.
'Papi tahu berat untuk kamu mencintai Prilly tapi satu-satunya pria yang Papi percaya menggantikan posisi Papi untuk menjaga dan membahagiakan Prilly hanya kamu Nak. Tolong jaga dan bahagiakan putri kesayangan Papi. Papi mohon..'
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
RomanceBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...