Hal pertama yang membuat Prilly begitu menggilai seorang pria bernama Ali putra semata wayang Bapak Fajar dan Ibu Rahma adalah sikapnya yang dingin namun perhatian.Ali memang begitu dingin ketika berinteraksi dengan dirinya tapi pria ini begitu menghormati martabatnya sebagai seorang perempuan. Prilly tidak pernah tahu jika sosok Ali si pria dingin nan kaku itu ternyata memiliki sisi lain yaitu mesum.
Ali terus melumat bibir ranum Prilly ia benar-benar kehilangan akal sehatnya terlebih ketika ia merasakan bagaimana lembut dan empuknya bibir wanita yang selama ini ia benci.
Ali memberikan ciuman pertamanya pada wanita yang selama ini mati-matian ia tolak. Tak sadarkah ia bahwa apa yang sedang ia lakukan tidak hanya menyakiti Prilly tapi juga merusak harga diri wanita itu.
Prilly sendiri membiarkan Ali terus melumat bahkan mengigit bibirnya, ia biarkan ciuman pertamanya menjadi milik pria yang begitu ia puja.
Setelah beberapa menit mereka habiskan waktu untuk berciuman akhirnya Ali membebaskan bibir Prilly dari pautan bibirnya.
Deru nafas keduanya terdengar terengah-engah terutama Prilly ia tidak menyangka bahwa dirinya baru saja bertukar ludah dengan Ali.
Suasana hening menyergap hanya deru nafas keduanya yang terdengar bersahutan sampai akhirnya Ali dan Prilly serempak membuka mata dan pandangan mereka langsung bertemu.
Wajah Prilly sontak merona ia malu tapi ia akui jika ciuman Ali benar-benar nikmat dan mampu membuatnya melayang.
"Maaf."
Senyuman malu-malu di wajah Prilly sontak memudar ketika ia justru mendengar kata maaf yang keluar dari mulut laki-laki yang baru saja mengambil ciuman pertamanya.
"Maaf gue nggak bermaksud untuk--intinya lupain perihal ciuman tadi gue khilaf." Ujar Ali begitu lancar tanpa perduli jika ucapannya kembali menoreh luka di hati Prilly.
Kedua tangan Prilly sontak mengepal kuat, ia balas tatapan santai Ali dengan tatapannya yang cuek. Persetan dengan matanya yang berkaca-kaca.
"Gue juga nggak berharap apa-apa dari ciuman lo yang amatiran itu! Jelas gue bakalan lupa karena sejak awal lo yang lebih dulu nyosor gue. Khilaf pantatku! Khilaf kok sampai bengkak gini bibir gue lo gigit." Ketus Prilly tak ia pedulikan lagi tata krama dengan pria munafik di hadapannya ini.
Khilaf katanya? Cuih!
Prilly sendiri yang merasakan bagaimana Ali begitu bersemangat dan menggebu-gebu melumat bibirnya bahkan ketika ia mulai kehabisan nafas bukannya melepaskan cumbuannya, pria itu justru semakin bersemangat melumat bibirnya, itu yang dinamakan khilaf?
"Lo--"
"Apa? Lo kaget gue bisa ngomong seperti ini sama lo? Gue ngehargain lo selama ini karena gue pikir lo cowok baik-baik tapi ternyata lo brengsek juga Bang!" Prilly menyeringai dingin. "Tapi sayangnya ciuman lo nggak ada apa-apanya ketimbang ciuman Reagan." Sambung Prilly asal ia hanya ingin menyelamatkan sedikit harga dirinya di hadapan pria sombong dan tidak tahu diri ini.
Wajah Ali sontak memerah ia kembali mengingat apa yang Prilly dan Reagan lakukan di sekolah siang tadi.
"Memang murahan lo!" Maki Ali yang membuat jantung Prilly berdenyut perih tapi kali ini ia tidak akan menitikkan air matanya di hadapan pria bajingan ini.
"Memang terus kenapa lo sosor bibir wanita murahan ini eum? Lebih enak yang murahan ya daripada cewek lo yang sok alim padahal lont*-- ups keceplosan gue." Prilly dengan sengaja menutup bibirnya namun pandangannya justru meremehkan yang membuat kedua tangan Ali mengepal kuat.
"Lo yang--"
"Sstt.. Udah malam dan ini rumah orang malu teriak-teriak! Kalau mau menggila sono balik ke rumah lo jangan di rumah gue! Engap juga gue lama-lama liat muka lo!" Hina Prilly sebelum berbalik dan menutup pintu kamarnya membiarkan Ali mematung ditempatnya. Pria itu masih belum percaya jika wanita yang baru saja menghina dirinya adalah Prilly.
Sedangkan dibalik pintu kamarnya, tubuh kecil Prilly merosot jatuh ketika kedua lututnya tak lagi mampu menahan bobot tubuhnya. Sekuat tenaga Prilly membekap mulutnya supaya isak tangisnya tidak terdengar keluar.
Prilly tidak ingin Ali tahu jika ia kembali menangisi pria itu. Ali sudah benar-benar keterlaluan kali ini dan Prilly mulai merasa muak dengan sikap pria itu.
Haruskah Prilly membatalkan perjodohan mereka ini dengan memutuskan pertunangan mereka?
Haruskah?
***
Ali kembali ke rumahnya dengan wajah semakin kusut. Pertikaiannya dengan Prilly semakin meruncing saja, niat hati ingin meminta maaf tapi kenapa lagi-lagi ia harus melakukan kesalahan lainnya yang semakin menambah nilai brengseknya sebagai seorang laki-laki.
"Loh kok udah balik?" Ali mendongak menatap Ibunya. "Prilly-nya udah tidur." Bohong Ali pada Ibunya. Ia terpaksa berbohong pada Ibunya jika tidak mungkin sampai subuh nanti ia hanya akan mendengar omelan Ibunya.
Rahma terlihat tidak percaya saat mulutnya akan kembali terbuka dan mencerca putranya tiba-tiba ponsel Ali berdering.
"Sebentar Bun." Ali segera beranjak kembali keluar ke teras depan rumahnya untuk menjawab panggilan teleponnya.
Bella calling..
"Halo Bell.. Kenapa?" Tanya Ali langsung ia sedang malas berurusan dengan siapapun malam ini. Moodnya begitu buruk setidaknya sebelum ia mendengar isak tangis Bella di seberang sana.
"Hei kamu kenapa? Bella jawab aku kamu kenapa?!" Ali begitu panik ketika mendengar isak tangis Bella yang semakin memilukan.
"Tolongin aku Li. Tolong! Aku takut.."
"Iya kamu takut kenapa? Kamu dimana aku ke sana sekarang!" Ali segera berlari menuju mobilnya namun sialnya ia lupa jika ia tidak sedang mengantongi kunci mobilnya.
Akhirnya Ali memilih menggunakan sepeda motor matic milik Ibunya yang tidak pernah di cabut kuncinya. Ali masih mendengar isak tangis Bella sepertinya Bella benar-benar ketakutan sekarang ini.
Di dalam rumahnya Rahma baru saja menjatuhkan cangkir kopi yang sengaja ia siapkan untuk suaminya yang sedang berada diruang kerjanya.
Prang!
"Nggak mungkin! Nggak mungkin!" Rahma terlihat shock matanya yang sudah basah karena linangan air mata. Fajar yang mendengar suara pecahan sontak keluar dari ruangannya dan mendapati pecahan kaca di sekitar kaki istrinya.
"Sayang kamu kenapa?"
'Diberitakan sepasang suami istri berinisial N dan Z ditemukan tewas di sekitaran jalan utama kota P. Diduga pasangan pengusaha ini menjadi korban pembunuhan dan juga perampokan.'
"Itu bukan Zia sahabat aku kan Mas? Banyak perempuan yang punya tas seperti itu kan? Mas tolong bilang sama aku kalau ibu bukan Zia! Tolong Mas! Prilly, putriku bagaimana keadaan putriku!" Rahma langsung berlari meninggalkan Fajar yang terlihat lemah. Air matanya satu persatu mulai menetes. Pakaian yang korban kenakan itu adalah milik sahabatnya ia sendiri yang memesankan baju itu untuk sahabatnya.
Ya Tuhan kuatkan kami..
*****

KAMU SEDANG MEMBACA
My husband❤️
RomansaBagaimana rasanya mengejar cinta seorang pria yang sedari kecil kamu jadikan pangeran impianmu yang merupakan tetangga sebelah rumah yang jaraknya hanya hitungan langkah? Sakit? Tentu saja. Kecewa? Sudah biasa. Terluka? Sering. Terlebih ketika p...